fbpx

Seringlah Mengingat Kematian

 

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. [Ali Imran:185].

Seluruh makhluk yang Allah berikan nyawa, pada saatnya akan kembali menghadap Allah. Kematian datang silih berganti bersisian dengan kita. Tetangga, sahabat, teman, kaum kerabat, semua bergantian bertemu dengan ajalnya hingga akhirnya kita pun sampai pada batas akhir kehidupan kita. Seluruh iakeluarga yang dicintainya, semua harta benda yang susah payah dikumpulkannya, segenap kolega yang mati-matian ia jaga hubungannya, tak ada satupun yang mampu menolongnya dari cengkeraman maut.  Tak ada satupun yang kuasa menghindari bahkan menolak takdir tersebut. Takkan ada yang bisa lari dari kenyataan bahwa ia harus berpulang hari itu; berpisah dari semua yang ia cintai dan mencintainya; telah sempurna takdirnya; ia meninggal hari itu ditemani oleh amal perbuatannya selama hidup. Innalilahi wa inna ilaihi raaji’un

Ketidakmampuan seseorang menolak dan bersembunyi dari mautnya ini menandakan bahwa kematian adalah sesuatunya yang pasti datang dan kematian berasal dari Sang Maha Kuasa yang tak ada satupun yang dapat menandingiNya. Begitu ia pergi meninggalkan dunia, ia hidup dalam dimensi lain. Jika selama di dunia ia hidup dengan berusaha sekuat tenaga untuk menghasilkan sesuatu, maka di alam kubur, ia akan memulai perjalanannya untuk memanen hasil kerja kerasnya itu. Apabila ia mengerti bahwa akan ada kehidupan abadi di akhirat sana, maka ia akan berusaha keras mengumpulkan pundi-pundi pahala sebagai bekal di akhirat. Namun, jika ia lalai dengan perkara akhiratnya, maka yang ia lakukan hanyalah menyibukkan diri dalam perkara dunia seolah ia akan hidup selamanya di sana. Entah lalai atau tidak terhadap akhirat, tetap saja, begitu seseorang memasuki liang lahatnya, maka perjalanan panjang di akhirat sudah ia mulai dan ia akan mendulang hasilnya di sana.

Rasulullah memerintahkan umatnya untuk tidak terlena dengan dunia betapapun sangat menggoda karena semua ini hanya sementara. Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, kita akan segera angkat kaki dari rumah yang kita diami menuju rumah yang abadi. Untuk mencegah umatnya terperosok jauh dan melupakan kampung akhirat, Rasulullah memerintahkan kita untuk terus mengingat kematian.

Dari Ibnu Umar, dia berkata: Aku bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang laki-laki Anshar datang kepada Beliau, kemudian mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dia bertanya: “Wahai, Rasulullah. Manakah di antara kaum mukminin yang paling utama?” Beliau menjawab,”Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.” Dia bertanya lagi: “Manakah di antara kaum mukminin yang paling cerdik?” Beliau menjawab, ”Yang paling banyak mengingat kematian di antara mereka, dan yang paling bagus persiapannya setelah kematian. Mereka itu orang-orang yang cerdik.” [HR Ibnu Majah)

Apakah mengingat kematian hanya cukup dengan sekadar benar-benar ingat kalau kita juga akan mati? Apakah hanya itu? Tidak. Sekali lagi tidak. Tak ada gunanya kita sekadar ingat bahwa kita juga punya batas waktu di dunia ini tanpa melakukan apapun untuk mempersiapkannya. Bukan, bukan menyiapkan kafan, liang kubur, wasiat, serta warisan kepada ahli waris kita, tetapi sesuatu yang lebih penting harus segera kita persiapkan demi menghidupi diri ini di alam selanjutnya.

Rasulullah mengatakan dalam hadits tersebut, orang yang cerdik atau cerdas adalah mereka yang mempersiapkan bekalnya untuk hidup di alam selanjutnya. Yang kita butuhkan untuk bisa selamat sampai rumah abadi di surgaNya adalah pahala dan ridho Allah. Pahala dan ridho Allah hanya bisa kita raih kalau selama hidup di dunia, kita terus mengamalkan perbuatan baik. Selain itu, dengan mengingat kematian, Rasulullah sangat berharap agar umatnya tak melewatkan satu detik pun kesempatan untuk berbuat baik.

Rasulullah bersabda, “Setiap perbuatan baik adalah sedekah.” (HR. Bukhari)

Berdasarkan hadits ini, apapun yang kita lakukan, selama itu dengan cara dan tujuan yang Allah ridhoi, maka perbuatan tersebut akan dihukumi sebagai sedekah. Hal sekecil dan seremeh apapun, jika itu bermanfaat untuk orang lain, maka Allah berikan pahala sedekah kepadanya. Bahkan memberikan senyuman yang tulus dari hati terhadap seseorang juga bernilai ibadah dan sedekah. Jika tersenyum yang sangat ringan untuk dilakukan saja akan dibalas dengan pahala dan kebaikan, mengapa masih saja kita sering bermuram durja kepada orang lain?

Perhatikanlah sabra Rasulullah tentang tiga perkara yang mengikuti mayit berikut ini,

“Mayit akan diikuti oleh tiga perkara (menuju kuburnya), dua akan kembali, satu akan tetap. Mayit akan diikuti oleh keluarganya, hartanya, dan amalnya. Keluarganya dan hartanya akan kembali, sedangkan amalnya akan tetap.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa-i)

Lewat hadits ini, Rasulullah jelas-jelas sedang memperingatkan kita bahwa tak ada lagi yang akan menemani kita selain amal perbuatan. Entah itu amal buruk atau baik, itulah yang akan menemani kita di alam kubur. Amal baik akan menjadi penyebab lapang dan terangnya alam kubur kita. Sebaliknya, amal yang buruk hanya akan mendatangkan musibah yang lebih besar lagi dari musibah yang pernah kita selama di dunia. Tentu kita hanya ingin ditemani oleh amal-amal kebaikan di alam kubur sana, bukan?

Ada tujuh amalan yang dapat membuat tempat pembaringan terakhir kita menjadi terang dan lapang.

Ikhlas Beramal

Apapun yang kita perbuat dan kita ucapkan, cukuplah Allah sebagai tujuannya. Jangan mengotori hati dan menyia-nyiakan kesempatan berbuat baik dengan memiliki tujuan selain Allah.

“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.” (Q.S Al Mu’min : 14)

Memuliakan Kedua Orangtua

“Dan sembahlah olehmu sekalian kepada Allah dan jangan menyekutukanNya dengan sesuatupun dan kepada kedua orang tua berbuat baiklah.

Ingatlah bahwa ridho Allah berada pada ridho kedua orangtua. Selain itu, doa dari kedua orangtua kepada anaknya akan naik dan langsung Allah kabulkan tanpa hijab. Untuk itu, sebagai anak, jangan pernah kita menyakiti hati kedua orangtua dan berbuat baiklah kepada keduanya seperti mereka selalu memperlakukan kita dengan baik.

Bersilaturahim

Banyak kebaikan yang terkandung dalam silaturahim. Ada doa dan rezeki berlimpah di balik silaturahim yang terjalin. Ada berkah dalam silaturahim yang dapat memadamkan dan menjaukan kita dari api neraka.

Dari Abu HHurairah bilai berkata: Bersabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang senang diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi.” (HR : Al-Bukhori)

 Menggunakan Usia yang Dimiliki Dengan Bijak

Setiap apapun yang Allah anugerahkan kepada diri dan hidup kita, harus kita sedekahkan kepada orang lain sebagai bentuk rasa syukur dan cara kita berterima kasih kepada Allah. Pun halnya dengan usia yang Allah berikan kepada kita, wajib untuk kita sedekahkan. Menyedekahkan usia dapat dengan cara terus melakukan perbuatan yang baik dan menjaga lisan dari ucapan buruk yang berpotensi dapat menyinggung dan menyakiti perasaan orang lain.

Ada hati dan perasaan yang wajib dijaga dengan menjaga perilaku kita. Jangan sampai karena kita terbiasa melakukan dan mengucapkan sesuatu, tindakan tersebut dapat menjadi bumerang bagi hidup kita. Maka dari itu, perhatikan apa yang akan kita lakukan dan apa yang keluar dari mulut kita.

Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (QS . Al-Baqarah : 281)

Jangan Menuhankan Hawa Nafsu

Dari Abu Muhamad Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash Rodiyallahu anhuma ia berkata: Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai ia menundukkan hawa nafsunya untuk tunduk pada ajaran yang aku bawa.”

Allah memang membekali hidup kita salah satunya dengan hawa nafsu. Namun, tidak boleh kita mempertaruhkan hawa nafsu dalam setiap pertimbangan yang kita hadapi. Menuhankan hawa nafsu hanya akan menjerumuskan diri sendiri ke nestapa tak berkesudahan

Dari Abu Muhamad Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash Rodiyallahu anhuma ia berkata: Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai ia menundukkan hawa nafsunya untuk tunduk pada ajaran yang aku bawa.”

Bersungguh-sungguh dalam Beribadah dan Bertaqwa

 “Dan bersegeralah kamu sekalian mohon ampunan kepada Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seperti luas beberapa langit dan bumi disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah.“

Setiap kita pernah dan pasti memiliki dosa. Namun, Allah Maha Luas Pengampunannya bagi hambaNya yang benar-benar bertaubat dan menyesali perbuatannya.

Rajin Mengingat Allah

“Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kamu sekalian kepada Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepadaNya pagi dan petang.” (QS Al-Ahzaab : 41-42)

Hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang. Hanya Allah-lah yang mampu membuat semuanya menjadi mungkin. Hanya Allah-lah satu-satunya Zat yang bisa menyelamatkan kita dari azab neraka.

***

Pembaca yang budiman, mengingat kematian dapat mengontrol kendali hawa nafsu kita karena kita menyadari bahwa tak ada satupun orang terkasih yang dapat menolong kita menghindari maut. Pun tak ada harta benda secuil pun yang dapat kita bawa ke alam kubur. Yang kita bawa ke alam kubur hanyalah amal perbuatan kita selama di dunia. Semoga Allah terus menjaga keimanan dan ketaqwaan kita. Aamiin aamiin yaa Rabbal’aalamiin.

Penulis,
(DHQ)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL