fbpx

Sedekah Menghidupkan Hati

Hati adalah cerminan diri. jika hati bersih maka akan terpancar pula kesuciannya melalui perangai seseorang, begitu pun sebaliknya. Jika hati kotor dan keruh maka akan terlihat pula keburukannya dari perilaku orang tersebut. Entah terlihat melalui sikapnya memperlakukan manusia lain dan sesama makhluk, atau caranya beribadah, caranya berbicara, dan berkehidupan sosial. Begitu besar peranan hati sehingga muncullah ungkapan bahwa dalam tubuh manusia terdapat segumpal darah. Jika ia baik maka baik pula seluruh perilaku dan amalannya. Jika ia buruk maka akan buruk pula semua amalannya. Ia adalah hati. Banyak hal yang memicu hati menjadi bersih atau kotor, terang atau gelap, dan hidup atau pun mati. Seringkali kita dengar tentang salah satu hal yang mematikan hati ialah tertawa. Pernyataan ini ditegaskan oleh ungkapan seorang sahabat Rasulullah bahwa sebaik-baiknya manusia ialah dia yang sering menangis dan jarang tertawa karena dengan menangis sejatinya kita kerap mengingat dosa dan kematian. Melalui kalimat ini kita disadari bahwa bahkan kualitas keimanan seseorang dapat terukur dari kondisi hatinya. Jika tertawa dapat mematikan hati maka sebaliknya, menangis mampu menghidupkan hati. Membiasakannya mengingat kesalahan, dosa, dan kematian yang sejatinya kian hari kian dekat bukan menjauh. Dengan mengingat kematian, kita mampu mempersiapkan amalan lebih baik kian harinya.

Adapun kebiasaan lain yang memiliki keutamaan dalam menghidupkan hati ialah dengan sedekah. Banyak bunyi perintah Allah dalam Quran yang mengajak kita untuk memelihara dan membiasakan hidup bersedekah. Boleh kita simak bersama QS: Al-Baqarah : 274 dan 276,

“Orang-orang yang menginfakan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati”,

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.”

Dua ayat tersebut menegaskan bahwa sedekah merupakan amalan yang disukai Allah yang dengan membiasakannya kita akan mendapatkan pahala, tidak bergelimang dosa, dan membuat hati kita menjadi tenang karena tidak ada rasa takut dan bersedih hati. Keadaan hati menjadi tenang karena tidak bersedih dan tidak pula merasa takut adalah satu gambaran dari bentuk hati yang hidup. Hati yang hidup ialah kondisi hati yang kaya akan iman, terjaga dari segala rasa takut dan penyakit hati lainnya, serta mampu menggerakan seluruh anggota gerak menuju arah kebaikan dan kebajikan.

Pada kalimat “Allah menyuburkan sedekah” termaknai jelas bahwa Allah sendiri yang berupaya sekaligus memerintahkan kita untuk memelihara aktivitas sedekah. Mustahil Allah memerintahkan hambaNya melakukan sesuatu yang tidak mengandung kebaikan dan dampak luar biasa di dalamnya. Menyuburkan sedekah bukan saja menjadi pahala bagi yang mengeluarkan dan menjalankannya tetapi sebagai tindakan meningkatkan ekonomi umat serta menyejahterakan segenap umat manusia. Allah menggunakan kata ‘menyuburkan’  yang disandingkan untuk memerintahkan sedekah, bukan dengan kata ‘melakukan’, ‘menanamkan’, atau ‘menunaikan’, tentu ada makna besar di dalamnya. Inilah tanda bahwa sedekah tidak lantas menjadikan kita miskin tapi sebaliknya. Kita kaya raya dalam kacamata dan perhitungan Allah. Balasan orang yang bersedekah ialah 700 kali lipat, setiap kita keluarkan 1 harta yang Allah hitung ialah berlipatganda. Dari satu biji tersebut bercabanglah pahalanya dari cabang tersebut tumbuhlah lagi pahala kebaikannya. Itulah gambaran balasan menyuburkan sedekah. Pahala bagi penunai sedekah seperti pohon yang tumbuh dengan buah lebat kemudia dari tangkai buah tersebut tumbuhlah buah, begitu seterusnya. Analogi balasan sedekah yang menyuburkan dan berlipatgada tadi dijelaskan seperti firman Allah dalam QS : Al-Baqarah : 261 yang berbunyi,

“Bahwa perumpamaan orang-orang yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah itu seperti satu biji yang tumbuh diperumpamakan tumbuh menjadi tujuh tangkai, dan setiap tangkainya tumbuh 100 biji.”

Bagaimana mungkin kemahabesaran Allah untuk balasan sedekah ini tidak lantas memberikan dampak pada penunainya dengan berupa ketenangan dan hati yang senantiasa hidup juga terang-benderang. Allah SWT juga berfirman dalam sebuah hadits qudsi tentang perintah sedekah,

Diriwayatkan dalam hadits Muslim bahwa Rasululah SAW bersabda memberi atau bersedekah lebih baik daripada meminta.

“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Tangan di atas adalah memberi dan tangan di bawah adalah meminta.”

“Dan Aku perintahkan kalian untuk bersedekah. Karena orang yang bersedekah seperti orang yang ditawan musuh. Mereka mengikat tangannya di leher, dan dibawa ke tempat pemenggalan. Namun orang itu berkata, ‘Maukah kalian menerima tebusanku? ‘Maka orang itu memberi mereka harta terbusan yang banyak sehingga akhirnya dilepaskan.” (HR. Tirmidzi).

Hadits Tirmidzi tersebut menguatkan pandangan kita terhadap mukjizat dan keutamaan sedekah. Bahkan Rasulullah mengeluarkan sabda sebagai nasehat dan pandangan penting bagi umatnya bahwa sejatinya siapapun yang memberi dia selalu lebih baik daripada yang menerima. Untuk dapat memberi tentu kita harus memiliki harta atau barang tersebut untuk dibagikan, dialirkan pada yang berhak menerima. Pernyataan ini bukan mengarahkan hukum bahwa sedekah hanya dapat ditunaikan oleh mereka yang berlebih rezeki tapi mereka yang bahkan dalam keadaan sempit pun masih berupaya mau dan mampu menyuburkan sedekah meskipun sebesar biji sawi. Allah sebaik-baiknya pengganti dan pemberi balasan.

Amalan sedekah yang sebetulnya bisa dilakukan oleh siapa saja namun akan terasa berat karena harus mengeluarkan harta benda yang dicintainya. Itulah mengapa balasan sedekah Allah janjikan luar biasa dan menjadikan sedekah sebagai satu bukti/tanda keimanan.

Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa sedekah ialah ‘burhan’ atau bukti. Dalam hadits dari Abu Malik Al-Asy’ari, Nabi SAW bersabda:

“Salat adalah cahaya, sedekah merupakan bukti, sabar itu sinar panas, sementara Al-quran bisa menjadi pembelamu atau sebaliknya, menjadi penuntutmu.” (HR. Muslim, no. 223).

Jika sedekah adalah tanda keimanan dan hati ialah cerminannya, bagaimana kita menjaga agar hati tersebut terus memancarkan sinar dan menjadi hidup? Jawabannya terletak pada sesanggup apa kita mau dan mampu berbagi. Dengan berbagi kita mampu mengalirkan apa yang kita miliki. Kita tahu tentang laut mati yang kadar garamnya tinggi sebab tidak mengalirkan kandungan airnya pada bentuk aliran lain. Inilah mengapa laut dengan kondisi demikian disebut sebagai laut mati. Tentu kita tidak ingin keadaan demikian terjadi pada diri dan hati kita. Karenanya, cara menghidupkan hati ialah dengan mengalirkan apa yang kita miliki, bersedekah. Bukan tentang banyak jumlah dan kualitasnya tapi dalamnya niat dan besarnya keikhlasan. Dengan bersedekah yang diharapkan ialah harta menjadi bersih, hati menjadi lapang, tabungan dan aset akhirat kita menjadi berlimpah, dan tentu saja sedekah membuat kita berperan dalam menyejahterakan umat, meningkatkan perekonomian, serta turut serta memelihara peradaban.

Kita tahu bahwa jasad akan mati tetapi mati hati semoga tidak pernah menimpa kita. Marilah kita mulai membiasakan dan memelihara hidup bersedekah agar dapat menghidupkan hati. Memancarkan pesona ketaatan sebagai muslim dan merefleksikan dalamnya keimanan kita sebagai hamba.

Mari Salurkan Sedekah Terbaik Anda Melalui www.maiberbagi.or.id

Penulis,
(DHQ)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL