fbpx

Pilih Husnudzon atau Su’udzon?

 

Prasangka merupakan sebuah anggapan seseorang terhadap sesuatu. Berprasangka kebanyakan berakhir pada hal-hal buruk meskipun ada juga prasangka yang mengarahkan kebaikan. Islam pun melarang pemeluknya untuk berprasangka karena banyak keburukan di dalamnya. Allah berfirman dalam surah Al-Hujarat ayat 12 yang artinya, ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah memperbanyak prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa.”

Dalam ayat tersebut, yang Allah larang adalah prasangka buruk seseorang terhadap sesuatu karena berprasangka buruk dekat hanya akan membuahkan dosa. Kita pun tentu ingat dengan sebuah tragedi memilukan yang menimpa Siti Aisyah Radhiyallahu Anha.  Apa yang menimpa beliau adalah buntut dari prasangka buruk seseorang yang bernama Abdullah bin Ubay bin Salul yang kemudian disebarluaskan olehnya hingga seluruh penduduk Madinah mendengar kabar miring tersebut. Kabar burung tersebut terus terdengar hingga akhirnya turunlah wahyu Allah untuk meluruskan hal ini. Allah menjelaskan bahwa tuduhan yang dialamatkan oleh Siti Aisyah tidak benar melalui surah  An-Nur ayat 5. Setelah turun wahyu tersebut, Siti Aisyah Radhiyallahu Anha pun terbebas dari prasangka buruk yang disebarkan oleh satu orang.

Demikian hebatnya akibat prasangka buruk seseorang sesuatu yang kemudian ia menyebarluaskan prasangkanya tersebut. Padahal apa yang disangkakannya itu belum diketahui pasti keheranannya.

Berprasangka buruk juga bisa dilakukan oleh seseorang terhadap Allah. Seringkali, ketika orang tersebut mendapati musibah dalam dirinya, ia langsung menyalahkan Allah karena telah membuat dirinya dalam kesulitan. Ia menuduh Allah tak menyayanginya dan pilih kasih. Ia berprasangka buruk terhadap Allah karena Allah menakdirkan musibah itu kepadanya. Padahal, musibah itu adalah sebuah ujian dari Allah. Allah mengujinya agar orang tersebut ingat kepada Allah dan meminta pertolongan kepadaNya. Allah akan mengabulkan semua doanya dan mengurangi dosanya karena musibah tersebut. Namun, yang terjadi adalah ia menyalahkan Allah dan berburuk sangka.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6970 dan Muslim, no. 2675]

Dari hadits itu kita tahu bahwa Allah mengikuti prasangka hambaNya. Jika seorang hamba berkeyakinan bahwa Allah akan mengabulkan doanya, maka Allah akan mengabulkannya. Namun kebalikannya, ketika seorang hamba menyangka bahwa Allah akan meninggalkannya dan tidak akan mengabulkan doanya, maka itulah yang terjadi. Orang yang berprasangka buruk terhadap Allah tadi akan terus masuk ke dalam jurang nestapa. Nauzubillah min dzalik.

Demikian pula akibatnya jika kita berprasangka buruk terhadap orang lain. Tali persahabatan dan persaudaraan antar sesama akan putus dan hancur seketika apabila prasangka buruk yang kita miliki itu kita sebarluaskan ke orang hingga ramai menjadi bahan pemberitaan. Konflik dan perpecahan akan terjadi. Keadaan tak lagi menjadi rukun. Perselisihan yang dibalut dengan kebencian akan pecah. Semua itu hanya akan mengundang amarah Allah.

Untuk bisa mengenyahkan prasangka dan pikiran buruk yang dihembuskan oleh syaitan tentang ketentuan Allah, keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah harus kuat. Kita harus bisa menghalau pikiran buruk terhadap Allah maupun sesama manusia dengan terus meyakini bahwa Allah tidak akan pernah menjerumuskan hambaNya sendiri ke lembah hitam. Justru Allah sangat menyayangi kita melalui ujian yang Dia berikan. Ujian tersebut menjadi media kita mendulang pahala karena banyak berdoa memohon kepadaNya. Dengan ujian pula, Allah menghapuskan dosa-dosa kita.

Meyakini bahwa Allah akan terus menolong dan hadir untuk kita inilah sebuah prasangka yang sangat dianjurkan dalam Islam. Berhuznudzon kepada Allah akan melahirkan banyak manfaat bagi ketenangan jiwa kita. Berbeda dengan su’udzon yang hanya akan menguras pahala kita dan juga menambah dosa.

Berprasangka baik kepada orang atau Allah, akan melahirkan optimisme yang besar bagi seseorang yang berhusnudzon. Ia yakin dan seketika semangatnya bangkit lagi karena ia yakin bahwa Allah yang Maha Besar ada untuknya membersamainya menyelesaikan semua masalah. Ia berdoa kepada Allah, meminta agar Allah buatkan jalan keluar terbaik untuknya. Maka Allah sesuai dengan permintaan hambaNya. Dia akan memberikan jalan keluar dari masalahnya.

Seperti kata pepatah, rantai besi yang kuat akan hancur karena karatnya. Manusia pun juga akan hancur karena pikirannya sendiri. Berprasangka buruk terhadap apapun yang menimpanya tidak akan serta merta membuat masalahnya hilang. Malah, justru akan semakin memperburuknya keadaan. Lihatlah, banyak orang yang jatuh sakit karena pikirannya terlalu berat memikirkan hal-hal yang buruk yang belum tentu terjadi. Bukankah berprasangka buruk merupakan sebuah bentuk menyakiti diri sendiri yang tentu dibenci oleh Allah?

Sebaliknya, berprasangka baik kepada apapun, termasuk berprasangka baik terhadap Allah sangatlah dianjurkan. Ini sesuai dengan hadits Rasulullah yang berbuat, “Janganlah seseorang di antara kalian meninggal dunia, kecuali dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah.” (HR Muslim).

Berprasangka baik terhadap Allah tak ubah laiknya berdoa kepada Allah. Ia berhusnudzon kepada Allah atas setiap ketetapan Allah terhadapnya. Ketika Allah memberikan musibah, ia ikhlas menjalaninya dan ia berkeyakinan bahwa musibahnya ini adalah ujian dari Allah sebagai ajang untuk membuktikan keimanannya yang berkualitas tinggi kepada Allah. Dampak berhusnudzon kepada Allah sekalipun sedang ditimpa musibah adalah orang tersebut dapat menyadarkan dirinya sendiri dan berpikir jernih mencari jalan keluar yang  terbaik dan tidka bertentangan dengan perintah Allah. Juga, dengan bernusnudzon, ia dapat menguatkan dirinya bahwa segala musibah yang ia hadapi ini datangnya dari Allah, berarti itu yang terbaik untuknya saat ini dan ia akan dapat menghadapi musibahnya ini. Bukankah Allah tak pernah memberikan musibah di luar kemampuan hambaNya?

Akhirnya, dengan berbekal prasangka baik terhadap Allah, ujian yang demikian menyulitkannya itu Allah ganjar dengan dihapusnya dosa-dosanya yang telah lalu. Ia juga mendapatkan pahala atas kesabaran dan keikhlasannya. Juga, ia dapat membuktikan bahwa keimanannya benar-benar berkualitas.

Berprasangka baik terhadap sesama juga adalah perbuatan yang sangat baik. Dengan berhusnudzon, ia dapat menghindarkan seseorang yang akan menjadi bahan ghibah orang banyak. Berprasangka baik akan menjaga tali silaturahim antarsesama. Selain itu, berprasangka baik terhadap sesama akan melindungi dan menjaga banyak hati dan perasaan dari fitnah keji tak bertanggung jawab yang bisa dialamatkan kepada seseorang atas tuduhan tak berdasar.

Kunci dari berprasangka terletak pada hati dan pikiran kita. Kitalah yang dapat mengendalikan kinerja keduanya. Jangan sampai kita biarkan pikiran kita bermain-main dengan praduga tak berdasar. Ketika kita mendapati sebuah kejadian yang berhubungan dengan orang lain, maka baiknya kita tabayyun terlebih dahulu kepada yang bersangkutan. Kita utarakan dengan bahasa yang sopan dan lemah lembut apakah benar kejadiannya seperti yang kita dengar dari khalayak ramai. Jika ternyata kejadiannya tak seburuk seperti yang banyak diperbincangkan, maka wajib bagi kita memutus persebaran kabar burung tersebut. Perkara buruk harus segera dihentikan agar tidak semakin banyak hati yang terluka.

Jika kita tidak sanggup bertabayyun, maka cukup kita berprasangka baik terhadap kabar burung tersebut dan mengajak orang lain juga ikut berhusnuzdon.  Haram hukumnya bagi kita ikut menyebarkan berita yang belum ada kepastiannya tersebut. Bukankah kita tidak mau memakan bangkai daging saudaranya sendiri? Jadi, sekarang pilihan ada di tangan Anda, mau terus bersu’udzon dan membiarkan hati senantiasa gelisah atau berhusnudzon agar hati tenang dan mengundang pahala?

Penulis,
(DHQ)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL