fbpx

Ikhlas yang Sebenarnya

 

Menurut bahasa, kata ikhlas berasal dari kata khalasha yang artinya berarti jernih, bersih, murni, dan suci dari campuran dan pencemaran. Kaitannya dalam ibadah, orang ikhlas (mukhlis) adalah orang yang beramal karena Allah semata, menghindari pujian dan perhatian makhluk, dan membersihkan amal dari setiap yang mencemarkannya. Pertanyaannya, apakah bersikap ikhlas ketika sedang beribadah itu mudah? Tentu tidak mudah, tapi bukan berarti kita tidak mungkin bisa melakukannya. Kita pasti bisa karena Allah telah memberikan panduannya.

Allah berfirman dalam surah Al-Bayyinah ayat 5 yang artinya, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agama dengan lurus.”

Dasar dari sebuah ibadah adalah ikhlas dan mengikuti sunah Rasulullah. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan disertai niat. Dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau untuk wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia berhijrah kepadanya.”

Dari hadits tersebut, Rasulullah menjelaskan bahwa hasil dari sebuah ibadah yang diamalkan akan tergantung dari niat yang ditanamkan dalam hati si pengamalnya. Jika niat kita beribadah untuk mendapatkan hal-hal yang bersifat duniawi, maka Allah akan memberikan apa yang diniatkannya tersebut dalam beribadah, yakni hal-hal yang sifatnya duniawi, tanpa ada ridho Allah di dalamnya karena ornag tersebut tidak menyertakan Allah dalam niat tersebut.

Maka dari itu, kita coba lihat lagi firman Allah dalam surah Al-Bayyinah ayat 5 tadi, Allah memerintahkan setiap hambaNya beribadah hanya untuk memurnikan ketaatannya sebagai seorang hamba terhadap Allah yang Maha Esa dan Kuasa. Niat yang demikian akan melahirkan satu-satunya tujuan dalam beribadah, yakni hanya untuk mendapatkan ridho Allah. Cukuplah ridho Allah sebagai bekal kehidupan di dunia maupun di alam akhirat nanti. Cukuplah Allah yang mengatur dan mengurus kehidupan kita. Tugas kita hanyalah menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya semata-mata hanya karena Allah. Inilah yang disebut dengan ikhlas.

Ikhlas tidak hanya berkisar pada niatan seseorang menjalankan ibadahnya yang ditujukan hanya kepada Allah, tetapi juga membicarakan tentang bagaimana seseorang menghadapi dan menerima takdirnya. Seseorang yang hatinya ikhlas, ia akan menerima semua takdir yang Allah tetapkan atasnya. Jika ia memperoleh takdir yang membuatnya bahagia, ia tak sombong dan menganggap semua kebahagiaannya lantaran kerja kerasnya seorang. Orang yang hatinya ikhlas akan selalu tertanam di benaknya, bahwa kebahagiaan yang ia terima adalah campur tangan Allah. Allah-lah yang memungkinkan semua kebahagiaan ini menjadi nyata dan indah. Ia meyakini bahwa Allah memiliki tujuan tersendiri mengapa ia diberi sebuah kebahagiaan. Lalu ia mengerti bahwa lewat kebahagiaan yang ia dapatkan ini, Allah ingin ia membagia anugerah tersebut kepada orang lain agar mereka juga ikut merasakan apa yang ia rasakan. Allah memberikan kebahagiaan orang yang lewat dirinya. Maka sudah kewajibannyalah untuk melaksanakannya. Berbagi kebahagiaan juga caranya untuk bersyukur kepada Allah atas rezeki yang ia terima.

Pun demikian bila ia mendapat sebuah musibah yang membuat hatinya remuk redam. Orang yang ikhlas tak akan mengalahkan dirinya sendiri, orang lain, bahkan Allah sebagai penyebab terlukanya hati. Ia sadar bahwa musibah ini semata-mata hanyalah ujian hidup yang apabila ia berhasil melaluinya, maka Allah akan menaikkan derajatnya. Ia paham, melalui ujian ini, Allah ingin mengajarinya belajar bersabar dan terus berada dalam ketaqwaannya terhadap Allah. Selain itu, keikhlasannya menuntunnya kepada hati yang lapang; memaafkan dirinya sendiri atau orang lain yang Allah jadikan sebagai perantara ujian hidupnya. Memaafkan diri sendiri selalu lebih sulit ketimbang memaafkan orang lain. Memaafkan diri sendiri dapat membuat seseorang mengintrospeksi kesalahan yang ia lakukan agar ia tak jatuh ke dalam lubang yang sama.

Orang yang hatinya ikhlas akan lebih mudah menerima segala sesuatu yang terjadi di dalam hidupnya. Mengapa? Itu karena ia selalu menyertakan Allah dalam setiap urusannya dan ia selalu berhusnudzon terhadap ketetapan Allah atas dirinya. Apapun yang terjadi, baik itu kegembiraan atau kesedihan, ia akan mengaitkannya kepada Allah dan langsung berprasangka baik terhadapNya bahwa Allah punya rencana terindah untuknya.

Memang tak mudah untuk bisa sampai ke tahap seperti ini, syaitan akan terus membisikkan hal-hal buruk. Bisikan syaitan itulah yang menimbulkan sifat dengki, iri, sombong, tamak, takabur, dan segala macam penyakit hati lainnya. Bahkan hasutan syaitan bisa melebihi itu. Syaitan akan menggoda manusia untuk memuaskan hawa nafsunya melalui ibadah. Akibatnya, banyak orang yang niat beribadahnya melenceng dari tuntunan Islam. Mereka beribadah demi mendapatkan dunia berupa pujian, predikat sebagai orang alim dan ahli ibadah, kehormatan dari orang lain, nama baik di masyarakat, dan segala hal yang berbau duniawi. Pada akhirnya, mungkin saja Allah akan memberikan semua yang mereka niatkan tersebut saat beribadah, tetapi sangat disayangkan, ia menukar akhirat yang kekal hanya demi dunia yang begitu fana.

Seseorang harus menyertakan keikhlasannya juga tidak hanya ketika ia mengerjakan sebuah amalan ibadah, tetapi juga pada saat ia menaati setiap larangan Allah yang berlaku atasnya. Orang yang hatinya ikhlas akan menaati semua larangan Allah semata-kata karena Allah melarangnya. Juga, ia menyadari bahwa di setiap larangan yang Allah tetapkan tersimpan hikmah besar di dalamnya. Contoh, ketika Allah mengharamkan kita mengonsumsi daging babi, bangkai, darah, meminum khamar dan berjudi yang termaktub dalam dua ayat firman Allah dalam surah Al-Maidah yang artinya,

 “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-Maidah: 3)

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS.  Al-Maidah: 90)

tentu di balik larangan itu ada hikmah di dalamnya. Menurut penelitian, di dalam khamar, daging babi, bangkai, dan darah terdapat zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh pengkonsumsinya sedangkan sebagai seorang Muslim, kita wajib menjaga kesehatan tubuh sebagai cara bersyukur kepada Allah salah satunya dengan hanya memakan makanan yang baik.

Begitu pula dengan judi dan mengadu nasib dengan anak panah atau media lainnya. Semua itu hanya akan menyesatkan akidah kita. Berjudi bukan cara untuk meraih rezeki. Berjudi hanya akan menguras harta kekayaan yang kita miliki dan menimbulkan rasa tidak puas dalam diri. Mengadu nasib dengan anak panah atau media lainnya bahkan lebih parah karena hal ini adalah praktik kemusyrikan yang sangat nyata. Ia meletakkan kepercayaannya terhadap nasib yang akan ia hadapi di atas sebuah benda buatan manusia. Ia menduakan Allah dengan cara mempercayai ramalan-ramalan buatan manusia. Untuk itu Allah sangat tegas melarang praktik kejahilannya tersebut agar akidah Islam kita terjaga.

Orang yang ikhlas hatinya akan memikirkan hal-hal tersebut ketika menaati apa yang Allah larang. Di balik hal-hal yang Allah larang, ada penjagaan Allah terhadap keselamatan hambaNya.

Berbeda dengan orang yang hanya memikirkan kehidupan duniawinya saja. Dilihat secara kasat mata, ia memang menjauhi hal-hal yang dilarang Allah. Namun, niatnya tidak sama. Ia tidak menyertakan Allah dalam niatnya menjauhi laranganNya. Tujuannya hanyalah untuk mendapatkan pujian sebagai orang yang taat terhadap perintah Allah, nama baik menjaga reputasi di depan publik, dan segala predikat baik lainnya.

***

Ikhlas memang berat, tapi sangat setimpal dengan apa yang akan kita dapatkan di akhirat nanti. Ikhlas memang tidak semudah menuliskannya, namun bukan berarti kita tidak bisa melakukannya. Ujian kita untuk ikhlas hanya satu, melawan bisikan syaitan yang berusaha mengalihkan niat kita ke sesuatu yang bernilai dunia. Kita bisa memulainya dari hal sederhana, namun dahsyat dampaknya, yakni memulai sesuatu dengan membaca basmalah dan mengakhirinya dengan hamdalah. Setiap aktivitas yang diawali dan diakhiri dengan dua kalimat tersebut, akan berbuah pahala dan Allah akan menjaga pengamalnya dari hasutan syaitan. Lebih dari itu, ia telah menyertakan Allah dalam setiap aktivitasnya. Semoga Allah terus menjaga hati kita untuk tetap ikhlas.

Penulis,
(DHQ)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL