fbpx

Hukum Zakat dari Uang yang Telah Dizakatkan

Hukum Zakat dari Uang yang Telah Dizakatkan, hukum zakat dari uang tabungan, hukum zakat dari bank konvensional

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Selamat datang di kolom Konsultasi Islam Mandiri Amal Insani (MAI) Foundation.

Dalam kolom ini, teman boleh menanyakan seputar Islam dan akan dijawab oleh Dewan Syariah MAI Foundation yang (insya Allah) bisa membantu menjawab pertanyaan. Adapun untuk pertanyaan, teman dapat mengajukan pertanyaan melalui email: layanan@mandiriamalinsani.or.id dengan subjek Konsultasi Islam MAI Foundation.

Terima kasih.

 

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum, Ustadz. Saya punya uang dari hasil pekerjaan saya, lalu dizakati. Sisa uang tersebut oleh saya ditabungkan. Lama-kelamaan kan, uang saya semakin banyak. Nah, apa hukumnya membayar zakat dari uang tabungan yang sudah dizakati? Bagaimana perhitungan zakatnya? (Devi, Wonosobo)

Jawaban:

Oleh: Dr. H. Fahruroji, MA (Dosen Ekonomi dan Keuangan Syariah Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia)

Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah atas nikmat pekerjaan yang dianugerahkan kepada Bapak. Sebagai bentuk syukur atas nikmat pekerjaan itu, uang gaji atau penghasilan yang diterima dari pekerjaan itu telah Bapak keluarkan zakatnya. Mengeluarkan zakat pada hakikatnya adalah mengeluarkan harta yang bukan hak kita karena pada setiap harta kita ada hak orang miskin yang harus dikeluarkan (QS. Az-Zariyat: 19). Zakat yang dikeluarkan juga akan menghilangkan sifat kikir dan cinta yang berlebihan terhadap harta, memupuk kepedulian terhadap sesama atau menguatkan jiwa sosial serta mengembangkan atau menambah harta (QS. At-Taubah: 103, Ar-Rum: 39).

Pertanyaan yang Bapak ajukan memuat tentang dua macam zakat yaitu zakat profesi atau zakat penghasilan dan zakat  simpanan uang tabungan.

Pertama, zakat profesi atau zakat penghasilan adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau profesi yang mendatangkan penghasilan atau uang halal yang memenuhi nisab. Misalnya: pejabat, pegawai negeri atau swasta, dokter, advokat, seniman, arsitek, notaris, dan lain-lain. Menurut pendapat beberapa ulama seperti Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khallaf, Yusuf Al-Qardhawi, dan Wahbah Az-Zuhaili, zakat profesi atau zakat penghasilan hukumnya wajib. Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2003 menegaskan bahwa zakat penghasilan hukumnya wajib.

Di antara dalil yang menjadi landasan kewajiban zakat profesi atau zakat penghasilan adalah firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 267 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kamu keluarkan dari bumi untukmu”. Menurut Sayyid Quthub dalam tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an bahwa nash ini mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik dan halal dan mencakup pula seluruh yang dikeluarkan Allah SWT dari dalam dan atas bumi, seperti hasil-hasil pertanian dan hasil pertambangan seperti minyak. Karena itu, nash ini mencakup semua harta baik yang terdapat di zaman Rasulullah SAW maupun di zaman sesudahnya. Semua harta tersebut wajib dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan dan kadar sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW, baik yang diketahui secara langsung maupun yang diqiyaskan kepadanya.

Lalu, bagaimana cara mengeluarkan zakat profesi atau zakat penghasilan? Apakah dikeluarkan penghasilan kotor (bruto) atau penghasilan bersih (neto)? Zakat profesi atau zakat penghasilan dapat dikeluarkan baik dari penghasilan kotor (bruto) maupun dari penghasilan bersih (neto). Namun, Menurut Yusuf al-Qardhawi sangat dianjurkan untuk menghitung zakat profesi atau zakat penghasilan dari pendapatan kotor (bruto) untuk lebih menjaga kehati-hatian. Adapun nisabnya dari beberapa pendapat sebesar 524 kg makanan pokok (beras) dianalogikan kepada zakat pertanian, dan dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % dianalogikan kepada zakat emas dan perak atas dasar qiyas syabah. Waktu mengeluarkannya adalah setiap mendapatkan gaji atau penghasilan, misalnya per bulan.

Berikut cara menghitungnya:

  1. Menghitung dari pendapatan kotor (bruto).

Besar zakat yang dikeluarkan = pendapatan total x 2,5 %.

  1. Menghitung dari pendapatan bersih (neto).

Besar zakat yang dikeluarkan adalah pendapatan total – pengeluaran kebutuhan pokok per bulan x 2,5 %.

Kedua, zakat simpanan uang tabungan. Tabungan wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan firman Allah dalam QS. At-Taubah: 34 yang artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. Termasuk menyimpan emas dan perak dalam ayat ini adalah menyimpan uang dalam bentuk tabungan atau deposito. Dalam hadis Rasulullah juga disebutkan “Tiadalah bagi pemilik simpanan (termasuk emas/tabungan) yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali dibakar di atasnya di neraka jahanam.” (HR. Bukhari).

Uang gaji atau penghasilan yang telah dikeluarkan zakatnya per bulan, kemudian masih ada sebagian uangnya yang ditabungkan maka tabungan itu tetap wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % dengan syarat telah mencapai nisab sebesar 85 gram emas dan telah setahun (haul). Hal ini berdasarkan ketentuan zakat bahwa setiap harta yang wajib dizakati telah mencapai nisab dan haul, maka harus dikeluarkan zakatnya. Cara menghitungnya adalah: saldo akhir x 2,5 %. Jika tabungannya di bank konvensional, maka dikurangi bunga sehingga menjadi: saldo akhir – bunga x 2,5 %. Bunga bank adalah riba sehingga termasuk harta haram yang tidak wajib dizakati.

Demikian jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Semoga kita termasuk hamba Allah yang istiqomah menunaikan kewajiban zakat. Aamiin

Baca Juga: Hukum Sholat dan Doa pada Malam Nisfu Syaban

 

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL