fbpx

Gigih Mencari Rezeki

Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini berikut dengan rezekinya. Seorang bayi yang baru dilahirkan ibunya Allah sertakan pula rezekinya berupa ASI yang ia dapatkan dari sang bunda. Seorang anak yang belum beranjak dewasa juga telah Allah turunkan rezekinya melalui perantara kedua orangtuanya. Seorang istri yang tidak bekerja juga telah Allah titipkan rezekinya lewat sang suami. Tidak ada satu pun makhluk Allah yang tidak Allah jamin dan berikan rezekinya sebagaimana firman Allah dalam surah Hud ayat 6 yang artinya, “Dan tidaklah satu binatang melata pun di bumi ini melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”

Allah hanya menyuruh hambaNya untuk gigih mencari rezeki di bumi yang terhampar luas ini. Masalah seberapa banyak hasil yang akan ia dapatkan itu merupakan hak prerogatif Allah. Yang jelas Allah akan memberikan apa yang hambaNya butuhkan, bukan yang hambaNYa inginkan. Allah sudah menakranya dengan tepat agar sesuai dengan kondisi hambaNya. Untuk mendapatkan rezeki, tidak cukup bila kita hanya mengandalkan pekerjaan atau usaha lain (seperti perniagaan atau bidang jasa) saja. Kita butuh ”pesugihan” untuk memancing dan merayu Allah agar kita mudah dalam mencari rezeiki. ”Pesugihan” itu adalah sedekah dan amal shaleh.

 

 

Disadari atau tidak, sedekah dan amal shaleh dapat membuat rezeki kita lebih lancar dan segala urusan kita Allah mudahkan. Seringnya sedekah dan amal sholeh yang kita tunaikan berbanding lurus dengan kemapanan hidup yang kita jalani. Semakin sering kita bersedekah, maka akan semakin tenang kehidupan kita.  Sebaliknya, semakin sedikit harta yang kita sedekahkan maka akan semakin sedikit pula keberkahan dalam hidup yang berimbas pada banyaknya masalah yang dihadapi. Perbandingan ini sejalan dengan hadits Rasulullah yang berbunyi, ”Hai Zubair, ketahuilah bahwa kunci rezeki hamba itu dibentangkan di Arasy, yang dikirim Allah ’Azza wa Jalla kepada setiap hamba sekadar nafkahnya. Maka siapa yang membanyakkan pemberian kepada orang lain, niscaya Allah membanyakkan baginya. Dan siapa yang menyedikitkan, niscaya Allah menyedikitkan baginya.”

Rasulullah juga sangat menghormati orang yang bekerja keras demi mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. Pernah suau hari salah satu sahabat Nabi menyembunyikan tangannya dari Rasulullah. Rasulullah pun bertanya, ”Mengapa kau sembunyikan tanganmu dariku?” Sahabat itu pun menjawab bahwa ia malu lantaran telapak tangannya kasar karena pekerjaannya sebagai penebang kayu.

Sontak, Rasulullah pun meraih tangan itu dan menciumnya dan bersabda, ”Tangan seperti inilah yang tidak akan disentuh api neraka.”

Rasulllah sangat membanggakan umatnya yang rajin bekerja demi mendapatkan hasil yang halal. Dengan bekerja keras, sesungguhnya kita sedang membela diri kita sendiri dari kehinaan; sedang menghindarkan diri dari mengemis dan menggantungkan harapan pada orang lain. Hasil pekerjaan yang mungkin (untuk saat ini) tidak seberapa, jauh lebih berharga ketimbang hasil dari mengemis mengiba ke sesama manusia. Orang yang malas bekerja akan Allah keraskan hatinya. Allah akan membuatnya sulit menerima nasihat dan kebenaran, sulit mendapatkan rezeki, yang pada akhirnya hanya akan menjadi sampah masyarakat yang meresahkan masyarakat. Naudzubillah min dzalik.

Rasulullah sendiri telah mencontohkan pentingnya bekerja keras di usia muda. Sejak masih remaja, Rasulullah sudah ikut pamannya, Abu Tholib, berdagang ke tempat-tempat yang jauh. Muhammad muda pun segera mempelajari teknik berniaga dengan baik. Ia berhasil memperbanyak kolega dan memperluas koneksi. Ia bekerja dengan sangat profesional. Di usianya yang muda, Muhammad sudah mengantongi kepercayaan masyarakat luas tentang kejujurannya dalam berdagang. Kepiawaiannya dalam berdagang inilah yang menjadikannya sosok yang kaya raya sejak masih muda. Ma Syaa Allah.

Rezeki harus dicari, harus diusahakan, dan harus dijemput. Kita tidak bisa berpangku tangan menunggu rezeki itu turun dari langit. Memang benar Allah telah menjamin rezeki setiap hambaNya, tapi bukan berarti kita diam saja tak melakukan apapun agar Allah mau menurunkan rezekinya. Ada satu firman Alalh yang sering disalahartikan oleh mereka yang malas berusaha. Firman tersebut adalah surah At-Thalaq ayat 3 yang artinya, ”Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urussan yang dikehendakinya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan tiap-tiap sesuatu.

Kaum pemalas menggunakan ayat ini untuk membenarkan tindakan mereka yang tidak mau berusaha mencari rezeki dari Allah. Padahal, yang dimaksudkan dengan tawakal adalah  memasrahkan diri kepada Allah setelah kita berusaha semaksimal mungkin. Kita bertawakal terhadap ketetapan Allah atas usaha yang telah kita ikhtiarkan. Kita telah mengerjakan bagian kita (berusaha), maka selanjutnya biarkan Allah yang menentukan hasilnya. Kalau ada orang yang tak mau berusaha karena ia percaya terhadap ketetapan Alalh, maka itu bukan pasrah, melainkan menyerah. Penting diingat bahwa pasrah berbeda dengan menyerah.

Kita tentunya tidak lupa dengan kisah seorang penggembala unta yang kehilangan untanya karena ia tidak menambatkan talinya ke tiang. Rasulullah pun menanyai mengapa penggembala itu bertindak demikian. Penggembala itu menjawab, ”Saya melakukan itu karena saya percaya dengan perlindungan Allah.” Rasulullah pun menegur penggembala itu dengan bersabda, ”Tambatkanlah talimu , baru sesudah itu kamu bertawakal.”

Hadits tersebut melarang kita memasrahkan diri tanpa terlebih dahulu berusaha. Kalau kita sudah berusaha namun hasil akhirnya tidak sesuai dengan yang kita harapkan, maka itulah yag dinamakan dengan takdir. Allah sedang menguji kita dengan takdir buruk tersebut. Allah merindukan tangis kita memohon merayu Alalh agar allah mengabulkan keinginan kita. Untuk itulah Allah memberikan kita takdir buruk sebelum Allah gantikan dengan yang kita inginkan.

Dalam hadits lain Rasulullah juga telah menjelaskan makna dari tawakal, ”Jikalau kamu bertawakal kepada Allah dan berserah diri sepenuhnya, maka kamu akan mendapatkan rezeki seperti rezeki burung yang di waktu pagi berada dala keadaan lapar dan kembali sore dengan perut kenyang.” (HR. Tirmidzi).

Dalam hadits ini Rasulullah memberikan perumpamaan sikap tawakal yang sebenarnya seperti apa yang dilakukan oleh burung. Burung itu pergi berusaha mencari makanan karena ia yakin di luar sarangnya banyak makanan tersedia di luar sana. Allah pun memberikan rezekinya karena telah berusaha dengan memulangkan burung itu sore hari dalam keadaan kenyang.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, sangat penting untuk memperhatikan apakah harta tersebut berasal dari yang halal atau haram. Allah telah memberikan hambaNya akal pikiran untuk memikirkan bagaimana cara mendapatkan rezei yang halal. Juga elah Allah hamparkan dunia beserta isinya agar kita tidak terjerumus dari harta yang haram. Harta yang haram apabila digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka akan mempengaruh kepribadian si pengguna. Makakanan yang dihasilkan dari yang haram akan menjadi darah daging di tubuh si pemakannya; mempengaruhi karakter dan kepribadiannya. Seluruh doa dan amal shalehnya tertolak. Rasulullah mengatakan bahwa setiap daging yang tumbuh dari harta haram lebih pantas dilijati api neraka. Naudzubillah min dzalik. Kalau sudah begini, kepada siapakah mereka akan meminta tolong (doa pun akan terus ditolak Allah)?

Untuk itu Sahabat, banyak cara dan jalan yang dapat kita tempuh dalam mencari rezeki yang halal. Bersemangatlah Anda dalam bekerja karena di dalam bekerja kita dihadiahi pahala jihad fii sabilillah. Bersunggung–sungguhlah Anda dalam bekerja karena dengan bekerja Anda tidak hanya sedang menghidupi diri dan keluarga Anda, tetapi juga mengangkat derajat keluarga dari jurang kemiskinan dan mengemis. Bergembiralah Anda ketika bekerja di dalamnya Anda sedang menyedekahkan waktu, tenaga, dan pikiran sekaligus di jalan Allah.

Yuk Salurkan Sedekah Anda Melalui www.maiberbagi.or.id

Penulis,
(DHQ)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL