Mendengar kata “arisan” sudah tidak asing bagi kita. Arisan termasuk salah satu media menabung masyarakat. Kebiasaan arisanpun terdapat ciri khas, sistematika dan peraturan tertentu yang harus dipatuhi oleh peserta. Kegiatan ini mampu menciptakan hubungan keleluargaan dan kepedulian sesama serta timbul kepercayaan.
Dengan demikian, antara menabung atau arisan, manakah yang merupakan pilihan tepat? Bagaimana manfaat serta risiko yang terjadi ketika uang sudah terkumpul? Apa pandangan Islam mengenainya?.
Arisan dalam KBBI adalah kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi untuk menentukan siapa yang memperolehnya, dilaksanakan sebuah pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya.
Arisan memberi kita pilihan untuk mendapat uang tanpa prosedur yang rumit bila sudah memenuhi iuran dalam setiap rotasi pembagiannya. Uang yang didapat merupakan akumulasi dari masing-masing peserta dan bersepakat dibagikan saat periode rotasi yang ditetapkan di akad.
Masyarakat surplus konsumen mampu mengalokasikan uangnya baik untuk menabung maupun investasi. Disamping itu, ada sebagian masyarakat minim akan literasi lembaga keuangan terdekat dengan persayaratan administrasi yang cukup merumitkan. Menurut beberapa orang, mereka sungkan untuk membuka rekening di bank dan malu menyetorkan uangnya dalam nominal yang kecil. Sedangkan arisan, tidaklah rumit.
Berikut manfaat mengikuti arisan, antara lain:
- Media memperkuat basis ekonomi miskin, media menabung gratis juga menambah keharmonisan sosial, bisa menabung demi kepentingan keluarga, media fasilitas menabung masyarakat bawah, media dakwah dan media pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
- Bisa mengenal satu dengan yang lain, mendekatkan diri dengan rasa kekeluargaan, inisiatif melakukan kegiatan silaturahmi dengan mengadakan arisan setiap minggu, disertai pengajian. Makin hari makin banyak yang mengikuti arisan, menambah iman dan ketakwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Es
Selain itu, terdapat risiko arisan, seperti setoran arisan dari peserta yang macet, akan menyulitkan peserta yang belum mendapatkan haknya, terjadi penipuan, unsur pengkhianatan, unsur ghibah saat berkumpul, dan lainnya.
Lalu, bagaimana arisan menurut pandangan Islam? Arisan termasuk perbuatan muamalah. Uang yang dikumpulkan merupakan wadi’ah pemilik kepada pengumpul/yang diberi amanah. Adapun hukum wadi’ah adalah boleh (mubah), berdasarkan firman Allah SWT.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”(An Nisaa ayat 58).
Ayat lain tentang wadi’ah pada Q.S. Al Baqarah :283. “………..tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Dan dijelaskan lagi dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at Tirmidzi dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Tunaikanlah amanat itu kepada kepada orang yang mempercayakan kepadamu, dan janganlah engkau berkhianat pada sesuatu yang dipertaruhkan orang kepadamu”
Dalil-dalil tersebut mengindikasikan bahwa peserta arisan diserahi suatu amanat ialah mendapat perintah yang tersirat langsung untuk tidak berkhianat atas kepercayaan orang lain kepadanya. Walaupun peserta sudah mendapat giliran dari rotasi setoran tersebut, maka harus mengikuti setoran selanjutnya yang menjadi hak peserta lain. Selama tidak ada hal-hal yang mengandung penipuan, pengkhianatan, ghibah, dharar, gharar, jahalah, atau riba, arisan halal dilakukan. (itm/hal).