fbpx

Tolong Menolong Dalam Kebaikan dan Taqwa

“…….. Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” [al-Mâidah/5:2]

Allah menganugerahkan manusia sifat dasar untuk cenderung tolong menolong antarsesama. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial yang tak bisa menyelenggarakan kehidupannya sendiri. Manusia yang satu tentu akan sangat membutuhkan pertolongan manusia lainnya. Atas anugerah yang Allah berikan kepada manusia inilah, Allah memberikan batasan kepada manusia bagaimana tolong menolong yang baik dan membuahkan pahala.

Allah telah menjelaskan perkara tersebut dalam surah Al-Maidah ayat 2. Sebagai umat di dalam hatinya ada iman Islam, kita wajib hanya tolong menolong dalam kebaikan dan dalam ketaqwaan terhadap Allah saja. Kita tidak diperbolehkan untuk tolong menolong dalam rangka menyebarkan keburukan yang membuahkan dosa dan murka Allah. Tentu hal ini sejalan dengan kebutuhan dasar hidup manusia yang menginginkan kehidupan yang tenang dan damai jauh dari huru hara.

Mengapa umat Islam harus saling menolong dalam ketaqwaan kepada Allah? Setiap segala perbuatan kita pasti didasari oleh sebuah landasan dan niat yang kuat. Misal, ketika kita hendak berangkat bekerja, apa alasan kita bekerja? Salah satunya tentu untuk mendapatkan nafkah bagi keluarga bukan? Nah demikian juga halnya dengan saling menolong yang harus kita sandarkan kepada taqwanya kita terhadap Allah. Ketaqwaan akan menjaga langkah kita agar selalu terhindar dari keburukan.

Bagaimana tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan yang Islam inginkan? Rasulullah telah mencontohkan perkara ini dengan peristiwa kaum Anshar yang menolong kaum Muhajirin.

Pada saat kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah, mereka meninggalkan semua harta benda di Mekkah. Keadaan geografis Madinah yang tanahnya subur tentu membuat perbedaan cara mencari nafkah dengan keadaan tanah Mekkah yang gersang. Di Madinah, penduduknya mencari nafkah dengan bertani karena tanahnya subur. Lain halnya dengan kaum Muhajirin yang mencari nafkah dengan berniaga. Tentu hal ini menjadi kendala bagi kaum Muhajirin untuk menetap dan mencari nafkah di Madinah.

Untuk menyelesaikan problematika ini, Rasulullah memberikan jalan keluar dengan mempersaudarakan antara penduduk Madinah yaitu kaum Anshar dengan kaum Muhajirin. Konsekuensi dari persaudaraan yang Rasulullah lakukan terhadap kedua kaum ini menuntut kaum Anshar untuk sangat memperhatikan kebutuhan dasar hidup saudara barunya.

Kaum Anshar sangat menyambut dan mengurusi semua keperluan saudaranya dari kaum Muhajirin. Mulai dari makan, minum, tempat tinggal, pakaian, mata pencaharian dan segala macam yang kaum Anshar butuhkan untuk bertahan hidup mereka bagi dan cukupkan pula untuk kaum Muhajirin. Antusiasme kaum Anshar dalam membantu membangun kehidupan kaum Muhajirin di Madinah Allah abadikan dalam surah Al-Hasyr ayat 9 yang artinya, “ Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshâr) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).”

Ada sebuah kisah yang melatarbelakangi turunnya ayat tersebut. Kisah tersebut diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang berbunyi, “Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam keadaan lapar), lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke para istri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Para istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali air”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshâr berseru: “Saya,” lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam !” Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali jatah makanan untuk anak-anak”. Orang Anshâr itu berkata: “Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya. Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malam ini Allah tertawa atau ta’ajjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya, (yang artinya): dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Sistem mempersaudarakan antara kaum Anshar dengan kaum Muhajirin terbukti jalan keluar yang tepat di tengah krisis yang tengah dialami oleh kaum Muhajirin yang baru saja berhijrah ke tempat yang sama sekali berbeda dengan kampung halaman mereka dan tanpa membawa bekal ataupun harta sedikitpun. Perlahan kehidupan dan perekonomian kaum Muhajirin di tanah kaum Anshar berangsur membaik dan dapat hidup mandiri tanpa memutus tali persaudaraan yang dieratkan oleh Rasulullah.

Pembaca yang Budiman, apa yang Rasulullah lakukan dalam implementasi dari surah Al-Hujurat ayat 10 yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”.  Setiap orang yang beriman kepada Allah akan menjadi saudara bagi orang lain yang juga di dalam hatinya ada Iman kepada Allah. Implikasi dari bentuk persaudaraan seiman sama seperti saudara karena pertalian darah atau ikatan pernikahan. Sebagai umat Rasulullah, kita wajib meringankan beban, menolong saat mereka membutuhkan bantuan, bekerja sama dalam hal kebaikan dengan mereka, saudara seiman kita.

Hati kita harusnya perih dan pedih ikut merasakan penderitaan jika ada saudara seiman yang hidupnya terlunta-lunta. Namun, empati saja tak cukup untuk membuat kita termasuk saudara yang baik bagi mereka. Kita memerlukan tindakan nyata untuk membuktikan kepada Allah bahwa kita hambaNya yang bertaqwa.

Manfaat Tolong Menolong dalam Kebaikan

Manfaat memberikan pertolongan tidak hanya dirasakan oleh mereka yang memperoleh pertolongan. Pertolongan yang diberikan selalu kembali kepada si pemberi pertolongan. Menolong sesama sama artinya dengan membangun dan meningkatkan kualitas hidup sebuah peradaban. Suatu kelompok tidak dapat dikatakan maju ketika ada satu saja dari anggotanya yang belum seberhasil lainnya. Yang perlu dilakukan agar semuanya berhasil dan maju adalah uluran tangan dan kemauan untuk membantu.

Lebih jauh lagi, segala jenis pertolongan akan selalu membuahkan hasil manis bagi penolong. Bukankah Allah sendiri yang telah menjamin hambaNya yang mau menolong dan meringankan beban orang lain maka Allah akan menggantinya dengan kemudahan-kemudahan terhadap segala urusan si penolong?

Dalam hadis lain, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menolong orang yang sangat membutuhkan, maka Allah mencatatnya sebanyak 73 ampunan. Satu ampunan terdapat kebaikan semua masalahnya, yang 72 (menaikkan) derajatnya pada Hari Kiamat. ” (HR. Bukhari dan Baihaqi).

Tolong menolong dalam kebaikan terhadap sesama dalam rangka meningkatkan ketaqwaan kepada Allah merupakan sebuah amalan utama yang banyak manfaatnya. Kiranya akan banyak masalah di negeri ini yang selesai bila kita menerapkan sistem tolong menolong. Tak perlu kita berpikir panjang dan mencari siapa yang dapat kita tolong. Coba kita rehat sebentar dari rutinitas dan perhatikan di sekeliling kita. Adakah rekan kerja yang satu ruangan dengan kita yang terlihat membutuhkan bantuan? Coba kita dekati dan tawarkan bantuan kepadanya seraya berkata, “Hei, apa yang perlu saya bantu?”

Penulis,
(DHQ)

 

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL