fbpx

Perbedaan Waris Dengan Wasiat

Harta yang dimiliki oleh seseorang bisa menjadikan pemiliknya hidup tentram dan nyaman bila ia menggunakannya dengan bijaksana. Bila ia tahu bagaimana harus mengelola harta tersebut dan bagaimana ia harus memberi pengertian kepada keluarganya, maka harta itu tak akan menjadi bebannya selama hidup bahkan tak akan menimbulkan masalah di kemudian hari saat ia meninggal.

Sebaliknya, jika ia gemar menghamburkan banyak uang untuk foya-foya ditambah lagi dengan ketidakmampuannya memberi pengertian kepada anggota keluarganya agar tidak merebutkan harta, maka seluruh harta kekayaannya hanya akan menjadi beban tersendiri baginya. Tak hanya itu, harta yang tidak dikelolanya dengan baik dan juga anggota keluarga yang tidak didik dengan baik tak jarang akan menimbulkan perpecahan dan bahkan pertumpahan darah.

Untuk itulah, Islam sebagai agama yang sangat memperhatikan keberlangsungan hidup penganutnya, mengatur sedemikian rupa dan sangat mendetail tentang pengelolaan harta yang dimiliki oleh seseorang. Dalam Islam, kita mengenal istilah waris dan wasiat. Keduanya memilikinya perbedaan makna meskipun keduanya berkaitan dengan harta.

WARIS

Waris ialah berpindahnya harta dari seseorang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup.  Dalam kitab al-Fiqhu al-Manhaji Ala Madzhabi al-Imam asy-Syafi’iy dijelaskan bahwa waris menurut istilah syar’i adalah hak kepemilikan harta untuk kerabat keluarga atau yang semisalnya seperti karena pernikahan (suami-istri) setelah meninggalnya si pemilik harta.

Dalam kaitannya dengan hukum waris, jika orang yang meninggal adalah umat Islam, maka pembagian harta warisan tidak memerlukan surat wasiat atau surat pembagian tertentu dari orang yang meninggal. Hal ini dikarenakan Allah telah mengatur langsung pembagian harta warisan di dalam Al-Qur’an dengan sangat detail. Berikut ketentuan pembagian harta warisan yang telah Allah jelaskan dalam Al-Qur’an.

  • Apabila suami yang meninggal, maka ahli waris yang berhak atas warisan tersebut dan berapa jumlah yang diterima oleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut;
  1. Anak laki-laki dan anak perempuan, maka anak laki-laki mendapat bagian dua kali bagian anak perempuan.
  2. Anak perempuan saja dan jumlahlah lebih dari dua orang, maka anak-anak perempuan tersebut mendapatkan 2/3 bagian.
  3. Anak perempuan tunggal mendapatkan ½ bagian.
  4. Ibu mendapatkan 1/6 bagian harta, jika almarhum mempunyai anak.
  5. Bapak mendapatkan 1/6 bagian harta, jika almarhum memiliki anak.
  6. Ibu mendapatkan ½ bagian harta, jika almarhum tidak memiliki anak.
  7. Ibu mendapatkan 1/6 bagian harta, jika almarhum mempunyai saudara kandung.
  8. Isteri mendapatkan ¼ bagian harta, jika almarhum tidak memilki anak.
  9. Isteri mendapatkan 1/8, jika almarhum memilki anak

Ketentuan pembagian ini dilandaskan pada surah An-Nisa ayat. 11 yang artinya,

“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

  • Apabila istri yang meninggal maka ahli waris yang berhak atas warisan tersebut dan berapa jumlah yang diterima oleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut;
  1. Suami mendapatkan ½ bagian harta, jika almarhumah tidak mempunyai anak.
  2. Suami mendapatkan ¼ bagian harta, jika almarhumah mempunyai anak.

Pembagian ini berdasarkan penjelasan Allah dalam surah An-Nisa ayat 12 yang artinya,

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”

Pembagian harta warisan yang sangat mendetail yang Allah jelaskan di dalam surah An-Nisa memberikan sebuah hikmah penting betapa Allah sangat menjaga harga diri, martabat, dan darah hambaNya. Allah yang Maha Mengetahui dan Mendengar tahu bahwa harta warisan merupakan perkara yang sangat sensitif dan memiliki potensi yang sangat besar terjadinya perselisihan yang tak jarang dapat mengakibatkan pertumpahan darah. Padahal, harta yang didapatkan dengan cara haram, seperti merampas hak orang lain, penghitungan yang tidak adil, bahkan sampai mengorbankan nyawa orang lain akan membuat harta tersebut kehilangan keberkahannya. Yang tersisa dari harta haram tersebut hanyalah kemudharatan yang akan terus menghantui pemilik barunya. Untuk itulah Allah menentukan sendiri bagian-bagian harta warisan yang didapatkan oleh setiap ahli waris.

WASIAT

Islam memandang wasiat tidak hanya berkisar tentang harta peninggalan saja. Lebih jauh lagi, wasiat merupakan perkara yang seharusnya diberikan kepada orang lain dalam rangka meneruskan kebaikan, seperti mewasiatkan ilmu yang bermanfaat, mewasiatkan nasihat-nasihat berharga, dan lain sebagainya. Seperti firman Allah dalam surah Al-Ashr ayat 3 yang arti, “kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”

Wasiat juga diperbolehkan dilakukan jikai kaitannya dengan pembagian harta. Namun, sebagaimana yang Rasulullah katakan, yang perlu diperhatikan adalah wasiat tidak diperuntukkan bagi ahli waris karena ahli waris telah memiliki perhitungannya tersendiri sebagaimana yang telah kita bahas di atas. Wasiat juga wajib dilakukan bagi mereka yang memiliki banyak harta. Tujuannya adalah agar harta tersebut, sepeninggalnya dia, tidak menjadi sesuatu yang diperselisihkan bahkan diperebutkan antara anggota keluarga lain.

 

Penulisan atau pembuatan wasiat pun juga ada persyaratannya.

Pertama, wasiat berupa harta yang akan diberikan selain kepada ahli waris tidak boleh melebihi 1/3 dari harta yang dimiliki. Hal ini terungkap dalam sebuah hadits yang isinya,

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjengukku ketika haji Wada’, karena sakit keras. Aku pun berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya sakitku sangat keras sebagaimana yang engkau lihat. Sedangkan aku mempunyai harta yang cukup banyak dan yang mewarisi hanyalah seorang anak perempuan. Bolehkah saya sedekahkan 2/3 dari harta itu?” Beliau menjawab, “Tidak.” Saya bertanya lagi, “Bagaimana kalau separuhnya?” Beliau menjawab, “Tidak.” Saya bertanya lagi, “Bagaimana kalau sepertiganya?” Beliau menjawab, “Sepertiga itu pun sudah banyak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedua, wasiat tidak diperbolehkan untuk para ahli warisnya.

Untuk menjaga dan menjamin amanah seseorang yang hendak meninggal tetap terlaksana di kemudian hari, orang yang bertindak sebagai saksi, surat wasiat, dan pengacara sangat diperlukan kehadirannya.  Dengan hadirnya ketiga elemen hukum ini, wasiat akan memiliki kedudukan dan hukum yang kuat untuk menghindari perselisihan di kemudian hari.

***

Demikianlah perbedaan waris dengan wasiat yang berkaitan erat dengan pembagian harta selepas seseorang meninggal. Seperti yang telah dijelaskan di awal, Islam sangat memperhatikan perkara-perkara yang kelak akan dialami oekh manusia. Untuk itu, selain mengajarkan bagaimana mempersiapkan diri menjalankan kehidupan di akhirat, Allah juga telah mengatur dengan sangat detail perkara yang erat kaitannya dengan urusan duniawi seperti harta warisan.

Ingat, harta yang didapatkan dengan cara halal akan membawa keberkahan yang terus bertambah bagi pemiliknya. Sebaliknya, harta yang didapatkan dengan merampas hak orang lain bahkan smapai menumpahkan darah.

Penulis,
(Desy Husnul)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL