fbpx

Akhirnya Jajat Bertanya, Pemenang Lomba Menulis Feature Al Bayan Mandiri Expo 2018

 

Akhirnya Jajat Bertanya

Oleh: Yuliyanti

Pancaran matahari pagi bersinar dengan terangnya. Hari itu, Sabtu, 24 Februari 2018. Anak-anak berlarian menuju sekolah mereka. Jam di kamarku menunjukkan pukul 07.20 WIB, aku bergegas menuju tempat di mana aku bertemu dengan temanku dan murid-muridku. Di tempat inilah aku belajar, berbagi ilmu, berbagi senyuman bahkan gurauan. MI Al Bayan Mandiri adalah nama sekolahku. Walaupun sekolah kami terletak di daerah terpencil yang jauh dari keramaian bahkan kemewahan, aku bangga bisa mengabdi dan mengamalkan ilmu yang aku punya dan hidupku bermanfaat untuk orang lain. Ya, inilah pilihan hidupku. Dengan mengajar aku bisa belajar terus sampai akhir hidupku nanti. Tak terasa sudah tujuh tahun sudah aku mengajar di sekolah harapanku ini.

Rumahku tak begitu jauh dari sekolah, hanya terhalang satu rumah saja dengan sekolah. Pukul 07.25 aku tiba di kantor, bertemu dengan teman guruku yang lain. Seperti biasanya, kami saling bertegur sapa dan saling memberikan semangat mengajar dengan gurauan atau candaan.

Suara bel sekolah berbunyi. Salah satu guru menekan bel sekolah sebanyak tiga kali, pertanda waktu masuk kelas. Jam di kantor sekolah menunjukkan pukul 07.30 WIB, murid-murid berlarian menuju kelasnya masing-masing setelah sebelumnya mereka melaksanakan sholat dhuha dan tadarusan bersama di masjid sekolah kami. Itu rutinitas mereka setelah program sholat dhuha dan tadarus menjadi bagian penting dari program sekolah kami dalam membentuk karakter siswa.

Aku segera menuju kelas kelas IV, kelas bimbinganku tahun ini. Di dekapanku buku pelajaran IPA sudah siap untuk aku ajarkan. ‘Perubahan Kenampakkan Langit’ adalah materi untuk hari ini. Seperti biasanya aku masuk kelas, mengucap salam sebagai pembuka, berdoa bersama, mengabsen, menanyakan kabar, dan mengulas materi sebelumnya.

Setelah melakukan apersepsi, aku meminta mereka untuk mencatat beberapa materi. Ini menjadi hal pokok karena buku paket dari pemerintah yang seharusnya dimiliki tiap siswa belum ada di sekolahku. Sekitar 20 menit berlangsung murid-murid asik memenuhi buku mereka dengan catatannya.

Terdengar suara pintu diketuk dari luar. Ternyata Pak Mahpud, guru PJOK  yang datang ke kelas untuk mengumumkan bahwa siswa yang mengikuti perlombaan senam pramuka, supaya ikut berlatih di luar ruangan atau ke lapangan sekolah. Kebetulan perlombaan itu akan dilaksanakan esok harinya. Dan dengan izinku, serempak murid yang akan mengikuti perlombaan itu meninggalkan kelas. Setidaknya ada 6 siswa kelas IV yang mengikuti perlombaan itu. Icha, Jatmiko, Hamidah, Mega, Hellen dan Azis. Mereka adalah siswa yang terpilih dan merupakan siswa berprestasi di kelas.

Di dalam kelas hanya tersisa 12 orang siswa, suasana kelaspun menjadi hening, tak sericuh sebelumnya. Usai mencatat, aku mencoba menjelaskan dan mereka pun menyimak dengan seksama.

“Sampai di sini ada yang mau bertanya?” tanyaku kepada semuanya. Ternyata tidak ada satu orangpun yang mengacungkan tangan untuk bertanya. Kemudian aku lanjutkan penjelasan berikutnya. Aku tunjuk satu orang siswa dan aku pun mulai bertanya.

“Coba Uthlu kamu sebutkan benda langit apa saja yang pernah kamu lihat?” Tanyaku kepada Uthlu dengan nada yang keras dan penuh semangat supaya Uthlu percaya diri untuk menjawabnya. Kemudian Uthlu pun menjawabnya dengan penuh keyakinan.

“Matahari, bulan dan bintang Bu,” jawab Uthlu.

“Bagus tepat sekali jawabanmu Uthlu…!” Aku mengangguk sambil mengacungkan jempol tangan kananku.

“Terima kasih Bu…!” Uthlu membalas.

Dan ternyata pujianku kepada Uthlu itu, memancing rasa ingin tahu siswa yang lain dan tiba-tiba saja kelaspun mendadak ricuh karena banyak yang bertanya.  Dengan nada yang bersahutan keras dan tak jelas terdengar, mereka mengacungkan tangan.

“Bu, kenapa bulan selalu berubah bentuk?” tanya Riki.

“Bu, bagaimana terjadinya siang dan malam?” tanya Sahrul.

“Bu, bagaimana terjadinya gerhana matahari?” Tanya Riski.

“Bu, kata ibu bumi ini berputar mengelilingi matahari, tapi kenapa kita tidak bisa merasakan bumi ini berputar?” dan itu pun Rian yang bertanya.

Dengan terlebih dahulu aku memuji mereka karena sudah berani bertanya, satu persatu aku menjawab pertanyaannya. Aku bangga karena mereka mulai berani bertanya. Bahkan siswa yang setiap belajar sama sekali belum pernah bertanya, hari itu mengeluarkan pertanyaan.

Dengan nada yang pelan dan tidak yakin, terdengarlah sebuah pertanyaan.

“Bu, kenapa di luar angkasa itu kita bisa melayang?” Aku pun menoleh ke sumber suara itu. Ternyata Jajat Jatmika yang bertanya.

Seketika itu pun aku terkejut bahkan merasa aneh dan kaget. Jajat Jatmika yang  biasanya cuma terdiam dan tidak pernah bertanya, pada saat itu berani untuk bertanya. Perasaan tak karuan, haru dan bangga menghampiriku. Dengan tersenyum, terlebih dahulu aku memuji pertanyaan Jajat, maka aku pun coba untuk menjawabnya.

“Begini Jajat, itu terjadi karena di luar angkasa itu tidak adanya gaya gravitasi,” jawabku.

“Coba siapa yang pernah melihat keadaan di luar angkasa, atau mungkin kalian pernah melihat di tv?” tanyaku untuk memancing semangat mereka. Serempak semuanya menjawab, “pernah lihat Bu, di Upin dan Ipin!”

Dan aku pun tersenyum riang karena mereka bisa mengingat hal bermanfaat dari apa yang mereka tonton. Ya, Upin dan Ipin adalah kartun kesukaan anak-anakku juga. Memang dalam setiap tayangan kartun tersebut terdapat pembelajaran-pembelajaran yang positif.  Dalam hatiku berkata mungkin Jajat bertanya seperti itu karena dia mengingat apa yang dia tonton di cerita Upin dan Ipin. Kemudian aku bertanya kembali,

“Apa sih gaya gravitasi itu, ada yang tau?” tanyaku.

Di sudut kelas terdengar ada yang menjawab,

“Gaya tarik bumi, Bu!” Azizah menjawab.

“Ya, betul sekali jawabanmu, Azizah, darimana kamu tahu itu gaya tarik bumi?” tanggapku.

Azizah menjawab, “aku baca- baca dibuku, Bu!”

Setelah semua pertanyaan terjawab, aku lihat jam di kelas sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB tanda pergantian jam. Maka aku segera menyimpulkan dan menyudahi pembelajaran. Tak lupa aku memberitahukan materi apa yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Dengan mengucapkan salam aku meninggalkan kelas.

Sambil berjalan menuju kantor sekolah, dalam hatiku tak henti-hentinya aku bertanya, kenapa hari ini anak-anak menjadi berani untuk bertanya. Senang tentunya menemukan hal seperti ini. Bahwa kunci belajar adalah bertanya.

Dari peristiwa itu aku menyimpulkan bahwa pada dasarnya setiap anak tidak ada yang bodoh, tetapi daya serap anak memang berbeda-beda. Ada yang cepat dalam penyerapan materinya dan ada yang lambat. Bahkan siswa yang daya serapnya tinggi pada pelajaran A, belum tentu tinggi juga pada pelajaran lain.

Setiap anak pada hakikatnya mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Pada kesempatan yang lain mereka hanya terdiam, mungkin mereka merasa ada yang lebih pintar sehingga mereka tidak percaya diri bahkan merasa takut atau malu untuk bertanya. Solusinya adalah guru harus pandai menyesuaikan pemberian materi kepada anak, misalnya dengan memberikan perhatian khusus pada anak yang dalam penyerapan materinya lebih lambat.

Guru harus kreatif dalam mengajar, contohnya dengan memilih media yang akan di gunakan dalam pembelajaran, seperti alat peraga, media audio visual yang akan lebih merangsang kreativitas dan daya ingat siswa. Karena dengan media anak jadi lebih cepat menangkap materi, lebih paham daripada hanya mendengarkan. Pada dasarnya mengajar itu tidak boleh monoton yang membuat siswa jenuh berada di kelas, harus ada hal yang mendukung seperti model pembelajaran atau media. Sekali-kali siswa juga perlu diajak observasi ke luar kelas.

Semenjak aku dan guru-guru di  MI Al Bayan Mandiri ini  mendapatkan pendampingan  dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Mandiri Amal Insani (MAI) Foundation, aku bisa menerapkan ilmu yang aku dapat dari pendampingan tersebut. Contoh kecilnya adalah dengan aku mengajar menggunakan berbagai model dan media sehingga  anak lebih cepat menangkap dan menyerap materi serta lebih menyenangkan dalam belajar.

RELATED ARTIKEL