WAKAF PRODUKTIF
Oleh: Dr. Fahruroji, Lc, MA
Wakaf produktif bagi sebagian orang masih dianggap sebagai istilah baru atau bahkan istilah asing/tidak dikenal dalam perwakafan. Sesungguhnya wakaf produktif bukan sebagai istilah yang baru dikenal atau dipraktikkan saat ini, namun ia memiliki akar yang kuat dalam sejarah awal perkembangan wakaf di mana Rasulullah telah memerintahkannya, bahkan beliau juga melaksanakannya.
Sejarah perwakafan mencatat bahwa wakaf produktif pertama kali dipraktikkan oleh Rasulullah dengan mewakafkan tujuh bidang kebun kurma di Madinah. Kebun kurma ini awalnya milik seorang Yahudi yang bernama Mukhairiq yang bersimpati kepada Rasululah. Ia ikut berperang dengan pasukan Islam dalam perang Uhud dan berpesan kepada Nabi: Jika saya terbunuh maka kebun kurma milik saya menjadi milik Rasulullah. Mukhairiq terbunuh pada Perang Uhud sehingga kebun kurma itu dimiliki oleh Rasulullah lalu beliau mewakafkannya.
Wakaf produktif berikutnya dilakukan oleh Umar bin Khattab atas tanah miliknya di Khaibar. Umar meminta petunjuk kepada Rasulullah tentang tanah tersebut, lalu Rasulullah menganjurkannya untuk menahan tanahnya dan menyedekahkan hasilnya. Sabda Rasulullah:
…إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا…
Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan hasilnya.
Hadis tersebut menjadi dasar hukum wakaf produktif, dan dari hadis itu dapat disimpulkan bahwa wakaf produktif adalah harta benda wakaf yang dikelola atau pengelolaannya untuk suatu kegiatan yang menghasilkan keuntungan untuk disalurkan pada program-program peningkatan kesejahteraan umat. Jadi, apapun kegiatan perwakafan baik pendidikan, kesehatan, ekonomi/bisnis, dan sebagainya selama dalam pengelolaannya memberikan hasil atau keuntungan maka hasil atau keuntungan itu harus dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan umat. Lanjutan hadis Rasulullah di atas menegaskan tentang penyaluran hasil pengelolaan wakaf:
…فَتَصَدَّقَ عُمَرُ فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ…
Umar menyedekahkan hasilnya kepada faqir miskin, kerabat, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu.
Dari praktik dan hadis tersebut, jelas bahwa wakaf produktif bagian dari wakaf yang diajarkan dan dipraktikkan oleh Rasululah dan sahabatnya. Oleh karena itu, wakaf tidak terbatas pada masjid, musholla, majelis taklim, kuburan, panti asuhan, sekolah, universitas, madrasah, dan pesantren, tetapi mencakup apa saja yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umat. Karena itu pula, maka harta benda yang diwakafkan dapat berbentuk tanah, toko, kantor, rumah, rumah sakit, hotel, pabrik, kendaraan, uang, surat berharga, dan sebagainya yang pengelolaannya menghasilkan keuntungan atau manfaat.