fbpx

Terima Kasih, Wahai Pejuang Nafkah

”Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daus as, memakan makanan dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Bukhori)

Bekerja merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang masih Allah berikan nafas padanya. Bekerja berarti meyakini ketetapan Allah akan rezeki yang Allah berikan kepadanya di muka bumi ini. Bekerja juga sebagai suatu pengaplikasian rasa syukur atas nikmat sehat dan umur yang Allah berikan kepadanya.Dengan bekerja kita juga meneladani para Nabi dan orang-orang sholeh terdahulu.

Nabi Muhammad memenuhi kebutuhannya dengan cara berniaga. Bahkan beliau terkenal sebagai saudagar ulung yang memiliki sifat jujur dan amanah. Maka tak heran, di usianya yang masih muda Nabi Muhammad memiliki banyak harta yang bersumber dari keuntungan perniagaannya.

Nabi yang lain juga bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Syeikh An Nawawi menyebutkan sejumlah profesi dari para nabi dengan mengutip penjelasan dari Ahmad As Suhaimi. Seperti Nabi Adam AS sebagai nabi pertama di dunia memiliki profesi sebagai petani. Nabi selanjutnya yang dijelaskan Syeikh An Nawawi yaitu Nabi Idris yang berprofesi sebagai penjahit. Lalu Nabi Nuh dan Nabi Zakaria berprofesi sebagai tukang kayu. Nabi Musa bekerja sebagai penulis yang menulis Taurat dengan tangannya sendiri, selain juga bekerja untuk Nabi Syuaib. Nabi Daud berprofesi sebagai tukang besi dan Nabi Sulaiman mengayam daun kurma.

Bekerja merupakan salah satu bentuk sedekah yang sangat besar keutamannya. Allah menyamakan mereka yang bekerja mencari penghidupan yang halal dengan orang yang berjihad di peperangan. Oleh karena itu, orang yang meninggal saat sedang bekerja in syaa Allah akan Allah berikan keistiewaan, yaitu mati syahid. Hal ini Rasulullah jelaskan dalam sebuah hadits yang berbunyi, ”Memangnya jihad di jalan Allah itu hanya yang terbunuh (dalam perang) saja? Siapa yang bekerja menghidupi orangtuanya, maka dia di jalan Allah, siapa yang bekerja menghidupi keluarganya maka dia di jalan Allah, tapi siapa yang bekerja untuk bermewah-mewah (memperbanyak harta), maka dia di jalan thagut.” (HR. Thabrani)

Bekerja mencari nafkah harus diniatkan untuk mencari ridho dan pahala dari Allah. Jika kita bekerja setiap hari membanting tulang hanya demi memenuhi tanggung jawab semata, belum tentu akan mendapatkan pahala. Apapun hasil dari pekerjaan yang kita tekun dan kita berikan kepada keluarga akan Allah hitung sebagai sedekah. Rasulullah bersabda, ”Harta yang dikeluarkan sebagai makanan untukmu dinilai sebagai sedekah untukmu. Begitu pula makanan yang engkau beri pada anakmu. Itu pun dinilai seekah. Begitu juga makanan yang engkau beri pada istrimu. Itu pun bernilai sedekah untukmu. Juga makanan yang engkau beri pada pembantu, itu juga termasuk sedekah.” (HR. Ahmad)

Bekerja umumnya dilakukan oeh kaum Adam, meskipun dewasa ini semakin banyak kaum hawa yang terjun ke dunia pekerjaan entah karena desakan ekonomi atau untuk mengembangkan karier yang diinginkan oleh kaum hawa yang bekerja. Di pundak merekalah masa depan keluarga dan generasi bangsa diletakkan. Esensi bekerja adalah memaksimalkan apa yang kita miliki untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Bekerja juga harus memperhatikan beberapa faktor.

Nafkah harus dicari dan menghasilkan sesuatu yang halal. Allah melarang menyedekahkan harta yang haram kepada orang lain. Apalagi nafkah. Nafkah akan menjelma menjadi daging dan darah yang mengalir ke tubuh orang yang dinafkahi. Lalu asal muasal nafkah (halal atau haram) akan mempengaruhi kepribadian seseorang.

Hasil dari nafkah juga perlu dikelola dengan baik. Sebagian digunakan untuk kebutuhan hidup di dunia dan sebagian lagi digunakan untuk berbisnis dengan Allah atau bersedekah. Tentunya kita tidak ingin merugi di akhirat nanti setelah di dunia kita bersusah payah mengusahakan kehidupan yang layak. Jangan sampai kita lalai bersedekah agar harta hasil bekerja di dunia dapat kita bawa ke akhirat nanti.

Bekerja juga sebuah bentuk penyerahan diri secara total dari seorang hamba kepada takdir Allah. Memasrahkan diri bukan berarti menyerah dan menerima apa saja keputusan Allah. Pasrah menuntut pelakunya untuk berikhtiar dahulu untuk kemudian mempercayakan pada Allah hasil akhirnya. Seorang hamba yang bekerja memasrahkan berapapun hasil yang akan didapatkannya kepada Allah karena ia yakin rezeknya tak tertukar dengan yang lain. Dengan sikap berpasrah seperti ini kita akan lebih mudah mensyukuri apa saja yang Allah berikan kepada kita.

Bekerja lebih baik dari pada mengemis

Dari Abu Abdillah, yaitu Al-Zubair ibn Al-Awwam ra berkata: Rasulullah bersabda, ”Sekiranya seseorang di antara kalian mengambil tambang lalu pergi ke gunung, kemudian dia datang kembali dengan membawa seikat kayu bakar di punggungnya, lalu menjualnya, kemudian dengan cara sedemikian itu Allah mencukupkannya, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang, bisa jadi dia diberi dan bisa jadi dia tidak diberi.” (HR. Bukhori)

Allah memang telah menjamin rezeki bagi setiap makhluknya. Namun, untuk mendapatkan rezeki itu, Allah perintahkan kita untuk mencarinya dan bersabar atas hasilnya. Mengemis dan meminta kepada sesama hamba dalam karena malas bekerja haram hukumnya. Kedua hal itu sama saja dengan merendahkan harga diri pelakunya. Bekerjalah maka Allah ganti lelahmu dengan pahala. Jika kau mengemis karena malas bekerja, Allah ganti dengan dosa.

Yuk salurkan sedekah terbaik anda melalui www.maiberbagi.or.id

Penulis,
(DHQ)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL