fbpx

Cara Melatih Nafsu

Pernahkah kita merasakan pergolakan batin ketika ada dua bisikan dalam diri kita untuk melakukan hal yang bertolak belakang? Satu bisikan mengatakan kebaikan sedang bisikan lainnya menyuruh pada keburukan, pernah mengalami hal demikian? Itu adalah bentuk nafsu. Pernahkah pula kita dihadapkan pada dua pilihan sikap dalam menangani sesuatu? Kita ambil contoh tentang perbuatan mencuri. Seorang anak remaja melihat wanita paruh baya kaya raya yang sedang berbelanja di supermarket, ketika akan membayar dengan mengambil uang dari dompet dan akan memasukkannya kembali ke tas belanjaan, wanita itu tidak sengaja menjatuhkan dompetnya. Kemudian ia pergi menuju tempat belanjaan lain tanpa menyadari dompetnya yang terjatuh tadi. Remaja tadi melihat kejadian tersebut. Dalam benaknya terbersit dua suara bersebrangan yang ia pun bingung harus menunaikan yang mna. Satu bisikan menyuruhnya mengembalikan dompet wanita tersebut karena itu barang berharga miliknya. Di sisi lain, bisikan yang tidak kalah kuat mengajaknya untuk mengambil saja dompet itu, memakai uang beserta fasilitas di dalamnya untuk kesenangan dirinya, tanpa mengembalikan dompet tersebut pada pemiliknya. Toh, ini rezekinya, tidak ada yang tahu ia mengambil dompet itu. Anggap saja ini rezeki nomplok, kebetulan dirinya tidak punya uang, sedang kebutuhan hidup mendesak kemudian tanpa direncakan ia menemukan dompet wanita kaya raya. Mungkin ini cara Tuhan menolongnya. Begitu pikirnya. Dua ajakan yang entah dari mana arahnya yang sama-sama kuat, membuat dirinya goyah bertindak adil. Pernahkah kita alami kejadian serupa remaja tersebut? Kesimpulannya terletak pada sikap yang akan dilakukan remaja itu setelah menerka dua bisikan tadi. Jika ia mengikuti bisikan kedua yang mengajaknya membelanjakan isi dompet yang bukan haknya itu tanpa bermaksud mengembalikan pada si empunya, maka ia telah bertindak zalim, nafsu telah memengaruhinya. Namun jika ia mengikuti bisikan pertama maka sejatinya ia telah berhasil melatih nafsunya.

Sudah jelas ya, Sahabat? Sesungguhnya nafsu itu dikategorikan dalam dua hal, nafsu syahwat yang mengarahkan pada keburukan dan kekejian, yang kedua ialah nafsu yang dirahmati Tuhan (Allah). Jika segala aktivitas hidup mampu menyukseskan kita untuk senantiasa memilih nafsu yang dirahmati Allah (Nafsul Muthmainnah) tandanya kita telah berhasil melatih nafsu kita. Mari kita simak bersama firman Allah dalam QS: Yusuf : 53 yang artinya: “Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.”

Sejatinya hidup ialah melatih manusia melewati pergolakan batin yang kerap terjadi kapanpun dan dalam situasi apapun. Hal demikian dikarenakan Allah telah menciptakan tiga jenis nafsu untuk melatih manusia menggunakan akal dan hatinya dalam menentukan sikap hidup sebaik-baiknya makhluk paling mulia yang diciptakan Allah. Tiga jenis nafsu tersebut ialah:

  • Nafsul Ammaarah, jenis nafsu paling buruk, tercela, dan keji. Nafsu inilah yang sellau mengajak manusia dalam amalan keburukan dan menyesatkan manusia untuk memiliki penyakit hati, seperti iri, dengki, kikir, su’udzan, fitnah, benci. Nafsu ini pula yang mengarahkan manusia untuk bertindak zalim serta berbuat dosa-dosa besar yang dibenci Allah, seperti bergunjing, dusta, memfitnah, mengadu domba, menyebarkan berita dusta, membuat perpecahan, mencuri, menjambret, merampok, memperkosa, membunuh, memutilasi, menghardik, membantai, dan korupsi. Kita lihat QS: Al-Baqarah : 30 yang artinya “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikannya (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami snenatiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku Mengetahu apa yang tidak Kamu ketahui.”

Ayat ini menjadi bukti kekejian manusia yang memiliki nafsul ammaarah. Manusia dengan karakteristik yang selalu berbuat kerusakan dan menumpahkan darah.  

  • Nafsul Lawamah, nafsu ini membuat manusia menjadi munafik karena statusnya berada di tengah-tengah. Manusia kerap berbuat zalim dan hal-hal yang dibenci Alllah namun kadangkala ia merasa bersalah dan khilaf lalu ia berbuat kebajikan. Ketika nafsu amarahnya lebih dominan, ia melakukan kezaliman dan bermaksiat kembali. Begitu seterusnya. Tipe manusia dengan nafsu lawamah ini tidak memliki pendirian dan lambat-laun akan menghancurkannya.
  • Nafsul Muthmainnah, nafsu inilah yang dicintai Allah. Nafsu yang senantiasa mengajak manusia pada kebaikan dan jalan kebenaran. Inilah nafsu yang mengindikasikan manusia pada kesuksesan melatih nafsunya. Inilah nafsu yang selalu mengarahkan manusia untuk beribadah kepada Allah. Menunaikan segala perintah dan menjauhi laranganNya sebab nafsu ini membuat manusia selalu merasa rindu bertemu dengan Allah. Maka dia selalu ingin merasa dekat dengan Allah. Nafsul muthmainnah dapat kita temui gambarannya dalam firman Allah QS: Al-Fajr :

“Wahai jiwa yang tenang ! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridaiNya, maka masukanlah ke dalam golongan hamba-hambaKu, dan masukanlah ke dalam surgaKu.”

Ada dua garis besar kategori nafsu, yakni Ammaarah yang mengajak manusia pada keburukan dan Muthmainnah yang mengarahkan manusia pada kebaikan. Tandanya Allah memberikan kesempatan manusia untuk memilih keduanya dengan mempergunakan modal yang telah Allah anugerahkan. Dua potensi sebagai modal manusia untuk melatih nafsu mereka ialah akal dan hati nurani. Inilah dua harta benda yang hanya dimiliki manusia, tidak dengan makhluk Allah lainnya. Melalui akal dan hatilah manusia dapat melatih nafsunya agar memenangkan nafsul muthmainnah dan mengalahkan bisikan setan yang seyogianya akan terus menggoda manusia dari arah manapun. Seperti tekad setan dalam QS: Ibrahim : 22, yang berbunyi,

“Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan sekadar aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku tapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu menyekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.” Sungguh, orang zalim yang akan mendapatkan siksa yang pedih.”

Demikianlah janji dan tekad setan untuk terus menggoyah keimanan manusia namun sesungguhnya ia tidak bertanggung jawab atas keputusan manusia. Setan hanya bertugas membisikan dan menyeru manusia pada keburukan, selanjutnya akibat yang terjadi adalah murni kembali pada sikap manusia tersebut, akankah ia terpengaruh bisikan setan denga melakukan keburukan atau memeranginya, melatih nafsu setan tersebut dengan ‘membanting stir’ ke arah kebaikan. Dari sini dapat terlihat bahwa nafsu dapat dilatih dengan memaksimalkan potensi akal dan hati nurani yang Allah anugerahkan pada manusia.

Itulah mengapa melawan hawa nafsu dan mengendalikannya merupakan jihad yang amat besar. Diriwayatkan oleh Ibnu An-Najjar dari Abu Dzarr RA. Juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan Ad-Dailami, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ush-Shaghir no 1099, hadits ini derajatnya shahih, “Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad (berjuang) melawan dirinya dan hawa nafsunya.”

Hadits tersebut menyatakan bahwa jihad yang paling utama ialah melawan hawa nafsu yang ada dalam dirinya sendiri. Seperti kisah analogi pergolakan batin yang telah dipaparkan di paragraf awal membuka tulisan ini. Cara manusia mengendalikan dirinya dari hawa nafsu pun dikuatkan dalam ungkapan lain bahwa bukanlah dengan bergulat sesorang dikatakan kuat dan tangguh namun dia yang mampu mengendalikan amarah dan emosi jiwanya. Ini menjadi penegasan pula betapa hawa nafsu adalah PR besar dan musuh penting diri kita sendiri. Mari kita ingat dan sadari bahwa nafsu dikategorikan dalam nafsu yang baik dan buruk. Nafsu yang buruk tentu mengarahkan kita pada kemaksiatan dan ahl-hal yang dibenci Allah, nafsu ini datang dari seruan setan dan iblis laknatullah. Setan hanya membisikan dan memengaruhi bukan membuat keputusan atas apa yang akan manusia pilih dan lakukan. Setan berjanji bahwa ia tidak bertanggungjawab atas jalan buruk yang dipilih manusia, ia hanya menghembuskan perngaruh dan manusia mengikutinya. Manusialah yang menentukan keburukan bagi dirinya sendiri. Di akhirat kelak, setan pun tidak mengambil tanggungjawab atas hukuman yang diterima manusia sebab terpengaruh seruannya. Maka baiknya kita sadari bersama bahwa setan akan selalu menjadi musuh nyata manusia. Ia ditugaskan Allah untuk menggoda, memengaruhi, dan menyeru pada kejelekkan agar manusia tersesat dan bertindak zalim, sekaligus menjadi teman setianya di akhirat nanti. Patutnya kita sadari pula bahwa kita masih memiliki bekal akal dan hati nurani dengan ilmu dan iman yang mampu berjihad menerangi pengaruh setan dalam diri kita. Dengan begitu, semestinya kita menang dari godaan setan dengan melatih nafsu-nafsu yang menyesatkan dalam diri kita menjadi nafsu yang dirahmati Allah. Semoga Allah Subhanahu wata’ala selalu memberikan kita kekuatan dan keimanan yang besar untuk berjihad melawan hawa nafsu kita agar kembali menjadi hamba yang mukhlis dengan jiwa yang berhiaskan nafsul muthmainnah. Aamiin.

Yuk Salurkan Sedekah terbaik anda melalui www.maiberbagi.or.id

Penulis,
(DHQ)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL