fbpx

Bila Anak Tak Mau Dikhitan

Apa yang terbersit di benakmu ketika mendengar kata “khitan” atau “sunat”? Jika kamu pria, mungkin imajinasimu akan kembali berputar pada memori masa kecil yang menakutkan sekaligus menyenangkan. Takut karena rasa sakit yang dialami ketika prosesi khitan berlangsung dan rasa senang karena banyak kejutan berupa hadiah yang didapatkan setelah prosesi khitan selesai. Terlebih jika ketika dikhitan dulu tempat tinggalmu di desa atau perkampungan yang masih kental dengan budaya dan tradisi leluhur tentang khitan. Seperti misalnya, anak yang dikhitan akan diarak keliling kampung dalam rangka hajat atau pesta mensyukuri jenjang yang dilalui oleh sang anak, tandanya sang anak sudah beranjak dewasa. Tradisi lain pun seperti memberikan hadiah, baik berupa uang ataupun barang untuk anak yang dikhitan. Ini dimaksudkan agar menghibur hati si anak sebab melalui rasa sakit dan perih pascaprosesi khitan/sunatnya. Tidak jarang pula, sebagai tradisi khitanan anak, orangtua sampai membuat hajatan besar-besaran, pesta rakyat hampir serupa dengan hajatan pernikahan. Sampai-sampai didirikan tenda hajat, panggung hiburan, dibuatkan kartu undangan pesta khitan (khitanan) dengan wajah sang anak di depan halamannya. Tidak ketinggalan, sang anak pun didandani tak ubahnya pengantin yang sehari menjadi raja. Sebuah pemandangan realitas yang menarik sekaligus menggelitik. Inilah bentuk kekayaan tradisi yang terjadi di bumi pertiwi kita; Indonesia.

Khitan atau sunat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna berpotong kulup; khitan. Dalam istilah medis khitan/sunat disebut juga sebagai sirkumsisi. Pada dasarnya adalah pemotongan sebagian dari preputium (kulit yang menutupi penis) sehingga keseluruhan glans (kepala penis) penis menjadi terlihat. Bayi laki-laki yang baru lahir memiliki lapisan kulit pelindung tambahan pada bagian kepala penis (glans). Lapisan kulit ini disebut dengan kulup atau preputium. Saat lahir, preputium ini melekat pada kepala penis dan ini merupakan hal yang normal. Seiring dengan pertumbuhan anak yang makin besar, preputium mulai memisah dari kepala penis secara alami. Preputium ini harus benar-benar memisah dari kepala penis (glans) pada saat pubertas atau bisa saja terjadi lebih cepat pada anak usia 5 tahun. Ketika hal itu terjadi (preputium hampir lepas dari kepala penis) maka inilah saat yang tepat untuk menunaikan khitan/sunat. Mari kita lihat definsi lain dari khitan/sunat yang disampaikan oleh Ustadz Armen Halim Naro bahwa Al-Khitan diambil dari bahasa Arab; kha-ta-na  yang artinya memotong. Sebagian ahli bahasa mengkhususkan lafadz khitan untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan disebut dengan khifadh. Adapun dalam istilah syariat, dimaksudkan dengan memotong kulit yang menutupi kepala zakar bagi laki-laki, atau memotong daging yang menonjol di atas vagina, disebut juga dengan klitoris bagi wanita.

Lalu bagaimanakah posisi Khitan dalam hukum agama Islam? Apakah seluruh anak, baik laki-laki maupun perempuan harus dikhitan? Apa manfaatnya?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini mari kita lihat firman Allah dalam QS: Al-Baqarah : 124, berbunyi:

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi umat manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “Dan (juga) dari anak cucuku?” Allah berfirman, “(Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”

Perintah khitan ditegaskan pula dalam hadits berikut, “Abu Hurairah RA berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Fitrah itu ada lima; Khitan, Mencukur bulu kemaluan, Memotong Kumis, Menggunting kuku, dan Mencabut Bulu ketiak.” [Diterbitkan oleh Al-Bukhari (6297-Fathul Bari), Muslim (3/257-Nawawi), dan beberapa yang lainnya.

Kedua sumber tadi menjelaskan anjuran khitan/sunat yang diawali sebagai bentuk perintah Allah pada nabi Ibrahim AS; bapaknya para Nabi. Memang tidak digambarkan secara gamblang dan eksplisit dalam Quran dengan kalimat seperti, “Hai orang-orang yang beriman! Ajarilah anakmu berkhitan!” Tidak demikian… namun asbabun nuzul turunnya ayat Allah QS: Al-Baqarah : 124 tadi berdasarkan pada seruan Allah pada Ibrahim soal beberapa perintah Allah sebagai bentuk ujian untuk ketaatan Ibrahim yang salah satunya mengenai khitan. Pun penjelasannya ditafsirkan pada hadits Al-Bukhari tadi bahwa khitan ialah satu dari lima jenis fitrah. Adapun sebuah sumber menyebutkan bahwa nabi Ibrahim AS menunaikan perintah khitan pada usia 80 tahun menggunakan kapak. Ini menandakan bahwa betapa pentingnya perintah khitan yang diterima Ibrahim dari Allah SWT bahkan di usia sangat tua pun, ia tetap melaksanakannya, apapun caranya. Pendapat ini termaktub dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, nabi Muhammad SAW bersabda: “Ibrahim berkhitan setelah berumur 80 tahun.”

Setelah nabi Ibrahim menunaikan perintah khitan, tradisi dan sunah khitan berlanjut bagi semua rasul dan pengikut mereka. Ini dijelaskan pada QS: An-Nisa : 125, “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.”  

Perintah khitan ada sejak Allah menyuruh Ibrahim menunaikannya kemudian berlanjutlah titah tersebut pada Rasulullah dan para pengikutnya hingga sampailah pada kita semua umatnya hari ini.

Khitan menjadi wajib bagi anak laki-laki dan hukum bagi anak perempuan masih menjadi perdebatan di kalangan alim ulama. Ada yang menyebutkan wajib, ada yang menyatakan sunah karena sunat pada perempuan dianggap bukan kewajiban namun kebaikan saja. Itu merupakan upaya menjaga fitrah dan kesucian perempuan. Khitan atau sunat bagi perempuan dinilai memiliki manfaat agar perempuan terjaga dari nafsu syahwat juga dapat mencerahkan wajah dan memuaskan pasangan. Pernyataan ini dikuatkan dengan hadits: “Dalam hadits Ummu ‘Athiah, bahwa seorang wanita di Madinah berprofesi sebagai pengkhitan. Nabi SAW berkata padanya: “Janganlah dihabiskan. Sesungguhnya itu akan menguntungkan wanita dan lebih dicintai suami.”  Adapula pernyataan dari Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni menjelaskan bahwa khitan bagi laki-laki hukumnya wajib, bagi perempuan adalah kemuliaan.

Jika bagi perempuan saja khitan/sunat mengandung banyak manfaat dan kebaikan-kebaikan, bagaimana dengan manfaat khitan bagi laki-laki? Tentu banyak sekali manfaat khitan, baik dalam kacamata medis ataupun dalam pandangan ruhaniah, yakni:

  • Terhindar dari penyakit menular seksual seperti HIV, Gonore, Sifilis, Herpes Simplex, dan sebagainya,
  • Terhindar dari kanker penis dan kanker prostat
  • Meminimalisasi resiko peradangan dan infeksi pada penis
  • Terhindar dari infeksi saluran kencing
  • Kemuliaan syariat dari Allah untuk hambaNya. Memperbagus keindahan zahir dan batin, menyempurnakan agama yang hanif
  • Sebagai tanda ubudiyah (penghambaan) pada Allah.
  • Tanda kesucian, kebersihan, dan hiasan bagi hamaNya yang hanif
  • Menetralkan hawa nafsu. Tidak sama dengan perilaku dan nafsu binatang.
  • Bagi wanita dapat mencerahkan wajah dan memuaskan pasangan
  • Terhindar dari tiupan setan. Kulit orang yang tidak dikhitan akan kotor karena bekas membuang kotoran (air seni) menyisa di penis sehingga membuat setan nyaman berdiam dan meniup kemaluan orang yang tidak berkhitan.

Itulah tadi manfaat berkhitan dalam pandangan medis maupun dampak baiknya bagi ketenangan batin (ruhiyah).

Dengan kandungan kebaikan yang banyak dalam berkhitan, apakah akan kita biarkan jika anak tidak mau dikhitan? Tentu tidak. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan jika anak tidak mau berkhitan/disunat. Pertama-tama, ada baiknya jika khitan dilakukan pada anak laki-laki usia 5 tahun sampai sebelum aqil baligh, jika perempuan biasanya dilakukan saat ia bayi. Tidak jauh ketika bayi perempuan baru lahir. Untuk anak laki-laki, di usia tersebut anak sudah mampu diajak bicara dan diberikan pemahaman tentang manfaat khitan. Ceritakanlah padanya bahwa khitan membuat kemaluannya menjadi bersih, terhindar dari banyak penyakit kelamin, dan dijauhkan dari setan. Ini merangkum 10 manfaat khitan yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Lalu pemberian pemahaman dan kesadaran akan manfaat khitan tadi dilanjutkan dengan penceritaan yang jujur mengenai rasa ketika prosesi khitan berlangsung. Janganlah berkata dusta pada anak semisal pernyataan dan kebohongan bahwa khitan/sunat tidaklah sakit. Itu akan membuat anak kecewa dan marah jika pada akhirnya dia rasakan bahwa khitan benar-benar sakit. Katakanlah sejujurnya bahwa khitan adalah perintah dan kewajiban muslim untuk membersihkan diri namun prosesnya akan sakit, entah pada saat disuntik atau dijahitnya tapi sakitnya hanya sedikit, berangsur-angsur waktu maka rasa sakit itu akan menghilang. Berikan juga dukungan lain berupa upaya memilih metode khitan/sunat yang sesuai dengan anak. Terlebih zaman sekarang segala hal lebih modern dan canggih. Kengerian prosesi sunat dahulu kala dapat diminimaliasi dengan metode khitan mutakhir di zaman ini, seperti metode laser. Jangan juga lupa, Sahabat, tetap memilih metode sunat yang mudah bagi anak dan tetap sesuai dengan ‘kantong’ kesanggupan orangtuanya.

Point saran tahapan agar anak mau dikhitan ini terletak pada cara orangtua memberikan pemahaman dan kesadaran pada anak tentang pentingnya khitan. Tidak baik juga mengiming-imingi anak agar mau berkhitan dengan cara pandang terhadap nilai khitan yang bergeser dari semestinya. Khitan adalah bentuk ibadah dan anjuran membersihkan diri, kategori keharusan berkhitan dijelaskan sebelumnya dalam tulisan ini bersanding dengan bentuk ibadah pembersihan diri lainnya, yakni mencukur bulu kemaluan, dan memotong kuku. Sejatinya tidak ada yang perlu dibesar-besarkan dari khitan/sunat, karenanya pesta, kejutan hadiah yang melimpah, serta hajatan yang meriah bukanlah esensi dari khitan. Melainkan hanya simbol kekayaan budaya dan kebiasaan leluhur yang turun-temurun. Sekali lagi, rangkaian acara mengistimewakan khitan tadi hanyalah ciptaan dan kreativitas manusia, bukan kewajiban yang datang langsung dari perintah Allah. Berikan pemahaman yang baik pada anak dan berkatalah jujur agar anak menunaikan khitan bukan saja sebagai tradisi tapi sebuah bentuk patuh pada tuhannya; Allah SWT dan upaya menjaga kebersihan diri yang didamba oleh agamanya. Jika demikian, niscaya putra-putri kita akan tumbuh sebagai hamba Allah yang taat dan cerdas memahami sebab-akibat hukum Islam yang sejatinya senantiasa menyeru pada kebaikan dan kebermanfaatan dari segala aspek kehidupan.

Yuk sedekah untuk anak yatim dhuafa untuk berkhitan melalui www.maiberbagi.or.id

Penulis,
(DHQ)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL