fbpx

Waktu Mustajab Dikabulkannya Doa di Hari Jum’at

Waktu Mustajab Dikabulkannya Doa di Hari Jum'atDiriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dia bercerita: “Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya pada hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba Muslim berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya.”

Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat).” (Muttafaqun ‘Alaih)

Kapan Waktu Mustajab Itu?

Para ulama berselisih pendapat mengenai waktu mustajab untuk berdoa tersebut. Waktu mustajab tersebut pernah diberitahukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat kembali ilmu itu, sebagaimana yang terjadi dalam waktu Lailatul Qadar.

Diriwayatkan, dari Sa’id bin Al Harits, dari Abu Salamah berkata, “Aku menyampaikan kepada Abu Sa’id, ‘Sesungguhnya Abu Hurairah menyampaikan kepada kami perilah satu waktu yang ada di hari Jum’at.’ Beliau berkata, ‘Aku pernah menanyakannya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu beliau menjawab, “Sungguh aku dulu diberitahu tentangnya kemudian aku dijadikan lupa sebagaimana dijadikan lupa terhadap Lailatul Qadar.” (HR Ahmad dalam Musnad-nya dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)

Ibnul Hajar dalam Fathul Bari (II/416-421) menyebutkan ada 43 pendapat di antara para ulama mengenai suatu waktu yang terdapat pada hari Jum’at itu. Beliau mengatakan, “Setiap riwayat yang menyebutkan penentuan waktu mustajab di hari Jum’at secara marfu’ (sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) memiliki wahm (kekeliruan).”

Berikut ini dua pendapat terkuat mengenai waktu mustajab tersebut:

1. Sejak Duduknya Imam Di Atas Mimbar Sampai Dengan Berakhirnya Shalat

Dalilnya adalah hadits Abu Burdah bin Abi Musa Al ‘Asy’ari, dia bercerita: “Abdullah bin Umar pernah berkata kepadaku: ‘Apakah engkau pernah mendengar ayahmu menyampaikan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengenai satu waktu yang terdapat pada hari Jum’at?’ Aku (Abu Burdah) menjawab, “Ya, aku pernah mendengarnya berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Saat itu berlangsung antara duduknya imam sampai selesainya shalat.” (HR. Muslim)

Namun, waktu istijabah ini tidak penuh sejak duduknya imam di mimbar sampai selesainya shalat. Dia datangnya kadang-kadang berdasarkan lafadz hadits, “yuqalliluhaa” (sangat sebentar).

Imam Ash Shan’ani Rahimahullah dalam Subulus Salam, menyebutkan keberadaannya terkadang di awal, tengah, atau di akhir. Misalnya diawali sejak dimulainya khutbah dan habis ketika selesainya shalat.

2. Di Akhir Waktu Setelah ‘Ashar

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallah ‘Anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Hari Jum’at terdiri dari 12 waktu, di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim pada saat itu memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan mengabulkan permintaannya. Oleh karena itu, carilah saat tersebut pada akhir waktu setelah ‘Ashar.” (HR An Nasa’i dan Abu Dawud. Disahihkan oleh Ibnul Hajar dalam Fathul Bari)

Dari Abdullah bin Salam, dia bercerita: “Aku berkata, ‘Sesungguhnya kami mendapatkan di dalam Kitabullah bahwa pada hari Jum’at terdapat satu saat yang tidaklah seorang hamba mukmin bertepatan dengannya lalu berdoa memohon sesuatu kepada Allah, melainkan akan dipenuhi permintaannya.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengisyaratkan dengan tangannya bahwa itu hanya sebagian saat. Kemudian Abdullah bin Salam bertanya; ‘kapan saat itu berlangsung?’ beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “saat itu berlangsung pada akhir waktu siang.” Setelah itu  Abdullah bertanya lagi, ‘bukankah saat itu bukan waktu shalat?’ Beliau menjawab, “Benar, sesungguhnya seorang hamba mukmin jika mengerjakan shalat kemudian duduk, tidak menahannya kecuali shalat, melainkan dia berada di dalam shalat.” (HR. Ibnu Majah, shahih)

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dia bercerita: “Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya pada hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba Muslim berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya.”

Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat).” (Muttafaqun ‘Alaih)

Kapan Waktu Mustajab Itu?

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dia bercerita: “Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya pada hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba Muslim berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya.”

Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat).” (Muttafaqun ‘Alaih)

Kapan Waktu Mustajab Itu?

Para ulama berselisih pendapat mengenai waktu mustajab untuk berdoa tersebut. Waktu mustajab tersebut pernah diberitahukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat kembali ilmu itu, sebagaimana yang terjadi dalam waktu Lailatul Qadar.

Diriwayatkan, dari Sa’id bin Al Harits, dari Abu Salamah berkata, “Aku menyampaikan kepada Abu Sa’id, ‘Sesungguhnya Abu Hurairah menyampaikan kepada kami perilah satu waktu yang ada di hari Jum’at.’ Beliau berkata, ‘Aku pernah menanyakannya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu beliau menjawab, “Sungguh aku dulu diberitahu tentangnya kemudian aku dijadikan lupa sebagaimana dijadikan lupa terhadap Lailatul Qadar.” (HR Ahmad dalam Musnad-nya dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)

Ibnul Hajar dalam Fathul Bari (II/416-421) menyebutkan ada 43 pendapat di antara para ulama mengenai suatu waktu yang terdapat pada hari Jum’at itu. Beliau mengatakan, “Setiap riwayat yang menyebutkan penentuan waktu mustajab di hari Jum’at secara marfu’ (sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) memiliki wahm (kekeliruan).”

Berikut ini dua pendapat terkuat mengenai waktu mustajab tersebut:

1. Sejak Duduknya Imam Di Atas Mimbar Sampai Dengan Berakhirnya Shalat

Dalilnya adalah hadits Abu Burdah bin Abi Musa Al ‘Asy’ari, dia bercerita: “Abdullah bin Umar pernah berkata kepadaku: ‘Apakah engkau pernah mendengar ayahmu menyampaikan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengenai satu waktu yang terdapat pada hari Jum’at?’ Aku (Abu Burdah) menjawab, “Ya, aku pernah mendengarnya berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Saat itu berlangsung antara duduknya imam sampai selesainya shalat.” (HR. Muslim)

Namun, waktu istijabah ini tidak penuh sejak duduknya imam di mimbar sampai selesainya shalat. Dia datangnya kadang-kadang berdasarkan lafadz hadits, “yuqalliluhaa” (sangat sebentar).

Imam Ash Shan’ani Rahimahullah dalam Subulus Salam, menyebutkan keberadaannya terkadang di awal, tengah, atau di akhir. Misalnya diawali sejak dimulainya khutbah dan habis ketika selesainya shalat.

2. Di Akhir Waktu Setelah ‘Ashar

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallah ‘Anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Hari Jum’at terdiri dari 12 waktu, di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim pada saat itu memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan mengabulkan permintaannya. Oleh karena itu, carilah saat tersebut pada akhir waktu setelah ‘Ashar.” (HR An Nasa’i dan Abu Dawud. Disahihkan oleh Ibnul Hajar dalam Fathul Bari)

Dari Abdullah bin Salam, dia bercerita: “Aku berkata, ‘Sesungguhnya kami mendapatkan di dalam Kitabullah bahwa pada hari Jum’at terdapat satu saat yang tidaklah seorang hamba mukmin bertepatan dengannya lalu berdoa memohon sesuatu kepada Allah, melainkan akan dipenuhi permintaannya.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengisyaratkan dengan tangannya bahwa itu hanya sebagian saat. Kemudian Abdullah bin Salam bertanya; ‘kapan saat itu berlangsung?’ beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “saat itu berlangsung pada akhir waktu siang.” Setelah itu  Abdullah bertanya lagi, ‘bukankah saat itu bukan waktu shalat?’ Beliau menjawab, “Benar, sesungguhnya seorang hamba mukmin jika mengerjakan shalat kemudian duduk, tidak menahannya kecuali shalat, melainkan dia berada di dalam shalat.” (HR. Ibnu Majah, shahih)

Manakah Yang Lebih Kuat?

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa pendapat yang paling rajih (kuat) adalah hadits Abu Musa dan hadits Abdullah bin Salam . . . , namun para ulama salaf masih berbeda pendapat manakah dari keduanya yang lebih rajih.”

Selanjutnya Ibnu Hajar menjelaskan, mayoritas ulama, seperti Imam Ahmad dan lainnya, mentarjih bahwa waktu tersebut terdapat pada akhir waktu dari hari Jum’at. Di akhir ucapannya, Ibnul Hajar cenderung kepada pendapat Ibnul Qayyim, yaitu pengabulan doa itu diharapkan juga  pada saat shalat Jum’at. Sehingga kedua waktu tersebut merupakan waktu ijabah (pengabulan) doa, meskipun saat yang khusus itu ada di ujung hari setelah waktu shalat ‘Ashar.

Para ulama berselisih pendapat mengenai waktu mustajab untuk berdoa tersebut. Waktu mustajab tersebut pernah diberitahukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat kembali ilmu itu, sebagaimana yang terjadi dalam waktu Lailatul Qadar.

Diriwayatkan, dari Sa’id bin Al Harits, dari Abu Salamah berkata, “Aku menyampaikan kepada Abu Sa’id, ‘Sesungguhnya Abu Hurairah menyampaikan kepada kami perilah satu waktu yang ada di hari Jum’at.’ Beliau berkata, ‘Aku pernah menanyakannya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu beliau menjawab, “Sungguh aku dulu diberitahu tentangnya kemudian aku dijadikan lupa sebagaimana dijadikan lupa terhadap Lailatul Qadar.” (HR Ahmad dalam Musnad-nya dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)

Ibnul Hajar dalam Fathul Bari (II/416-421) menyebutkan ada 43 pendapat di antara para ulama mengenai suatu waktu yang terdapat pada hari Jum’at itu. Beliau mengatakan, “Setiap riwayat yang menyebutkan penentuan waktu mustajab di hari Jum’at secara marfu’ (sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) memiliki wahm (kekeliruan).”

Berikut ini dua pendapat terkuat mengenai waktu mustajab tersebut:

1. Sejak Duduknya Imam Di Atas Mimbar Sampai Dengan Berakhirnya Shalat

Dalilnya adalah hadits Abu Burdah bin Abi Musa Al ‘Asy’ari, dia bercerita: “Abdullah bin Umar pernah berkata kepadaku: ‘Apakah engkau pernah mendengar ayahmu menyampaikan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengenai satu waktu yang terdapat pada hari Jum’at?’ Aku (Abu Burdah) menjawab, “Ya, aku pernah mendengarnya berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Saat itu berlangsung antara duduknya imam sampai selesainya shalat.” (HR. Muslim)

Namun, waktu istijabah ini tidak penuh sejak duduknya imam di mimbar sampai selesainya shalat. Dia datangnya kadang-kadang berdasarkan lafadz hadits, “yuqalliluhaa” (sangat sebentar).

Imam Ash Shan’ani Rahimahullah dalam Subulus Salam, menyebutkan keberadaannya terkadang di awal, tengah, atau di akhir. Misalnya diawali sejak dimulainya khutbah dan habis ketika selesainya shalat.

2. Di Akhir Waktu Setelah ‘Ashar

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallah ‘Anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Hari Jum’at terdiri dari 12 waktu, di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim pada saat itu memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan mengabulkan permintaannya. Oleh karena itu, carilah saat tersebut pada akhir waktu setelah ‘Ashar.” (HR An Nasa’i dan Abu Dawud. Disahihkan oleh Ibnul Hajar dalam Fathul Bari)

Dari Abdullah bin Salam, dia bercerita: “Aku berkata, ‘Sesungguhnya kami mendapatkan di dalam Kitabullah bahwa pada hari Jum’at terdapat satu saat yang tidaklah seorang hamba mukmin bertepatan dengannya lalu berdoa memohon sesuatu kepada Allah, melainkan akan dipenuhi permintaannya.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengisyaratkan dengan tangannya bahwa itu hanya sebagian saat. Kemudian Abdullah bin Salam bertanya; ‘kapan saat itu berlangsung?’ beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “saat itu berlangsung pada akhir waktu siang.” Setelah itu  Abdullah bertanya lagi, ‘bukankah saat itu bukan waktu shalat?’ Beliau menjawab, “Benar, sesungguhnya seorang hamba mukmin jika mengerjakan shalat kemudian duduk, tidak menahannya kecuali shalat, melainkan dia berada di dalam shalat.” (HR. Ibnu Majah, shahih)

Manakah Yang Lebih Kuat?

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa pendapat yang paling rajih (kuat) adalah hadits Abu Musa dan hadits Abdullah bin Salam . . . , namun para ulama salaf masih berbeda pendapat manakah dari keduanya yang lebih rajih.”

Selanjutnya Ibnu Hajar menjelaskan, mayoritas ulama, seperti Imam Ahmad dan lainnya, mentarjih bahwa waktu tersebut terdapat pada akhir waktu dari hari Jum’at. Di akhir ucapannya, Ibnul Hajar cenderung kepada pendapat Ibnul Qayyim, yaitu pengabulan doa itu diharapkan juga  pada saat shalat Jum’at. Sehingga kedua waktu tersebut merupakan waktu ijabah (pengabulan) doa, meskipun saat yang khusus itu ada di ujung hari setelah waktu shalat ‘Ashar.

Manakah Yang Lebih Kuat?

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa pendapat yang paling rajih (kuat) adalah hadits Abu Musa dan hadits Abdullah bin Salam . . . , namun para ulama salaf masih berbeda pendapat manakah dari keduanya yang lebih rajih.”

Selanjutnya Ibnu Hajar menjelaskan, mayoritas ulama, seperti Imam Ahmad dan lainnya, mentarjih bahwa waktu tersebut terdapat pada akhir waktu dari hari Jum’at. Di akhir ucapannya, Ibnul Hajar cenderung kepada pendapat Ibnul Qayyim, yaitu pengabulan doa itu diharapkan juga  pada saat shalat Jum’at. Sehingga kedua waktu tersebut merupakan waktu ijabah (pengabulan) doa, meskipun saat yang khusus itu ada di ujung hari setelah waktu shalat ‘Ashar.

sumber : http://www.fimadani.com/waktu-mustajab-dikabulkannya-doa-di-hari-jumat/

RELATED ARTIKEL