Apa itu Qardh dan Dain?
Dalam bahasa Indonesia kata utang punya makna yang umum, mencakup semua jenis utang atau pinjaman. Tetapi, kalau kita perhatikan di dalam bahasa Arab, ada dua istilah yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya sama-sama utang, tetapi dalam fiqih muamalah keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Istilah yang dimaksud adalah dain dan qardh.
Mengetahui perbedaan antara kedua istilah ini menjadi penting, karena masing-masing memiliki konsekuensi hukum yang berbeda sehingga kalau keliru mengatakan apakah suatu utang itu termasuk qardh atau dain maka kesimpulan hukumnya pun akan berbeda.
Perbedaan mendasar antara qardh dan dain terletak pada cakupan maknanya. Dain memiliki pengertian lebih umum daripada qardh. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abdin ketika mendefinisikan dain:
“Tanggungan wajib yang dipikul seseorang, yang disebabkan oleh adanya akad, atau akibat dari menghabiskan/merusakkan (barang orang lain), atau karena pinjaman.”
Artinya, menurut pengertian di atas dain itu mencakup segala jenis utang baik akibat dari suatu akad atau transaksi, seperti jual beli yang dilakukan secara kredit, akad sewa yang upahnya diakhirkan dan lain-lain. Atau akibat dari menghabiskan atau merusakkan barang orang, misalnya secara tidak sengaja kita memecahkan kaca rumah orang, maka kaca yang pecah itu menjadi tanggungan atau utang kita. Termasuk juga tanggungan karena akad qardh (utang piutang).
Maka, dain lebih umum daripada qardh. Sebab dain mencakup segala jenis utang karena sebab apapun. Sedangkan qardh adalah utang yang memang terjadi karena akad pinjaman atau utang-piutang.
Sebagai contoh untuk membedakan dain dan qardh, misalnya kita membeli sepeda motor secara kredit kepada sebuah perusahaan leasing, maka selama kredit kita belum lunas, kita punya utang kepada perusahan tersebut. Utang di sini dalam bahasa fiqihnya adalah dain, bukan qardh. Karena utang di sini bukan akibat dari akad pinjaman, melainkan dari akad jual-beli.
Sedangkan jika kita meminjam uang kepada bank, misalnya. Utang itu bisa disebut dain, bisa juga disebut qardh. Maka semua qardh adalah dain, tetapi tidak semua dain adalah qardh.
Jual Beli Kredit Vs. Riba
Di dalam sistem jual beli secara kredit, biasanya harga kredit lebih mahal daripada harga tunai. Contohnya, harga tunai sepeda motor adalah Rp 10.000.000,-, sedangkan jika dicicil selama empat tahun harganya Rp 17.000.000,- .
Jika diperhatikan seolah-olah sistem jual beli kredit ini mirip dengan sistem riba dalam pinjaman berbunga. Di mana semakin lama masa pelunasannya, semakin bertambah pula jumlah yang harus dibayarkan. Sehingga dianggap jual beli kredit termasuk akad ribawi.
Padahal, ada perbedaan mendasar di antara keduanya. Akad jual beli kredit bukan akad qardh (utang-piutang), melainkan akad bai’ (jual beli). Utang cicilan motor dalam akad jual beli kredit bukan utang qardh melainkan dain, sebab akad awalnya adalah jual beli bukan akad utang-piutang.
Sehingga kalau pun ada selisih harga antara harga tunai dan harga kredit tidak bisa dikatakan riba. Karena riba adalah tambahan atas utang (qardh). Sedangkan akad jual beli kredit bukan akad qardh.