fbpx

Pinjaman (Al Qordhul Hasan)

Pinjaman al Qordhul HasanPertanyaan : Ustadz, apakah boleh dana zakat disalurkan melalui sistem pinjaman (Al Qordhul Hasan)?

Jawaban :

Allah SWT telah menjelaskan asnaf (kelompok-kelompok) yang berhak atas dana zakat, dalam firman-Nya (artinya) : “Sesungguhnya sedekah – sedekah (zakat) itu hanya untuk orang – orang fakir, orang-orang miskin, para amil, orang-orang yang diikat hati mereka (muallaf), untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. Attaubah : 60).

Dalam ayat tersebut, terdapat 8 asnaf yang berhak atas dana zakat yaitu :

  1. Faqir.
  2. Miskin.
  3. Amil.
  4. Muallaf
  5. Firriqob (hamba sahaya yangngin memerdekakan dirinya)
  6. Ghorimin (orang yang berhutang)
  7. Fi Sabilillah (Jihad dan kegiatan di jalan Allah)
  8. Ibnu Sabil (yang kehabisan ongkos, atau tertimpa bencana).

Al Qur’an dan hadits tidak menyebutkan secara rinci dan detail tentang system atau cara penyaluran zakat. Hanya saja ulama’ mencoba mengambil istinbath dari sejumlah nash (teks) al Qur’an dan hadits tentang cara tersebut.

Dari sejumlah literatur klasik, hampir tidak ditemukan pembahasan tentang penyaluran zakat dengan cara meminjamkan atau al Qordhul Hasan. Namun hal tersebut tidak serta merta menunjukkan tidak boleh. Walaupun alQur’an saat menyebutkan asnaf yang berhak menerima zakat, menggunakan huruf “laam” yang berarti littamlik (untuk kepemilikan), namun dalam ilmu Fiqih Muamalaat, kepemilikan tidak selamanya berarti tamliikul ‘ain (kepemilikan benda), namun juga dalam bentuk tamliikul manfa’ah (kepemilikan manfaat).

Sejumlah ulama’ kontemporer membolehkan penyaluran zakat dalam bentuk pinjaman atau al Qordhul Hasan. Mereka yang membolehkan antara lain: Syekh Abu Zahroh, Khollaf, Hasan Khan, DR. Muhammad Humaidullah Al Haidar Abadi, DR. Syauqi Ismail Syihatah, DR. Yusuf Qordhowi dan sejumlah ulama’ lainnya. Dalil mereka adalah Qiyas, atau Qiyas Awla.

Qiyas Aula adalah menganalogikan perkara yang tidak disebutkan dalam dalil secara tekstual dengan perkara yang disebutkan hukumnya secara tekstual (nash), dimana perkara yang tidak disebutkan justru lebih utama atau lebih kuat ‘illahnya dibandingkan perkara yang disebutkan dalam dalil tersebut. Contohnya, al Qur’an tidak melarang memukul orangtua, namun al Qur’an melarang mengatakan kepada orangtua dengan kata “ah” (QS. Al-Isra ayat 23), bukan berarti memukul dibolehkan, melainkan memukul justru lebih dilarang atau diharamkan. Karena jika mengatakan “ah” saja tidak boleh, apalagi memukul.

Demikian juga dalam konteks penyaluran zakat melalui system pinjaman (al Qordhul Hasan). Jika seandainya orang miskin boleh diberikan cuma-cuma dana zakat untuk mengangkat statusnya dari mustahiq menjadi muzakki, maka jika tujuan tersebut dapat tercapai hanya dengan memberikan pinjaman maka itu jelas lebih dibolehkan.

Jika dana zakat dapat diberikan kepada 1 orang, maka jika dana yang sama dapat dimanfaatkan oleh lebih dari 1 orang lebih dibolehkan. Berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Abu Huroiroh, Rasulullah SAW bersabda : “makanan 2 orang (lebih baik) jika mencukupi 3 orang, dan makanan 3 orang (lebih baik) jika mencukupi 4 orang”. (HR. Turmudzi, menurutnya hadits itu adalah Hasan Shohih).Dalam riwayat Ibnu Umar dan Jabir, ada tambahan “makanan 4 orang (lebih baik) jika mencukupi 8 orang”., (HR. Turmudzi, Kitab Ath’imah (makanan), bab makanan 1 orang cukup untuk 2 orang, jilid 4 hal. 235-236).

Dr. Syauqi Ismail Syihatah, Anggota Dewan Syariah Internasional untuk Zakat,dalam bukunya “Tandzim wa Muhaaabatuz Zakaah fit Tathbiiqil Mu’aashir” (Manajemen Zakat Modern) menyebutkan : “bahwa jika seorang yang berhutang (Ghorimin) boleh diberikan dana zakat untuk membayar hutangnya kepada lembaga (perbankan) lain, maka jika ia diberikan pinjaman dari dana zakat lebih dibolehkan, mengingat uang pinjaman tersebut, akan kembali lagi ke lembaga zakat”.  (hal. 297).

DR. Yusuf Qordhowi dalam kitabnya Fiqih Zakat (jilid 2 hal. 634) menyebutkan, bahwa Ghorimin terbagi 2 :

  1. Yang terjerat hutang,dan tidak memiliki kemampuan dan sarana untuk dapat melunasi hutangnya dalam waktu yang telah ditentukan.
  2. Yang memiliki kebutuhan, namun tidak memiliki dana tunai untuk memenuhinya, namun ia memiliki kemampuan untuk melunasinya (dalam tempo yang telah disepakati).

Disamping itu, menyalurkan dana zakat melalui pinjaman tanpa bunga (al Qordhul Hasan) membantu dalam proses penerapan system pinjaman non ribawi yang diinginkan Islam. Hal ini tentunya dapat dikatagorikan Fi Sabilillah yaitu upaya menjaga dan melestarikan ajaran Islam di kalangan umat Islam.

Namun penyaluran dana zakat melalui pinjaman dibolehkan dengan syarat-syarat berikut :

  1. Hanya boleh diterapkan oleh Lembaga Zakat, bukan Muzakki (pembayar zakat). Mengingat Lembaga Zakat adalah Amil, sama fungsinya dengan Mustahiq lainnya, berhak mengelola dana zakat demi kemaslahatan yang lebih besar untuk para Mustahiq lainnya.
  2. Dana zakat tersebut untuk keperluan investasi atau membangun bisnis (usaha) mustahiq, bukan untuk keperluan yang konsumtif, seperti biaya sekolah, membayar tagihan rumah sakit dll.
  3. Jika yang bersangkutan ternyata mengalami kebangkrutan, sehingga tidak mampu melunasi, maka ia harus dibebaskan dari hutangnya, karena saat itu ia termasuk dalam katagori Ghorimin yang berhak dibantu secara cuma-cuma guna membebaskan dirinya dari hutang.

Untuk penerapan sistem pinjaman dana zakat tersebut, dapat diterapkan memalui 2 sistem berikut :

  1. Dana zakat dapat disalurkan kepada mustahiq melalui pinjaman, namun jika ternyata dalam tempo yang telah disepakati, Ybs tidak mampu melunasi karena mengalami kebangkrutan, maka ia dapat dibebaskan dari hutangnya, karena termasuk dalam asnaf Ghorimin.
  2. Dana zakat dapat dijadikan sebagai jaminan nasabah pada bank atau lembaga keuangan atau BMT, dengan syarat, nasabah tersebut termasuk dalam katagori Faqir dan Miskin. Jika ternyata nasabah tersebut tidak mampu melunasi hutangnya karena bangkrut, maka hutangnya dilunasi dari dana jaminan diatas. Untuk sistem yang kedua, maka yang dijadikan pinjaman, bukan dana zakat, sementara dana zakat hanya disimpan atau ditipkan sebagai jaminan di Bank, Lembaga Keuangan atau BMT.
Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL