fbpx

Orang Tua Guru Pertama Dalam Kehidupan

 

Anak adalah titipan terbesar yang juga anugerah terberat yang Allah titipkan kepada sepasang hambaNya. Di dalam sebuah keluarga, kehadiran anak merupakan sebuah kebahagiaan yang mana kedua orangtuanya memberikan begitu banyak doa, harapan, dan berbagai rencana di masa depan kepada anaknya tersebut. Namun, di balik euforia kegembiraan dan penyematan doa serta harapan yang sangat banyak ini, ada sebuah tanggung jawab yang besar, berat, dan mulia yang harus keduanya tunaikan kepada buah hatinya tersebut. Tanggung jawab tersebut ialah memberikan pendidikan.

Tugas memberi pendidikan kepada anak tak hanya berhenti pada menyekolahkan si anak di lembaga pendidikan terbaik, membayar guru privat untuk mengajarinya di rumah, menyewa baby sitter, menyiapkan dan menyediakan berbagai fasilitas belajar yang lengkap saja. Lebih jauh lagi, tugas memberi pendidikan kepada anak adalah upaya kedua orangtua menjadi guru pertama bagi si anak. Orangtualah guru pertama bagi seorang anak. Mendidik anak juga tidak bisa dilakukan setelah anak ini lahir dan menunggu si anak bisa berkomunikasi dengan baik atau bisa berbicara. Mendidik anak dimulai bahkan sejak anak tersebut belum Allah hadirkan ke tengah-tengah sepasang pasutri.

Mendidik anak dimulai dengan mendidik diri sendiri sebagai calon orangtua. Seorang anak tak pernah bisa memilih dilahirkan dan diasuh oleh tipikal orang tua yang seperti apa. Namun, kita, sebagai orang dewasa yang sudah siap dlaam segala hal untuk berumah tangga dan memiliki anak, bisa memilih mau menjadi orangtua yang seperti apa dan bagaimana cara mendidik anak kelak. Untuk itu, sebelum memutuskan untuk menikah, wajib hukumnya untuk sebanyak mungkin menimba ilmu, berusaha mensholehkan diri, membiasakan diri beribadah tepat waktu dan Istiqomah di dalamnya, mendidik diri sendiri agar terbiasa berperilaku yang baik dan gemar beramal sholeh, mendekatkan diri kepada Allah, dan juga senantiasa berusaha berbakti dan memberikan yang terbaik bagi orangtua kita setiap hari. Semua itu adalah upaya untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan di dalam diri sendiri agar ketika kelak nanti sudah berkeluarga, kita bisa menerapkan kebaikan-kebaikan tersebut di dalam keluarga yang baru kita bina itu.

Tahapan mendidik anak selanjutnya adalah memilih pasangan hidup. Konsep memilih pasangan hidup tak hanya berhenti pada memilih suami atau istri yang pas dan tepat bagi diri sendiri, tetapi erat kaitannya dengan masa depan. Memilih pasangan hidup dalam konteks pernikahan sama saja dengan memilih siapa yang paling pantas menjadi ayah atau ibu dari anak-anak kita kelak. Seperti yang sudah dijelaskan di awal, seorang anak tak bisa memilih mau dilahirkan dari orangtua yang seperti apa, namun sebagai calon orangtua, kita bisa memilih menjadi orangtua yang seperti apa dan juga memberikan ayah atau ibu yang bagaimana bagi anak-anak yang kelak akan lahir nanti. Oleh karena itulah, Rasulullah menjelaskan bagaimana cara memilih seorang wanita untuk dijadikan sebagai istri.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi beliau bersabda,

“Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.”

Tentu kriteria tersebut juga berlaku untuk para wanita yang hendak menentukan calon suami.

Setelah menikah, proses pembelajaran tidak berhenti. Justru para calon kedua orangtua ini harus terus belajar berbarengan bagaimana cara menjadi orangtua. Mulai dari menentukan siapa nama yang kelak diberikan kepada anak, kesepakatan bagaimana cara mendidik, kekompakan mendidik, peraturan-peraturan yang harus dibuat dan dipatuhi bersama dan apa konsekuensi jika ada yang melanggar. Semua itu perlu dilakukan dalam rangka mendidik diri sendiri dan pasangan untuk menjadi orangtua. Hal ini jangan disepelekan karena banyak para orangtua baru yang saking senangnya memiliki anak mereka lupa bagaimana cara mendidik anaknya. Misalnya ketidakkompakan kedua orangtua dalam mendidik yang berujung pada sikap pemilih yang dimiliki oleh anak. Anak akan merasa nyaman kepada salah satu orangtuanya karena ia merasa dibela ketika salah satu dari keduanya menegurnya.

Lalu tahapan pendidikan berlanjut ketika Allah telah mengamanahi sesosok janin di dalam rahim. Pendidikan janin di dalam rahim bisa dilakukan dengan cara senantiasa memperdengarkan ayat suci Al-Qur’an, selalu melakukan kegiatan yang baik, senantiasa melakukan ibadah wajib seperti sholat, orangtua hanya mengucapkan kata-kata yang baik dan sopan, mengajak berbicara si janin hingga mempersiapkan nama dengan makna terbaik. Dan ketika si anak sudah lahir, didiklah ia dengan mengenalkan tauhid terlebih dahulu.

Kita perlu meneladani bagaimana cara Luqman Al-Hakim dalam mendidik anaknya. Luqman ibn ‘Anqa’ ibn Sadun, yang digelari Al Hakim adalah seorang ayah, budak penggembala kambing yang bertubuh kurus, berkulit hitam, berhidung pesek, dan berkaki kecil. Namun, meski ia tidak tampan, banyak orang seksama mendengarkan hikmah dari mulutnya.

“Dia tak diberikan anugrah berupa nasab, kehormatan, harta, atau jabatan,” ujar Abud Darda’ ra ketika menceritakan Luqman Al Hakim.

“Akan tetapi, dia adalah seorang yang tangguh, pendiam, pemikir, dan berpandangan mendalam. Dia tidak pernah terlihat oleh orang lain dalam keadaan tidur siang, meludah, berdahak, kencing, berak, menganggur, maupun tertawa seenaknya. Dia tak pernah mengulang kata-katanya, kecuali ucapan hikmah yang diminta penyebutannya kembali oleh orang lain.”

Allah menghormati Luqman Al-Hakim dengan cara mengabadikan namanya sebagai salah satu nama surah di dalam Al-Qur’an beserta isi nasihat-nasihatnya. Pendidikan akidah yang diajarkan Luqman Al-Hakim adalah sebagai berikut;

Jangan menyekutukan Allah

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman :13).

Sebagai orangtua, sangat penting menanamkan akidah bahwa Allah adalah satu-satunya Zat yang pantas diibadahi. Untuk menanamkan akidah ini, kita bisa melibatkan Allah dalam setiap kegiatan karena apapun yang dilakukan oleh seorang anak adalah sebuah pembelajaran yang baru baginya. Juga, kita biasakan membaca doa ketika hendak memulai kegiatan.

Berbakti Kepada Orangtua (Ayah dan Ibu)

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapkanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1]. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman : 14).

Orangtua wajib mengajarkan anaknya bagaimana menghargai mereka. Bukan sebagai bentuk balas Budi, melainkan sebagai bentuk ketaatan terhadap perintah Allah. Untuk mengajarkan anak agar menghormati orangtuanya, terlebih dahulu kita wajib memperlakukan anak-anak dengan penuh kasih sayang dan menghargai mereka. Lambat laun, anak akan mencontoh perilaku dan cara berbicara kita terhadap mereka. Bagaimana bisa kita menuntut anak-anak untuk menghormati orangtuanya ketika kita senantiasa meremehkan dan mengesampingkan mereka?

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Luqman : 15)

Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yang menegasakan tentang anjuran untuk menaati kedua orangtua. Namun, jika perintah yang diberikan orangtua adalah keburukan atau kebathilan, maka jangan ikuti perintah itu.

Di sisi lain, anak tetap wajib menaati dan mematuhi orangtuanya yang memiliki akidah yang berbeda selama perintahnya tidak berselisih dengan syariat Islam. Berbuat baik kepada mereka yang berbeda agama bisa menjadi dakwah tersendiri agar mereka mau menerima hidayah Islam.

S waetiap Perbuatan Akan Mendapat Balasan

(Luqman berkata): “Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus[2] lagi Maha mengetahui. (QS. Luqman : 16)

Orangtua sebagai orang yang telah lebih dahulu merasakan asam garam kehidupan harus memberitahu tentang konsekuensi terhadap sebuah perbuatan yang dilakukan. Perbuatan baik akan mendapatkan balasan berupa pahala dan kebaikan. Sebaliknya, perbuatan buruk tidak akan menghasilkan apapun kecuali dosa.

Mendirikan Salat, Amar Makruf, Nahi Mungkar, dan Sabar

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Luqman : 17)

Sholat adalah akan pertama yang pertama kali akan  dihisab. Jika sholatnya selamat maka akan selamat pula amalan lainnya. Mengajarkan sholat dengan benar kepada seorang anak berarti membantu anak untuk masuk ke surga kelak.

Jangan Sombong

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. Luqman : 18)

Kesombongan yang dimiliki oleh seseorang hanya akan menghanguskan semua kebaikan yang dimilikinya. Tak hanya orang lain yang tidak menyukai seseorang yang sombong, Allah pun sangat membenci orang yang bersifat demikian. Mengajarkan anak anak untuk dapat bersikap rendah hati pun ketika sedang berada di puncak kesuksesan akan membuat anak tersebut selalu mendapatkan Rahmat dan Ridho Allah.

***

Semua orang bisa menjadi orang tua. Namun, menjadi orangtua yang sukses mengantarkan anak-anaknya ke gerbang kesuksesan dunia akhirat memerlukan komitmen, ilmu, ikhtiar, dan doa yang sangat panjang. Menjadi orangtua tak hanya membicarakan tentang bagaimana mencukupi kebutuhan fisik anak saja, tetapi juga harus memperhatikan apakah asupannkasih sayang, perhatian, pengertian, dan ilmu.

Penulis,
(Dessy)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL