fbpx

Mencari Sesuap Nasi Segunung Sedekah

Hidup yang baik adalah hidup yang seimbang. Dalam hal apa saja, baik tentang kehidupan duniawi dan ukhrawi, pemasukan dan pengeluaran, hak dan kewajiban, atau pun tentang rezeki yang dihasilkan dan infaq sedekah yang dikeluarkan. Keseimbangan selalu mengarahkan kita pada kebajikan dan kebenaran, dan kebenaran mengarahkan kita pada kiblatnya Allah yang tentu itu adalah balasan kebaikan berupa surga. Keseimbangan diciptakan agar tercipta kesesuaian yang saling mengisi antara dua sisi. Ini membuat kita menjalani hidup lebih mudah dan ringan sebab kita tikak condong pada satu sisi yang memberatkan saja. Misal, kita hidup dengan tujuan kebaikan dan kebahagiaan akhirat berarti yang kita lakukan di dunia pun imbang, ialah menanam benih-benih kebaikan yang dapat dirasakan di dunia namun hasilnya dapat dituai dengan indah di akhirat. Hidup kita habiskan untuk bekerja, berkarir, guna mencari nafkah dan rezeki untuk keluarga tercinta. Ini baik dan amalan mulia tapi janganlah lupa untuk menyeimbangkan sisi ini dengan mempersiapkan pula sebagian harta hasil perolehan rezeki kita untuk dibagikan pada sebagian saudara kita yang lain. Inilah makna dari ungkapan “Mencari Sesuap Nasi dan Segunung Sedekah”.

Setiap hari kita gencar mencari nafkah sekeras-kerasnya tapi tetaplah sadar dan memberikan ruang keberkahan dalam harta tersebut untuk diinfakan atau disedekahkan pada sesama manusia lain yang berhak menerimanya. Semakin kita keras dan banyak memperoleh rezeki dari arah manapun yang Allah janjikan, maka seyogiayanya semakin keras dan besar juga limpahan sedekah dikeluarkan untuk sebagian yang lain. Jika keseimbangan antara menerima dan memberi rezeki ini senantiasa kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan hati ikhlas tanpa mengharapkan balasan apapun, maka sejatinya terletak keridaan dan kecintaan Allah di dalam perbuatan tersebut dan dapat kita bayangkan betapa luas ladang aset sedekah jariyah kita di akhirat kelak. Orang yang gemar menyeimbangkan hidupnya untuk mencari dan berbagi maka akan menjadi manusia yang bahagia sebab sejatinya ia telah menghidupkan hatinya dengan menjauhkan diri dari bentuk hubbun dunya wa karohoyatul maut. Nikmat apalagi yang kita dambakan selain terlepas dari kecenderunganterhadap dunia dan tidak takut mati untuk bertemu dengan Tuhannya?

Jika setiap manusia menunaikan amalan keseimbangan ini maka sejatinya umat Islam dan umat manusia di dunia tidak lagi mengalami ketimpangan sosial. Tidak akan lagi kita temukan golongan kaya yang semakin kaya dan miskin semakin miskin papa. Betapa indahnya hidup berbagi dari hanya sebagian rezeki yang kita punya guna memangkas garis kemiskinan dan penderitaan umat manusia. Bukankah tindakan dan amalan ini kelak dapat menyongsong terbentuknya kesejahteraan umat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan membantu terciptanya masyarakat hidup yang madani? Maka alangkah baiknya jika kebaikan yang terkandung kemuliaan di dalamnya ini ditunaikan terlebih dahulu oleh kita yang tahu ilmunya dan menyadari banyaknya kebermanfaatan ‘memberi’.

Kita seringkali membaca atau mendengar sebuah ungkapan bahwa “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”. Ini sebagai simbol bahwa memberi selalu lebih baik daripada menerima. Untuk dapat memberi dan menjadi si pemberi maka haruslah kita menjadi seseorang yang memiliki. Bukan harus memiliki banyak, tapi minimal memiliki untuk bisa memberi. Satu contoh kecil, kita tidak akan mampu memberikan ilmu jika kita tidak mumpuni dan memiliki ilmu tersebut. Kita tidak akan pernah bisa mengajarkan matematika jika kita belum pernah memperlajari matematika sebelumnya atau pun memiliki ilmu tentang matematika. Begitu halnya tentang rezeki. Orang yang akan mampu memberikan rezeki ialah mereka yang tentu memiliki rezeki. Kita mustahil memberikan uang pada pengemis jika kita tidak memiliki uang, kita tidak mungkin dapat berbagi makanan pada pemulung di pinggir jalan jika kita bahkan tidak memiliki makanan sedikitpun untuk diberikan. Ini merupakan tolok ukur kemampuan. Seseorang akan mampu memberi dan berbagi jika ia telah memiliki. Tidak harus bayak, hanya cukup memiliki. Sejatinya, orang yang memiliki harta berlebih kemudian dia berbagi maka dia baik dan dermawan, namun jika seseorang yang memiliki harta cukup atau bahkan kekurangan namun dia tetap mampu memberi dan berbagi maka ia adalah manusia yang luar biasa.

Ungkapan tentang tangan di atas dan tangan di bawah tadi cukup menegaskan betapa anjuran mencari dan memiliki rezeki adalah keharusan sebagai modal kita mampu berbagi. Itulah mengapa sungguh mestinya umat Islam adalah umat yang kaya raya lagi dermawan. Kita harus memiliki harta yang halal barokah agar mampu menunjang kita dan menguatkan langkah dalam perjalanan dakwah. Banyak lembaga, instansi, dan kelompok masyarakat sebagai saudara yang meski kita bantu perekonomiannya, meski kita sejahterakan hidupnya, yang inilah manifestasi dari keimanan seorang muslim dan tekad yang harus dimiliki setiap diri umat Islam.

Allah menyuruh kita umat manusia untuk mencari rezeki di antara seluruh isi langit dan bumi yang telah Allah sediakan untuk kita. Mari bersama kita perhatikan firman Allah dalam QS: Al-Baqarah : 22,

“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”

Lalu perhatikan pula QS: Hud : 6, “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi ini melainkan Allahlah yang memberi rezekinya.”

Lalu pada QS: Ath-Thalaq : 2-3, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”

Tiga surat Alquran tadi sebagai firman Allah merupakan rangkaian janji-janji Allah pada hambaNya agar bersemangat dan tetap optimis menjemput rezeki Allah yang bertebaran di muka bumi dalam bentuk apapun dan dari arah manapun yang tidak disangka-sangka. Tidak ada satu makhluk pun yang luput dari pengawasan Allah sehingga terlupakan rezekinya, tidak ada. Allah yang menjanjikan ini semua. Allah yang menjamin rezeki tiap-tiap hambaNya.

Ada hadits Rasulullah SAW pula yang menyemangati kita untuk menjalani hari dengan mencari rezeki. Sayyidah Aisyah RA meriwayatkan hadits yang Rasulullah SAW bersabda, “Bangunlah di pagi hari untuk mencari rezekimu, dan melakukan tugasmu, karena hal itu membawa keberkahan dan kesuksesan (keberuntungan).” (HR. At-Thabrani).

Baiknya, kita selalu memacu diri untuk berusaha sebagai langkah ikhtiar menjemput rezeki Allah di muka bumi. Bukan tentang banyaknya jumlah dan besarannya tapi tentang luasnya keberkahan rezeki. Satu langkah lagi agar rezeki yang sesuap menjadi segunung ialah dengan melipatgandakannya dalan kalkulator Allah, yakni berbagi dengan sesama. Sedekah jariyah yang mengantarkan kita pada jutaan balasan kebaikan dalam kacamata Allah. Semoga kita senantiasa istiqomah dalam amalan kebaikan ini.

Yuk Salurkan sedekah terbaik anda melalui www.maiberbagi.or.id

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL