fbpx

Janganlah Marah, Maka Bagimu Surga

Judul di atas merupakan pesan Baginda Nabi Muhammad kepada umatnya tentang bagaimana seharusnya seorang Muslim, ”Janganlah engkau marah, maka bagimu surga.” (HR. Thabrani). Lengkapnya adalah sebagai berikut;

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu  bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!” [HR al-Bukhâri].

Marah merupakan sebuah bentuk perasaan yang menolak gangguan terhadap dirinya dalam bentuk perlawanan. Marah bisa diekspresikan dengan cara mendiamkan orang sekitar, berteriak kepada mereka yang membuatnya marah, kontak fisik seperti memukul, menjambak, menampar, meludahi, atau sebagainya, melemparkan barang ke arah orang yang memancing amarahnya, merusak barang yang ada di sekitar, hingga berbuat anarki yang bisa mencelakai seseorang. Bahkan tak jarang, amarah tersebut diarahkan dan dilampiaskan kepada orang di sekitarnya yang sama sekali tak ada kaitannya dengan masalahnya tersebut.

Amarah yang dilampiaskan dalam bentuk seperti yang disampaikan tadi akan mengakibatkan banyak hal-hal buruk yang akan menimpa baik kepada orang yang mempertaruhkan nafsu amarahnya maupun kepada orang yang memancing amarah seseorang atau bahkan kepada orang yang sama sekali tidak ikut campur dalam masalah tersebut. Keburukan yang diakibatkan dari memperturutkan nafsu amarahnya seperti pertikaian, perselisihan, kesalahpahaman, perpecahan, penganiayaan, hingga tindak kriminal yang sangat jahat, yakni pembunuhan.

Amarah pada manusia yang mengakibatkan berbagai hal buruk tersebut merupakan hasutan setan kepada seseorang yang sedang membara emosinya. Hasutan tersebut akan mudah merangsek masuk ke dalam benak seseorang yang dikuasai hawa nafsunya. Lalu, orang tersebut akan melampiaskan bentuk kemarahannya tanpa pikir panjang apa akibat yang akan diterimanya dan yang ia terima hanyalah penyesalan belaka.

Pada dasarnya, marah merupakan salah satu emosi yang wajar yang dimiliki oleh seorang manusia. Menjadi tak wajar ketika amarah tersebut diungkapkan dengan cara yang melampaui batas hingga menyebabkan banyak kemudharatan. Rasulullah sendiri bersabda mengenai amarah dalam sebuah hadits yang berbunyi, “Ketahuilah, sesungguhnya amarah itu bara api di hati anak cucu Adam, bukanlah kalian melihat dua mata (orang marah) memerah dan urat-urat lehernya membesar.” (HR. Tirmidzi)

Rasulullah mengatakan kalau amarah merupakan bara api karena hal tersebut dapt menyambar siapa saja, termasuk menyambar diri sendiri. Bara api atau amarah dapat menghanguskan segala bentuk amalan kebaikan maupun citra baik yang selama ini dipupuk dan tumbuh subur dalam diri seseorang. Namun, sangat disayangkan dalam sekejap semua kebaikan itu lenyap tak bersisa.

Rasulullah pun pernah menjelaskan bahwa dirinya juga bisa marah terhadap suatu perkara seperti yang beliau sabdakan dalam sebuah hadits yang artinya, “Aku ini hanya manusia biasa. Aku bisa senang sebagaimana manusia senang dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah.” (HR. Muslim)

Rasulullah pun pernah marah. Namun, marahnya Rasulullah bukan didasari karena kepentingan pribadinya yang terusik, melainkan karena ada seseorang yang melanggar aturan yang telah Allah tetapkan dalam syari’at Islam. Marahnya Rasulullah pun tidak dilampiaskan dalam bentuk kekerasan, seperti berteriak, memukul, hingga menyakiti orang lain. Marahnya Rasulullah diungkapkan dengan cara mengatakan sesuatu dengan cara tegas yang kemudian menjadi landasan ilmu bagi masalah yang membuat beliau marah. Juga, tatkala Rasulullah marah pada saat beliau berdiri, maka Baginda Nabi Muhammad segera duduk dan ketika marahnya pada saat beliau sedang duduk, maka dengan segera beliau mengambil posisi berbaring. Sikap ini Rasulullah lakukan agar emosi beliau mereda dan patut kita tiru ketika api amarah sedang membara dalam hati kita.

Sejarah pernah mencatat Rasulullah marah karena beberapa perkara yang dilanggar oleh para sahabatnya. Pertama, Rasulullah  marah saat mendengar laporan bahwa dalam medan peperangan, Usamah bin Zaid membunuh orang yang sudah bersyahadat laa Ilaha illallah (tiada Tuhan selain Allah).  Usamah pun berdalih dengan mengatakan bahwa ia membunuhnya karena menyangka orang itu bersyahadat hanya untuk menyelamatkan diri. Nabi menyalahkan Usamah dan berkali-kali mengatakan, “Apakah engkau membunuhnya setelah dia mengatakan laa Ilaha illallah?” (HR. Bukhari). Dari riwayat ini kita bisa mempelajari bahwa haram hukumnya membunuh seseorang yang telah berikrar laa Ilaha illallah atau sudah masuk Islam.

Dalam kesempatan lain, Rasulullah pernah marah tatkala ada salah seorang sahabat yang merayu Rasulullah agar tidak menghukum seorang wanita dengan cara memotong tangannya karena wanita tersebut kedapatan mencuri. Alasan sahabat tersebut adalah karena wanita itu merupakan seseorang yang terpandang dari salah satu suku terbesar di kaum Quraisy, yakni Bani Makhzum. Seketika raut wajah Nabi berubah karena marah  Nabi tegaskan, “Apakah layak aku memberikan pertolongan terhadap tindakan yang melanggar aturan Allah?” (HR. Bukhari dan Muslim). Dari riwayat ini dapat kita ambil pelajaran bahwa kita harus terus menegakkan hukum Allah dengan snagat adik tanpa memandang status, golongan, suku, dan jabatan tersangka.

Pernah juga suatu hari Rasulullah mendapati seorang lelaki menggunakan cincin emas yang melingkar di jarinya. Sontak, Rasulullah langsung mengambil dan membuang cincin tersebut seraya berkata, “Salah seorang di antara kalian dengan sengaja menceburkan diri ke jilatan api dengan menggunakannya (cincin emas) di tangannya.” (HR. Muslim). Hadits ini memberitahu kita bahwa kaum Adam dilarang menggunakan perhiasan emas dalam bentuk apapun.

Alasannya adalah atom pada perhiasan emas dapat menembus ke dalam kulit hingga masuk ke aliran darah. Jika ketika perhiasan tersebut dipakai dalam waktu yang lama, darah dan urine pada laki-laki bisa terkena efek sampingnya. Keduanya bisa memiliki kandungan atom emas yang melebihi batas. Efek buruknya adalah lelaki tersebut dapat menderita Alzheimer, sebuah gangguan neurologis yang mengakibatkan penderitanya mengalami penurunan daya ingat. Bahkan bisa jadi orang tersebut mengalami perubahan kepribadian.

Mengapa wanita tidak mengalami yang sama sehingga diperbolehkan menggunakan perhiasan berbahan dasar emas? Ini karena di dalam kulit dan tubuh wanita terdapat semacam lemak yang dapat menghambat meresapnya atom berbahaya dalam emas tersebut. Juga, wanita mengalami mentruasi rutin setiap bulannya sehingga atom yang telah terlanjur terserap dalam tubuh dapat dikeluarkan melalui darah kotor dengan teratur.

Dari beberapa kisah tentang marahnya Rasulullah tersebut, kita bisa memahami bahwa apa yang membuat Rasulullah marah adalah pelanggaran-pelanggaran aturan Allah yang dilakukan oleh para sahabatnya. Dari kisah tersebut juga tak nampak sekalipun kekerasan atau keburukan yang Rasulullah lakukan dengan dalih meluapkan amarahnya. Justru, sebaliknya, yang Rasulullah lakukan ketika marah adalah memberikan nasihat atas perkara yang dilanggar. Kelak, nasihat-nasihat inilah yang dijadikan landasan hukum atas pelanggaran yang sama di masa sekarang.

Selain memberikan nasihat sebagai bentuk marahnya Rasulullah, ada beberapa cara yang beliau ajarkan yang harus umatnya ikuti dan amalkan ketika bara api amarah bergemuruh hebat di dalam hati. Cara-cara tersebut ialah;

  1. Membaca Ta’awuz

Dari sahabat Sulaiman bin Surd, beliau menceritakan, “Suatu hari saya duduk bersama Rasulullah SAW. Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah bersabda: “Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: A-‘uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

  1. Sebisa mungkin tidak berkata-kata

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda, “Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad).

Rasulullah juga menasihati, “Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang dalamnya sejauh timur dan barat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Diam dan menahan diri untuk tidak melontarkan kata-kata sangat ampuh untuk dilakukan sebagai bentuk pencegahan diri mengatakan hal-hal yang akan menyakiti seseorang seperti, sumpah serapah, caci maki, menghina, dan merendahkan.

  1. Mengambil Posisi Lebih Rendah.

Rasulullah bersabda, “Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur.” (HR. Ahmad).

Memposisikan tubuh semakin merendah dapat menurunkan ego dalam diri dan meredam gejolak amarah yang membuncah. Sebaliknya, amarah menuntut keadaan yang meledak-ledak sehingga apabila kita semakin memposisikan tubuh semakin tinggi, seperti terus menerus berdiri atau ketika duduk langsung berdiri saat marah, maka amarah tersebut akan semakin menjadi-jadi. Merendahkan posisi tubuh juga bisa menenangkan pikiran yang sempat terusik.

  1. Ingat Selalu Ada Allah

Dari Muadz bin Anas Al-Juhani, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi)

  1. Mengambil Wudhu dan atau Mandi

Marah merupakan hasutan setan dan setan diciptakan dari api. Maka orang yang marah dianjurkan berwudhu atau mandi untuk memadamkan amarahnya. Dari Urwah As-Sa’di, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Itulah beberapa kisah Rasulullah ketika sedang marah dan bagaimana Rasulullah mengatasi amarahnya. Sebagai umatnya, kita wajib mencontoh dan mengikuti semua ajaran Rasulullah dan berusaha memahami apa yang beliau nasihatkan. Maha Sempurna Allah dengan menurunkan syari’at Islam sebagai anugerah terbesar bagi umat manusia. Bagaimana tidak? Bahkan urusan tentang mengelola emosi saja tak luput dari perhatian Allah yang kemudia diajarkanNya lewat perantara Rasulullah. Inilah sebabnya kita harus terus menjaga keimanan dan ketaqwaan kita hanya kepada Allah karena Allah-lah yang telah dengan sangat apik mengatur dan mengurus kehidupan kita.

Penulis,
(Dessy)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL