fbpx

Hukum Zakat Untuk Pembangunan Masjid

Pertanyaan:

Bagaimana hukum menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid?

Jawaban:

Mengenai pembagian atau penyaluran harta zakat, dijelaskan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 60 yang berbunyi:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. al-Taubah: 60)

Dalam ayat tersebut, pembagian atau penyaluran zakat dibatasi hanya kepada delapan asnaf (kelompok). Sebagaimana dapat kita ketahui bahwa pembangunan masjid tidak disebutkan di antara delapan asnaf tersebut. Hanya saja, dalam ayat tersebut ada asnaf yang berhak menerima zakat yaitu  fi sabilillah. Nah, asnaf  fi sabilillah ini diperselisihkan artinya oleh para ulama. Mazhab Hanafi mengartikan kata sabilillah dengan pejuang fakir yang terjun dalam peperangan. Mazhab Maliki mengartikan kata sabilillah dengan pejuang yang terjun dalam peperangan baik kaya atau miskin. Mazhab Maliki juga membolehkan mengeluarkan zakat untuk membeli perlengkapan perang, membangun benteng-benteng, dan keperluan perang lainnya. Mazhab Syafi’i mengartikan kata sabilillah dengan pejuang yang berperang secara sukarela yang tidak mendapatkan gaji secara tetap dari pemerintah. Mazhab Syafi’i sejalan dengan mazhab Maliki yang membolehkan mengeluarkan zakat untuk keperluan perang, seperti membeli perlengkapan senjata. Mazhab Hanbali sama seperti Mazhab Syafi’i, bahwa yang dimaksud dengan sabilillah adalah pejuang yang berperang dengan sukarela, dan tidak mendapatkan gaji yang tetap dari pemerintah, atau mendapatkan tetapi tidak mencukupi.

Baca juga: https://mandiriamalinsani.or.id/hukum-zakat-melalui-lembaga-amil-zakat/

Meskipun empat mazhab tersebut sepakat mengartikan kata sabilillah dengan jihad atau berperang, namun ulama lainnya, seperti Ibnu Atsir, Fakhrurrozi, Ibnu Hajar, Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Rasyid Ridha, Sayyid Qutub, Sayyid Sabiq, dan Yusuf Al-Qhardawi, berpendapat bahwa sabilillah artinya tidak terbatas pada jihad dalam bentuk perang tetapi jihad dalam bentuknya yang bermacam-macam atau semua jalan yang menyampaikan kepada keridhaan Allah dan pahala-Nya, seperti membangun jembatan, membangun madrasah, membangun masjid, dan semua kemaslahatan atau kebaikan dalam rangka taat kepada Allah atau untuk menegakkan kalimat Allah.

Mengingat adanya perbedaan pendapat tentang arti kata sabilillah sebagaimana dijelaskan di atas, maka sebaiknya zakat tidak disalurkan untuk pembangunan masjid. Pembangunan masjid dapat menggunakan dana lainnya seperti, infak, sedekah, wakaf, atau hibah. Namun, jika dana selain zakat tidak ada atau ada tapi tidak mencukupi, maka dapat menggunakan dana zakat dari asnaf fi sabilillah sesuai dengan pendapat ulama yang membolehkannya.

Wallahu Ta’ala A’lam.

 

Ditulis oleh: Dr. H. Fahruroji, MA selaku Dosen Ekonomi dan Keuangan Syariah Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia yang juga merupakan Dewan Syariah MAI Foundation

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL