fbpx

Harga Diri, Ikhtiar dan Syukur

 

Virus covid-19 yang telah setahun hidup berdampingan dengan kita ini nyatanya telah memporak-porandakan perekonomian masyarakat. Tak tanggung-tanggung, semua tingkat sosial masyarakat mengalami penurunan pendapatan dan terdampak langsung dari pandemi ini. Pengeluaran di masa pandemi seperti saat ini terus meningkat karena ada pola dan gaya hidup yang mau tak mau bertambah demi bisa bertahan hidup di masa sulit ini. Katakanlah kita harus menganggarkan biaya untuk membeli peralatan kesehatan, seperti stok masker yang cukup, suplemen dan multivitamin, juga pola makan yang lebih sehat. Juga, ada penambahan biaya membeli kuota internet sebagai sarana untuk memperlancar kegiatan sekolah atau bekerja dalam jaringan (daring). Bagi yang memiliki anak lebih dari satu dan waktu belajarnya berbarengan, mau tidak mau, suka tidak suka, orangtua harus menganggarkan membeli perangkat gawai demi memenuhi tuntutan sekolah daring. Pengeluaran kehidupan lebih banyak dan semakin meningkat sejak adanya pandemi ini tidak dibarengi dengan peningkatan penghasilan. Malah, penghasilan, pendapatan, dan matapencaharian semakin menurun. Alhasil, di masa yang serba sulit ini, tingkat kriminalitas pun semakin meningkat.

Namun, apakah kita harus menyerah dna bertekuk lutut di hadapan keadaan sulit seperti ini?

Tidak. Sama sekali tidak. Mari kita ingat bagaimana Allah menyemangati hambaNya dengan menjanjikan sesuatu yang pasti kita dapatkan.

Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. “ (QS. Al-Insyiroh ayat 5-6).

Dua kali Allah menegaskan dalam surah tersebut bahwa di balik semua kesulitan yang hambaNya alami, ada kemudahan dan solusi yang Allah sertakan sebagai jalan keluarnya. Allah tidak akan membiarkan hambaNya mengalami kesulitan dan kesukaran sendirian. Allah tidak pernah melepaskan hambaNya begitu saja ke dalam muara masalah. Hal ini semata-mata ujian yang Allah berikan kepada hambaNya bertujuan memberikan kesempatan kepada kita untuk bisa meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaan diri sendiri. Pun, ketika Allah menurunkan sebuah musibah kepada seorang hamba sebagai bentuk teguran, Allah tidak akan membiarkan hambaNya berlarut-larut dalam masalah. Ketika hambaNya itu menyadari kesalahannya dan menyegerakan diri untuk memohon ampun dan bertaubat, Allah akan segera merangkul kembali hamba tersebut. Allah segera mengganti semua kesulitan itu dengan dihapusnya dosa-dosanya. Allah sediakan jalan keluar baginya. Ma syaa Allah. Begitu cintanya Allah kepada kita semua. Masihkah kita berputus asa dari rahmatNya dan berpaling kepada sesuatu yang membuat Allah murka?

Berbicara mengenai apakah kita putus asa atau tidak dari rahmat Allahu, erat kaitannya dengan harga diri, ikhtiar, dan syukurnya seorang hamba. Orang yang selalu memegang teguh keimanannya kepada Allah dan tidak berputus asa dari rahmatNya, tentu akan terus menjunjung tinggi harkat martabat ya sebagai seorang Muslim. Ia akan mencari cara dan berikhtiar bagaimana bertahan hidup di kondisi yang serba sulit ini dengan tetap berada di koridor yang Allah ridhoi. Dan sebagai penutup yang pamungkas, ia terus bersyukur atas apa yang telah Allah berikan dan tetapkan kepadanya.

Saya teringat percakapan antara saya dengan bapak saya tentang pandangan hidup. Suatu hari, saya dan bapak sedang berjalan di luar rumah. Tibalah di sebuah tempat ramai ada ada salah seorang pengemis berada di tengah keramaian tersebut. Dilihat dari fisiknya, ia adalah seorang pemuda yang badannya masih segar dan sehat. Pikirannya pun tak nampak terganggu sehingga kita bisa mengatakan bahwa ia sehat lahir batin. Ia duduk sambil mendekap kedua lututnya dengan tangan kirinya. Tangannya yang lain memegang wadah kecil dan di depannya ada tulisan, “Mohon Bantuannya”. Ia menengadahkan wadah kecil itu kepada siapapun yang lewat di depannya. Kemudian, saya bertanya kepada bapak.

“Pak, sekarang bener-bener serba sulit ya. Itu banyak yang minta-minta.”

“Itu mah orang malas. Badannya masih seger sehat. Pikirannya juga normal. Bapak sering lewat sini dan pernah beberapa kali ngeliat dan denger sendiri lemuda itu ngobrol santai ke orang lain. Obrolannya juga nyambung. Dia mah males aja ga mau usaha nyari kerja. Kerja jadi kuli angkut atau tukang apa gitu kan bisa. Dia itu sehat, tapi males.”

Jawaban bapak saya sederhana dan terkesan biasa saja. Tak ada yang menarik dalam jawaban bapak saya. Namun, yang perlu pembaca ketahui adalah jawaban tersebut dilontarkan oleh seorang kepala keluarga yang usianya tak lagi muda, mendekati 60 tahun, memiliki dua anak yang masih sekolah, dan kehilangan matapencahariannya sejak pandemi satu tahun terakhir ini. Ya. Bapak saya adalah satu dari ribuan kepala keluarga lainnya yang sangat tergoncang oleh adanya virus ini. Bapak saya yang dulunya berprofesi sebagai supir angkot yang mengandalkan para pekerja, siswa, dan mahasiswa (kamu tinggal di lingkungan yang banyak terdapat sekolah dan kampus). Sejak diberlakukannya PSBB, mobilitas para penumpang bapak pun menurun drastis. Otomatis penghasilan bapak dan rekan seprofesinya terjun bebas di tengah semua harga kebutuhan pokok meningkatkan. Apakah bapak saya putus asa? Tidak.

Bapak saya terus menawarkan jasa dan keahliannya dalam menyetir, memperbaiki mesin, bahkan pertukangan pun beliau lakoni. Bapak tak pernah malu dengan keadaannya. Beliau terus berusaha memberdayakan dirinya demi memperbaiki dan mempertahankan kondisi ekonomi keluarganya. Pantang baginya untuk berpangku tangan apalagi mengemis mengiba kepada orang lain atau saudara untuk bisa kembali mengenalkan asap di dapurnya. Bagi beliau, harga dirinya harus terus terjunjung tinggi sekalipun keadaan porak-poranda. Sekali mengemis, harga diri akan hancur; mengemis kepada sesama berarti mengingkari  Allah sang Maha Pengasih dan Maha Pemberi.

Tak hanya bapak saya yang memilih untuk terus bertahan dan dengan berikhtiar di jalan yang Allah ridhoi sekalipun keadaan semakin sulit. Masih banyak jutaan orang yang tengah bertahan hidup dengan ikhtiar yang halal demi menegakkan harga dirinya. Mereka mempercayakan kehidupannya sendiri dan keluarganya kepada Allah. Mereka percaya dan yakin, selama mereka masih berpegang teguh pada perintah dan larangan Allah, selama itu pula hidup mereka akan baik-baik saja.

Terakhir, rasa syukur kita terhadap Allah-lah yang mampu menyelamatkan harga diri kita di tengah situasi sulit ini. Allah berfirman dalam surah Ibrahim ayat 7 yang artinya, “Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Allah menjamin bahwa siapa saja di antara hambaNya yang bersyukur kepada Allah atas apapun yang Allah tetapkan kepadanya, maka Allah akan membalasnya dengan terus menambahkan nikmat khusus untuk hambaNya tersebut. Mengapa Allah terus menambahkan nikmat kepada hambaNya yang mampu bersyukur kepada Allah? Hal ini tak kepas dari sifat tamak, serakah, dan sulit merasa puas terhadap apa yang menjadi bagiannya. Manusia akan terus berusaha mendapatkan sesuatu melebihi yang dia butuhkan karena dorongan hawa nafsu dan bisikan syaitan. Orang seperti ini sulit bersyukur dan berterima kasih karena di benaknya selalu merasa kurang. Maka, hambaNya yang sanggup bersyukur atas apa yang menjadi bagiannya adalah mereka yang berhasil mengalahkan hawa nafsunya sendiri dan menepis bisikan syaitan. Untuk itulah Allah mengapresiasi hambaNya tersebut dengan nikmat yang terus bertambah.

***

Harga diri, ikhtiar, dan bersyukur merupakan tiga elemen penting yang bisa kita amalkan dalam segala masa. Tidak hanya hanya untuk bertahan hidup dalam keadaan yang sulit ini, tetapi juga kondisi apapun yang kita hadapi. Harga diri seorang Muslim harus terus ditegakkan sekalipun di dalam keadaan yang berantakan. Salah satunya dengan tidak mengemis, meminta, dan menengadahkan tangan kepada sesama. Harga diri harus diselamatkan salah satunya dengan cara berikhtiar menghidupi diri dan keluarga dengan hasil kerja tangannya sendiri. Lalu, sempurnakan semua itu dengan bersyukur kepada Allah. Berterima kasih kepada Allah atas segala anugerahNya yang masih terus tercurahkan kepadanya. Sedikit atau banyak, itulah yang terbaik untuk kita. Allah sedang dan telah menyelamatkan hidup kita dari berbagai masalah lewat rezeki yang Dia berikan kepada kita, besar ataupun kecil.

Penulis,
(DHQ)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL