fbpx

Etika Menasihati

Sebagai umatnya Nabi Muhammad, kita wajib dan juga ikut berperan aktif dalam keberlangsungan hidup saudara seiman. Mulai dari kita harus memperhatikan dan peka terhadap urusan perut saudara kita; apakah ia sudah makan atau belum? Apakah ia punya cukup uang untuk makan hari ini? Untuk itulah Rasulullah menganjurkan kita dalam sebuah hadits untuk memperbanyak kuah kalau kita sedang mengolah makanan. Maksud dari ucapan Rasulullah tersebut adalah anjuran bagi kita untuk sering memberi makanan kepada orang lain yang ada di sekitar kita.

Selain menganjurkan untuk memperhatikan kebutuhan dasar hidup mereka, kita juga wajib menjaga tingkat keimanan sesama. Untuk itulah kita diwajibkan untuk saling memberikan peringatan terkait urusan agama. Allah berfirman dalam surah Adz-Dzariyat ayat 55 yang artinya, ”Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.”

Peringatan yang dimaksud di sini adalah tindakan amar ma’ruf nahi munkar, yakni tindakan saling berlomba untuk mencegah terjadinya perbuatan yang buruk yang mungkin dilakukan oleh diri sendiri dan orang lain serta berlomba melakukan perbuatan baik. Tindakan amar Ma’aruf nahi Munkar bisa dilakukan salah satunya dengan cara saling menasihati.

“Barang siapa mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR Muslim no. 4831 disahihkan oleh ijma’ Ulama).

Hadits tersebut menjelaskan betapa urgennya tindakan untuk saling menasihati dalam kebenaran dan saling menjauhkan diri dari perbuatan yang buruk. Kita juga akan mendapatkan bagian pahala atau bahkan dosa dari setiap perbuatan orang lain di sekeliling yang dilakukan karena pengaruh dari kita.

Memberikan pengaruh, baik maupun buruk, tak hanya bisa dilakukan dengan cara memberitahukan lewat lisan, tetapi juga melalui setiap perbuatan yang biasa kita lakukan sehari-hari. Orang lain bisa menganggap apa yang kita lakukan itu merupakan hal yang wajar terlebih bila kita dianggap orang yang berilmu di kalangan masyarakat. Sebuah keuntungan besar bagi semuanya bila yang rutin kita lakukan adalah perbuatan yang baik. Namun akan menjadi bumerang yang siap menyerang balik bila perilaku yang sering kita tunjukkan adalah perbuatan yang buruk.

Allah sendiri bersumpah atas nama waktu untuk menjelaskan betapa pentingnya saling menasihati di antara sesama. Allah berfirman dalam surah Al-Ashr ayat 1-3 yang artinya,

“Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”

Dalam surah tersebut, Allah menerangkan bahwa manusia yang paling beruntung adalah mereka yang selalu beramal sholeh dan saling menasihati dalam kebaikan. Namun, praktik saling memberikan nasihat tidak semudah yang anjuran untuk melaksanakannya. Ada beberapa perkara yang sama sekali tidak boleh kita abaikan ketika sedang melaksanakan perintah Allah yang satu ini.

Memberi nasihat kepada seseorang merupakan sebuah tindakan untuk mencoba memberikan kebenaran agarp orang lain mau memahami dan menyadari kebenaran tersebut. Jika kita salah dalam memberi nasihat, yang dikhawatirkan adalah orang tersebut malah akan semakin menjauh dari kebenaran yang pada akhirnya juga akan berimbas pada diri kita.

Ada beberapa etika yang harus kita perhatikan dan amalkan ketika hendak saling menasihati antarsesama. Jika kita benar-benar memperhatikan dan mengamalkan etika ini, in syaa Allah kebenaran yang kita syiarkan akan diterima dengan baik oleh mereka yang kita beri nasihat.

Pertama, niatkan hati bahwa kita menasihati hanya karena Allah semata. Jauhkan keinginan duniawi, seperti keinginan untuk dipuji oleh sesama manusia, ingin dianggap sebagai orang sholeh, dan lain sebagainya ketika akan memberi nasihat kepada orang lain. Tetapkan tujuan hanya kepada Allah karena semua ilmu berasal dari Allah dan yang paling berkuasa atas hati dan perasaan seseorang adalah Allah.

Kedua, nasihat yang diberikan harus berdasarkan ilmu. Sebelum kita memberikan nasihat, kita harus terlebih dahulu menguasai ilmu dari isi nasihat tersebut. Tak berhenti sampai di situ, kita juga harus terlebih dahulu menerapkan isi nasihat itu di dalam keseharian kita. Jangan sampai kita sangat mahir menasihati orang lain, tetapi kita tak pernah menjalani apa yang kita nasihatkan tersebut.

Allah sangat membenci perilaku seperti ini. Allah sendiri berfirman yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff: 2-3)

Rasulullah pun bersabda, Dari Usamah, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan didatangkan seorang pada hari kiamat lalu dicampakkan ke dalam neraka. Di dalam neraka orang tersebut berputar-putar sebagaimana keledai berputar mengelilingi mesin penumbuk gandum. Banyak penduduk neraka yang mengelilingi orang tersebut lalu berkata, ‘Wahai Fulan, bukankah engkau dahulu sering memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran?’ Orang tersebut menjawab, ‘Sungguh dulu aku sering memerintahkan kebaikan namun aku tidak melaksanakannya. Sebaliknya aku juga melarang kemungkaran tapi aku menerjangnya.’” (HR Bukhari dan Muslim)

Jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan orang yang Rasulullah jelaskan keadaannya di dalam hadits itu.

Ketiga, benahi perilaku kita terlebih dahulu. Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, nasihat tidak hanya bisa dilakukan dengan cara memisahkannya, tetapi juga memberikannya contoh langsung dalam kehidupan sehari-hari. Tak jarang orang lain akan lebih mudah mengikuti apa yang kita nasihatkan melalui contoh langsung dalam bentuk perbuatan. Tak semua orang bisa berlapang dada bila diberi nasihat secara lisan. Namun, banyak orang yang memiliki kebiasaan untuk mencontoh seseorang. Untuk itu, sebelum kita memberi nasihat lewat lisan, sebaiknya benahi terlebih dahulu akhlak, perilaku, dan ucapan kita.

Keempat, pilih cara dan waktu yang tepat untuk memberi nasihat. Ada baiknya, kita mempelajari dan mengetahui terlebih dahulu sifat dan cara berkomunikasi dengan orang yang hendak kita nasihati. Lemah lembutlah saat menyampaikan nasihat. Hindari diksi yang berpotensi memojokkan, menyalahkan, dan menyinggung harga diri mereka. Rendah hatilah kepada mereka. Tak ada gunanya menyombongkan diri di hadapan mereka yang haus akan nasihat. Tempatkanlah diri sebagai sahabat, bukan orang yang memberi ilmu.

Juga, perhatikan waktu ketika hendak menasihati. Jangan sampai kita menasihatinya di saat ia sendiri sedang kalut dan penuh emosi. Biasanya, orang yang sedang penuh emosi hanya ingin mendengarkan apa yang ia ingin dengarkan. Sebenar apapun nasihat yang kita sampaikan hanya akan dimentahkan bila ia tak siap mendengarkannya. Carilah waktu di mana ia sudah lebih tenang dan emosinya stabil. Carilah celah di mana ia mungkin bisa mendengarkan pendapat orang lain.

Kelima,  hindarilah menasihati dengan tujuan merendahkan dan menjatuhkannya. Salah satu caranya adalah dengan tidak menasihatinya di depan khalayak ramai. Menasihatinya di depan umum hanya akan membuatnya malu lantas dampaknya alih-alih menjadi lebih baik, ia malah lari dari kebenaran dan menganggap ajakan menuju kebaikan hanyalah cara untuk membuatnya terpuruk.

Pembaca yang budiman, marilah kita menjadi agen perubahan mulai dari diri sendiri. Perbaiki terlebih dahulu akhlak kita agar orang lebih mudah mencontoh semua perilaku baik kita dan mudah menerima apa yang kita nasihatkan. Namun ingat, semua ikhtiar kita dalam rangka amar ma’ruf nahi Munkar hanya diniatkan kepada Allah. Jangan sampai ada kepentingan duniawi terselip di antara ikhtiar mulia tersebut.

Penulis,
(Dessy Husnul Q)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL