fbpx

Etika dalam Tawar Menawar

Kita memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari biasanya dengan cara transaksi jual beli. Seorang pedagang mendapatkan uang yang dapat digunakannya untuk membiayai kebutuhan hidupnya sedangkan pembelinya mendapatkan barang yang dapat ia olah dan gunakan sehari-hari. Keduanya sama-sama diuntungkan dalam simbiosis mutualisme ini. Tak jarang, keduanya terlibat proses tawar menawar untuk mendapat harga yang disepakati. Namun, tak jarang prosesnya tawar menawar itu menyebabkan hati seseorang terluka dan pasrah.

Tawar menawar dalam Islam memang diperbolehkan selama dijalankan dalam syari’at Islam.  Tujuannya untuk mencapai kesepakatan harga antara kedua belah pihak secara sukarela. Si pedagang masih mendapatkan untuk yang diharapkannya dan pembeli mendapatkan harga yang sesuai dengan kondisi keuangannya. Namun, seringkali tawar menawar menimbulkan perilaku yang zholim yang biasanya dilakukan oleh seorang pembeli. Arena jual beli terselenggara laiknya medan pertempuran antara pedagang dan pembeli.

Demi menyesuaikan kondisi keuangannya, ia menawar habis-habisan barang yang dibutuhkan untuk bisa mendapatkannya dengan harga yang diinginkannya. Hal tersebut tak akan menjadi soal apabila pedagangnya mampu mempertahankan habis-habisan harga yang ditawarkannya. Ketika pembeli itu tak jadi membelinya, ia pun tak mengapa karena berkeyakinan barangnya akan laku di lain kesempatan dengan harga yang ditawarkannya.

Lain halnya dengan pedagang kecil bermodal pas-pasan. Tak jarang, calon pembelinya akan terus membombardir pertahanan pedagang tersebut demi menurunkan harganya yang terkadang barang tersebut dijual dengan harga yang tak terlalu tinggi hingga akhirnya pedagang itu pun menyerah dan menyetujui tawaran pembeli meskipun ia harus mengambil untung yang sangat sedikit. Memang, pada akhirnya, transaksi jual beli itu akhirnya terjadi atas dasar kesepakatan bersama. Namun, pembeli tidak tahu bahwa penjual itu akhirnya melepaskannya dengan kepasrahan dan kecemasan di wajahnya lantaran untung yang didapatnya hanya sedikit sedangkan ia menyadari bahwa banyak penjual lain yang memiliki barang yang sama untuk mereka jual sehingga ia tak boleh kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pembeli.

Satu hal yang seringkali luput dari kesadaran pembeli, yakni kenyataan bahwa dari setiap perniagaan yang diselenggarakan oleh seorang pedagang, ada sebuah tanggung jawab yang dipikulnya; ada sebuah keluarga yang harus dia nafkahi; ada kebutuhan dasar hidup yang harus dibiayainya; ada banyak harapan yang harus diwujudkannya. Semua itu harus dibayarkannya dengan keuntungan-keuntungan yang diraupnya dari hasil perdagangannya. Perlahan, pedagang mengumpulkan keuntungan untuk menafkahi keluarganya. Jika dalam tiap perniagaannya ia selalu bertemu dengan pembeli yang menawar dengan sikap memaksa yang tak jarang disertai dengan perkataan yang tak mengenakkan, bagaimana ia bisa menghidupi keluarganya?

Itulah yang seringkali dilupakan oleh sebagian pembeli. Mereka hanya memikirkan bagaimana caranya mendapatkan barang yang ia inginkan dengan harga yang juga ia harapkan yang seringkali mereka wujudkan dalam proses tawar menawar yang tak dibenarkan caranya.  Para oknum pembeli ini hanya mementingkan kebutuhannya sendiri dan melupakan kenyataan bahwa pedagang pun juga perlu menghidupi kebutuhan keluarganya. Tawar menawar yang dilakukan oleh oknum pembeli ini termasuk dalam kategori zholim.

Dalam Islam, transaksi tawar menawar juga telah diatur sedemikian rupa agar tidak menzholimi mereka yang terlibat di dalamnya. Allah berfirman dalam surah An-Nisa ayat 29 yang artinya, “Wahai orang orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan yang dilakukan atas dasar suka sama suka di antara kamu”.

Dalam ayat ini, Allah melarang kita untuk saling memakan harta sesama kita. Ayat ini bisa kita aplikasikan ke dalam transaksi tawar menawar. Yang harus kita selalu ingat adalah dalam setiap keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan, ada keluarga yang harus dinafkahinya. Para pedagang sama saja seperti kita yang mencari nafkah di ruang perkantoran. Kita mencukupi kebutuhan keluarga melalui gaji yang setiap bulan dibayarkan perusahaan. Mereka, para pedagang, mencukupi keluarganya dengan mencari keuntungan di setiap barangnya dijualnya. Tawarlah sewajarnya dan jangan memaksa. Kita juga wajib menjaga ucapan kita untuk menghindari hati yang tersinggung.

Selain itu, jangan suka mengecewakan pedagang. Bayangkan betapa kecewanya mereka ketika barangnya sudah ditawar habis-habisan, tapi yang menawar tak jadi membelinya justru harganya sudah disepakati bersama. Contoh lain, jangan pernah membandingkan pedagang yang satu dengan pedagang yang lain, entah itu kualitas barang, harga yang ditawarkan, maupun keputusan pedagang mau menjualnya dengan harga tersebut atau tidak.

Rasulullah bersabda, “Allah mencintai seorang hamba yang mudah berlaku baik jika menjual dan mudah bila membeli.” (HR. Baihaqi Melalui Abu Hurairah r.a)

Dari hadits ini, Rasulullah menjelaskan bahwa Alalh mencintai mereka yang memudahkan sesama. Berkenaan dengan tawar menawar, janganlah kita mempersulit diri sendiri dan juga orang lain dengan cara terus menerus menawar. Tawar menawar memang diperbolehkan, namun ketika hal tersebut mengarah kepada perbuatan yang zholim, maka haram hukumnya.

Untuk menghindari kemudhorotan yang bisa saja terselip di antara transaksi jual beli, seorang pembeli haruslah menanamkan sebuah prinsip. Selain harus menyadari bahwa pedagang juga perlu menghidupi keluarganya, seorang pembeli juga harus berprinsip belilah ketika mampu membelinya dan jangan bersikap zholim kepada pedagang dengan menawar harga dengan keterlaluan ketika keuangan kita belum sanggup membelinya. Janganlah hanya memikirkan diri sendiri dengan cara mengecilkan rezeki orang lain lewat harta yang kita tawar. Ingat, menawar harga barang dengan sangat rendah hingga pedagang tersebut menyerah bukanlah sebuah prestasi yang patut dibanggakan apalagi perlu disebarluaskan. Tahukah Anda mengapa banyak pedagang yang menyerah saat pembelinya menawar dengan harga rendah?

Para pedagang tersebut mengetahui kondisi pasar saat ini sedang lesu. Jadi begitu ada calon pembeli yang menanyakan barang dagangannya, tentu hatinya sangat senang, tandanya rezeki tak lama lagi akan didapatkannya. Namun apa jadinya ketika calon pembeli itu adalah mereka yang rewel dan hanya memperhatikan kebutuhannya sendiri; menawar dengan harga sangat rendah? Tentu tak ada jalan lain bagi para pedagang merelakan dagangannya terjual dengan harga rendah tersebut ketimbang ia menunggu pembeli lain yang tak tahu kapankah datangnya. Belum lagi jika barang dagangannya itu merupakan sesuatu yang mudah busuk. Bukankah ia malah merugi? Mungkin ini yang dimaksud oleh pepatah memakan buah simalakama. Jika ia menjualnya dengan harga yang sudah ditawar, maka keuntungannya akan sangat tipis. Namun, jika ia tak melepaskannya dengan harga yang sudah ditawar, maka besar kemungkinan barang dagangannya malah akan membusuk karena tak segera laku.

Pembaca, selaku ada etika dalam setiap urusan dan aktivitas kita yang wajib kita jalankan demi menjaga hak orang lain. Sangat baik bila kita ingat sabda Rasulullah yang menjelaskan bahwa setiap perbuatan baik ada sedekah. Transaksi jual beli adalah sebuah perbuatan yang baik selama apa yang diperdagangkan dan caranya halal. Ketika kita membeli barang tersebut, in syaa Allah ada nilai sedekah di dalamnya. Keuntungan yang didapat pedagang itupun akan dapat bernilai sedekah dari si pembeli. Juga, barang yang dibawa pulang oleh si pembeli, in syaa Allah membawa berkah bagi keduanya. Jika kita ingin menawar harga beli sebuah barang, maka tawarlah. Tak mengapa. Namun, tolong, perhatikan juga keadaan pedagang tersebut. Jangan sampai terlalu bersemangat menawar hingga melupakan sisi kemanusiaan dalam berniaga. Jika memang hargabya sudah tak bisa ditawar lagi, tak apa. Bayar saja. Niatkan untuk sedekah. Bukankah kebaikan sedekah akan selalu kembali pulang menemui kita? Bukankah sedekah tak mengurangi harta kita?

Ingatlah, bisa membeli barang mewah di pusat perbelanjaan modern tanpa menawar bukanlah hal yang harus dibanggakan. Pun halnya dengan keberhasilan membeli barang di pasar tradisional atau toko kecil dengan cara menawar yang di melebihi batas. Tak ada yang patut dibanggakan di antara keduanya. Justru harusnya kita malu karena kita mampu membeli barang mewah tanpa menawarkan, tapi mati-matian berjibaku dalam transaksi tawar menawar di pasar atau pedagang kecil lainnya.

Semoga kita sebagai seorang pembeli bisa menerapkan etika tawar menawar yang Islam ajarkan agar perniagaan yang berlangsung bernilai sedekah dan pahala. Semoga tak ada hati yang tersakiti dan keluarga yang kehilangan harapannya karena proses tawar menawar yang terlalu rendah.

Penulis,
(DHQ)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL