fbpx

Dua Nikmat yang Sering Menipu

Orang yang beriman kepada Allah tidak akan pernah lepas dari sebuah perkara, yakni ujian. Ujian tersebut adalah cara Allah untuk mengetahui seberapa berkualitas keimanan dan ketaqwaan kita. Juga, ujian merupakan sebuah ungkapan cinta dan sayang dari Allah karena ketika Allah menurunkan sebuah ujian dalam bentuk musibah, semua rasa sakit dan sedih akan menjadi media penggugur dosa seorang hamba.

Ujian tak hanya Allah turunkan dalam bentuk musibah, tetapi juga dalam bentuk nikmat yang membuat kita merasa senang dan bahagia. Justru, ujian berupa kenikmatan inilah yang jauh lebih berbahaya akibatnya jika kita tak menyadarinya. Ketika orang tertimpa musibah, mudah baginya untuk mengintrospeksi diri, memohon ampunan Allah, dan kembali ke koridor yang Allah ridhoi. Jika ia benar-benar menyesali perbuatannya dan berusaha keras untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya, maka Allah akan ganti semua kesulitan dalam menghadapi musibah tersebut dengan membuat dosa-dosanya berguguran.

Namun tidak demikian dengan ujian berupa kenikmatan.  Melalui musibah, Allah ingin melihat apakah seorang hamba mampu menyadari kesalahannya dan bertaubat. Namun tidak demikian halnya dengan ujian berupa kenikmatan. Lewat ujian jenis, ini Allah ingin melihat apakah hambaNya tersebut mampu bersyukur atas semua kemudahan dan kebahagiaan yang ia rasakan dan apakah hamba tersebut mampu menyadari bahwa di balik semua kesuksesannya ada Allah.

Kekayaan, kesuksesan, kecerdasan, keluarga yang rukun, kehormatan dari masyarakat, kesehatan, usia yang produktif, waktu luang, dan lain sebagainya merupakan anugerah sekaligus ujian dari Allah. Tak jarang, ada orang yang merasa bahwa semua kesuksesan yang ada dalam hidupnya semata-mata adalah karena usaha kerasnya selama ini. Ia memang berusaha keras mewujudkan impiannya dan usahanya tak pernah mengkhianati hasil. Ia berhasil meraih impiannya. Namun, rupanya ia lalai dan terlena dengan keberhasilannya hingga ia melupakan Allah yang telah memungkin semua itu terjadi. Ia pun menjadi kufur nikmat dan tak lagi ada rasa syukur di hatinya. Ia pun telah gagal dalam ujian berupa kenikmatan.

Masih menyoal tentang ujian kenikmatan, ada dua nikmat yang seringkali menipu para hamba Allah. Dua kenikmatan tersebut adalah nikmat sehat dan nikmat waktu luang. Banyak orang yang saking menikmati kedua nikmat itu, mereka sampai lupa dengan kewajiban-kewajiban yang harus mereka tunaikan dengan dua nikmat tersebut. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu) kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Nikmat Sehat

Kesehatan merupakan akar dari rezeki yang lain. Tanpanya, rasanya sulit untuk mendapatkan rezeki lainnya, bahkan ketika kita kehilangan nikmat sehat, maka nikmat yang lain serasa dicabut oleh Allah. Dengan kesehatan, kita bisa dengan tenang bekerja, belajar, berbuat baik untuk mengumpulkan banyak pahala, beramal sholeh, bersilaturahim, beribadah dengan nyaman, dan berbagai aktivitas lainnya. Namun, tak jarang kita menyia-nyiakan kesempatan sehat itu tanpa disadari.

Pernahkah ketika kita sedang dalam keadaan sehat, kita malah memilih menghabiskannya hanya untuk sekadar menyenangkan diri sendiri? Seperti menghabiskan masa sehatnya dengan memuaskan hawa nafsunya mengonsumsi makanan dan minuman dengan kadar berlebihan dan di luar batas kewajaran. Akhirnya, tubuh kita pun ambruk tak tahan dengan berbagai bahan kimia dan pengawet yang terkandung di dalam bahan makanan atau minuman tersebut. Hasilnya, kita terbaring lemah; merasakan begitu tidak nyamannya ketika sakit datang menggantikan sehat. Rasa sesal dalam hati memuncak dan tak berkesudahan, bagaimana bisa diriku khilaf dan kalap mengonsumsi makanan itu secara berlebihan?

Masih banyak lagi perbuatan yang membuat kita lalai dari nikmat sehat. Padahal, Rasulullah telah menjelaskan betapa kesehatan itu sangat penting dan berharga. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya.” (HR. Ibnu Majah)

Kesehatan sangat mahal, tapi Allah pada awalnya memberikan nikmat tersebut secara cuma-cuma kepada hambaNya. Sebagai kompensasi karena di awal kita tidak membayar untuk mendapatkan kesehatan itu, kita harus menjaganya dengan sepenuh jiwa. Menjaga kesehatan bisa dilakukan dengan cara rutin berolahraga, menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, menjaga dan merawat diri dengan rutin membersihkan diri, memperhatikan asupan gizi yang diperoleh dari makanan dan minuman. Tak hanya itu, menjaga kesehatan juga harus bisa menahan diri dari mengonsumsi hal-hal yang haram dalam Islam. Sesuatu yang telah Allah haramkan pasti akan mengakibatkan sesuatu yang buruk bila kita nekat mengonsumsinya. Lebih dari itu, berupaya menjaga kesehatan diri yang Allah anugerahkan kepada kita merupakan salah satu cara kita bersyukur kepadaNya.

Sebaliknya, orang yang tidak menjaga kesehatannya adalah orang yang tidak pandai bersyukur. Ia merusak semua yang Allah berikan secara gratis. Ia berlaku semena-mena terhadap tubuhnya, merasa bahwa dialah satu-satunya pemilik tubuh itu. Ia merasa berhak melakukan apapun dengan tubuh itu. Akhirnya, Allah menegurnya dengan cara menimpakan penyakit kepadanya. Allah ambil nikmat sehatnya dan menggantinya dengan rasa sakit. Kini ia tak lagi sebebas dahulu.

Pernah beberapa kali saya memperhatikan, ketika saya sedang melakukan suatu kebaikan, yang pertama kali dilakukan oleh mereka yang menerima kebaikan tersebut adalah mendoakan kesehatan saya. Mereka tidak mendoakan agar rezeki saya lancar, tidak juga mendoakan agar semua urusan saya selesai. Yang mereka doakan pertama kali adalah kesehatan saya; semoga saya selalu sehat. Ternyata, seperti yang telah saya katakan di awal, kesehatan merupakan akar dari rezeki yang lain. Dengan kesehatan, kita bisa bekerja dan mendapatkan uang sebagai rezeki. Dari uang tersebut, kita bisa bersedekah. Dengan kesehatan, kita bisa berbuat baik dan mengumpulkan banyak pahala. Dengan kesehatan juga, kita bisa nyaman belajar dan menyebarluaskan ilmu yang kita dapat tadi. Intinya, kesehatan akan memungkinkan kita bisa merasakan rezeki lainnya dari Allah.

Akan berbeda ceritanya ketika kita sedang dirundung sakit. Jangankan untuk bekerja atau belajar, hanya untuk makan saja rasanya sudah sangat tidak enak. Untuk berbuat kebaikan pun juga sulit karena kita sendiri sedang berjuang melawan penyakit. Mau tidkymau, kita harus bersabar dan semoga sabar itulah yang menjadi ladang pahala kita.

Nikmat Waktu Luang

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Kenikmatan adalah keadaan yang baik. Ada yang mengatakan, kenikmatan adalah manfaat yang dilakukan dengan bentuk melakukan kebaikan untuk orang lain.”

Berdasarkan perkataan Ibnu Hajar rahimahullah tersebut, waktu luang bisa dikatakan sebagai kenikmatan adalah apabila waktu tersebut digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Jika seseorang masih menggunakan waktu luangnya dengan cara bersenang-senang tanpa ada manfaatnya, waktu luang tak bisa dikatakan sebagai nikmat, malah bisa jadi hak tersebut termasuk ke dalam musibah. Mengapa dikatakan musibah?

Orang yang tak pandai memanfaatkan waktunya dengan baik, akan terus kehabisan waktu untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Contoh, seorang pelajar akan selalu tidak memiliki waktu yang cukup untuk belajar menghadapi ujian dan mengerjakan semua tugas sekolah. Seorang karyawan akan terus kekurangan waktu untuk bisa menyelesaikan pekerjaannya. Padahal, jika mereka mampu mengatur waktu yang mereka miliki dan bisa bersikap disiplin terhadapnya, mereka akan bisa menyelesaikan semua tanggung jawabnya tepat waktu.

Orang yang sering melalaikan waktu luangnya contohnya adalah mereka yang suka menunda mengerjakan sesuatu. Selain itu,  mereka juga yang lebih memilih untuk beristirahat dan menggunakan waktu luangnya untuk bersantai ketimbang melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat agar waktunya produktif. Bersantai dan beristirahat bukanlah sesuatu yang terlarang, namun terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bersantai akan membuat waktu terbuang percuma dan pekerjaan tak kunjung rampung. Percayalah, bersantai di saat semua pekerjaan sudah selesai akan lebih nikmat rasanya ketimbang mencuri waktu untuk bersantai di saat ia harusnya menyelesaikan semua tugasnya.

Akhirul Kalam..

Ingatlah sabda Rasulullah tentang lima perkara sebelum lima itu terjadi.  “Gunakan yang lima sebelum datang yang lima: masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa lapangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum masa matimu.” (HR. Al-Hakim).

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL