Catatan Hati Dari Pesantren Al Amien Madura
Madura, 7 Juni 2017
Perjalanan dari Malang menuju bumi Johari, Madura, diawali sejak buka puasa. Untuk menuju Madura, rombongan Gerakan Santri Menulis Mandiri Amal Insani, terdiri dari; Pak Iwan, Pak Hadi, Kang Romel dan Pipiet Senja, harus menyewa kendaraan pulang-pergi. Mas Supir tidak banyak bicara, tetapi saat melintasi jembatan Suramadu, dia mengungkapkan rasa bangganya sebagai orang Madura.
Sempat dibawa singgah ke Bebek Sinjai di Bangkalan, sayang sekali sudah lewat waktu bukanya, lebih beberapa menit dari pukul sembilan malam. Kecuali Pipiet Senja yang sering lintas Madura, lainnya baru pertama kali menginjakkan kaki di pulau garam ini. Bahkan Pak Sopir pun baru kali inilah membawa kendaraan pribadi lintas Madura sampai kawasan Prenduan, Sumenep.
“Tenang saja, ada GPS,” katanya menenangkan semua penumpangnya. Di sebelahnya duduk Pipiet Senja yang asyik melototi WAG demi WAG perjuangan.
“Bagaimana kalau disesatkan, hayo?” Entah siapa yang nyeletuk dari belakang.
“Tenang saja, alihkan pake Waze,” tukas si Manini tanpa mengalihkan mata dari ponselnya.
“Cihuuuuy, Manini gahoool!” seru Kang Romel.
Kali ini si Manini menoleh ke belakang. “Harusss! Penulis kalau tidak gaul dan update medsos dipastikan bakal ketinggalan zaman. Alias ditinggalkan zamannya.”
“Pake apa saja medsosnya, Teteh?”
“Instagram, Twitter, FB, website, blogger….”
“Kereeeeen!” sambut semua penumpang sambil tertawa.
Perjalanan malam yang memakan waktu sekitar 6 jam tak terasa juga jika sudah dibawa dengan diskusi, canda, tawa dan cerita. Ada yang sering ngotot urusan suasana politik. Ada juga yang suka membahas budaya, adat, ekonomi bahkan tentang poligami. Seru!
Tengah malam rombongan tiba di kawasan Pontren Modern Al Amien. Sebuah pondok pesantren yang sudah terkenal bukan hanya se-Indonesia, melainkan ke pelosok mancanegara. Santri alumninya menyebar ke mana-mana; Mesir, Yaman, Malaysia, Brunei, Yordania, Arab Saudi dan negara Timur Tengah lainnya.
Rombongan ditempatkan di kawasan Asrama Putra. Kang Romel mengajak Pak Hadi mencari penginapan di luar. Sementara Pipit Senja dengan sukacita kembali ditempatkan di kediaman Nyai Anisyah Tidjani. Beberapa kali singgah di Al Amien dan selalu ditempatkan di ruangan yang sama. Kali ini bangunannya telah direnovasi, ada AC dengan kamar mandi yang bersih dan nyaman.
Hanya tidur sekitar 3 jam, pagi sekali rombongan sudah dibagi. Kang Romel diminta memberi kuliah umum di kalangan santri putra di masjid. Sementara Pipiet Senja sempat temu kangen dengan sahabat lama yang pernah jumpa selagi kunjungan ke Al Azhar Kairo, Mesir.
“Sekarang suami yang memimpin Al Amien,” ujar Aisyah Tidjani, putri pendiri Al Amien, KH. Tidjani. Kemudian diajak sowan ke ruangan keluarga, jumpa dengan Nyai Anisyah Tidjani.
Setiap kali jumpa Nyai Anisyah Tidjani senantiasa menguar semangat perjuangan dalam berdakwah, syiar Islam. Tergambar perjuangan panjang dalam membangun pesantren sejak zaman sebelum kemerdekaan. Sayang sekali, waktu jua yang harus memisahkan.
Pipiet Senja mengisi kelas menulis di Asrama Putri. Selalu menakjubkan dengan jumlah pesertanya. Sekitar 300-an santriwati memadati ruangan sangat luas dengan fasilitas LCD.
“Ini karena para santri sebagian besar sudah pulang. Kalau semua kumpul bisa ribuan yang ikut kelas menulis ini,” jelas Aisyah Tidjani.
Benar sekali, sejak 2002, Pipiet Senja sering singgah di Pontren Al Amien. Biasanya akan dilanjutkan ke Pontren Darul Ulum di Banyuanyar, Pamekasan. Tidak diragukan lagi sudah banyak juga berlahiran penulis dari dua pesantren dari bumi Johari ini.
Kali inipun usai memberikan pengarahan menulis di Asrama Putri, Pipiet Senja memberi tugas agar santriwati mengumpulkan karya seminggu kemudian. Dilanjutkan ke Asrama Putra, bergantian dengan Kang Romel yang beralih ke Asrama Putri.
Catatan Hati dari Al Amien, demikian usulan Pipiet Senja yang disambut seruan penuh semangat oleh santriwati. Apalagi saat Pipiet Senja mengisahkan tentang si Mantan masa SMA, hadeeeeeh, hebooooh rek!
Semoga segera terkumul karya dari Al Amien, menyusul buku Bintang Bintang Pesantren karya santri Ashohwah dan Babussalam. Bravo Santri!
Terima kasih kepada Mandiri Amal Insani yang telah menyemangati program Gerakan Santri Menulis ini. Semoga segera berlahiran para sastrawan, budayawan dari kalangan pesantren, bersama karya yang mencerahkan dan mendunia. (Pipiet Senja, Madura, Ramadhan 1438 Hijriyah)
baca juga: Gerakan Santri Menulis Malang dari Pandangan Pipiet Senja