fbpx

Bayar Hutang atau Tunaikan Zakat? Keputusan yang Bijak

 

Dalam Islam, zakat merupakan salah satu rukun yang menjadi fondasi utama kehidupan seorang Muslim. Kewajiban ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga memiliki dampak sosial yang luas. Namun, dalam situasi keuangan tertentu, sering kali muncul dilema di antara dua kewajiban: membayar zakat atau melunasi hutang. Artikel ini akan menguraikan urgensi membayar zakat sebelum melunasi hutang, serta memberikan panduan mengenai zakat maal, yang terdiri dari zakat aset dan zakat penghasilan.

Apa Itu Zakat Maal?

Zakat maal adalah zakat yang dikeluarkan atas harta atau aset yang dimiliki oleh seorang Muslim. Zakat maal dibagi menjadi dua jenis utama: zakat aset dan zakat penghasilan.

  1. Zakat Aset (Zakat Harta). Zakat aset adalah zakat yang dikenakan pada harta kekayaan yang dimiliki oleh seorang Muslim. Harta yang dikenai zakat meliputi emas, perak, uang tunai, properti, investasi, dan bentuk aset lainnya. Syarat utamanya adalah harta tersebut sudah mencapai nisab (batas minimal harta yang wajib dizakati) dan telah dimiliki selama satu tahun penuh (haul). Penting untuk dicatat bahwa zakat maal ini hanya diwajibkan atas harta yang tidak digunakan secara aktif atau tidak dimanfaatkan secara langsung untuk keperluan hidup sehari-hari. Misalnya, rumah yang ditinggali atau kendaraan yang digunakan sehari-hari tidak termasuk dalam kategori harta yang wajib dizakati. Besaran zakat yang harus dikeluarkan adalah 2.5% dari total harta yang dimiliki.
  2. Zakat Penghasilan (Zakat Profesi). Zakat penghasilan adalah zakat yang dikenakan pada pendapatan atau gaji yang diterima secara periodik. Pendapatan yang harus dizakati adalah pendapatan bersih setelah dikurangi kebutuhan pokok. Pendapat ulama mengenai apakah zakat penghasilan dihitung dari pendapatan bruto (sebelum dikurangi hutang) atau netto (setelah dikurangi hutang) memang bervariasi. Namun, dianjurkan untuk menunaikan zakat dari pendapatan bruto, karena dengan demikian zakat yang dibayarkan akan lebih besar, dan berkah yang diperoleh juga akan lebih luas.

Mengapa Zakat Harus Didahulukan?

Dalam Islam, ada prinsip bahwa kewajiban ibadah harus didahulukan sebelum menunaikan kewajiban sosial atau muamalah lainnya, termasuk hutang. Berikut adalah beberapa alasan mengapa zakat harus didahulukan:

  1. Zakat Sebagai Hak Orang Lain. Zakat bukan sekadar ibadah individual, tetapi juga hak orang lain yang ada dalam harta kita. Dalam harta yang kita miliki, terdapat hak untuk fakir miskin dan golongan lainnya yang berhak menerima zakat. Menunda membayar zakat berarti menunda hak mereka, dan ini adalah sesuatu yang harus dihindari.
  2. Keberkahan yang Luas. Dengan menunaikan zakat terlebih dahulu, seorang Muslim bukan hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga memperluas keberkahan dalam hartanya. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan berkurang harta yang dikeluarkan untuk sedekah (zakat), kecuali ia akan bertambah, bertambah, bertambah.” (HR. Muslim).
  3. Menghindari Dampak Negatif Hutang. Melunasi hutang adalah kewajiban, tetapi menunda zakat untuk melunasi hutang dapat membawa dampak negatif, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Hutang bisa dinegosiasikan, tetapi zakat adalah kewajiban yang tak dapat ditunda. Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ menjelaskan bahwa zakat harus dikeluarkan segera ketika sudah mencapai syarat-syaratnya, tanpa menunggu hal lain.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 177:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat…”

Rasulullah SAW juga bersabda:
“Barangsiapa yang mendatangkan kelapangan (kemudahan) bagi orang yang dalam kesusahan, niscaya Allah akan memberinya kelapangan di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim).

Bagaimana Cara Menghitung Zakat Maal?

Menghitung zakat maal tergantung pada jenis harta yang dimiliki. Berikut panduan singkatnya:

  • Zakat Aset: Total nilai aset yang dimiliki (emas, perak, uang tunai, properti, investasi) dikalikan 2.5%.
  • Zakat Penghasilan: Total pendapatan bruto dikalikan 2.5%.

Contoh perhitungan:

  • Jika seorang Muslim memiliki aset senilai Rp100.000.000, maka zakatnya adalah Rp100.000.000 x 2.5% = Rp2.500.000.
  • Jika pendapatan bulanan seorang Muslim adalah Rp10.000.000, maka zakat penghasilan yang harus dibayarkan adalah Rp10.000.000 x 2.5% = Rp250.000.

Kesimpulan

Membayar zakat sebelum melunasi hutang bukan hanya pilihan bijak, tetapi juga kewajiban yang mendatangkan berkah dan kemudahan dalam kehidupan. Dengan menunaikan zakat dari pendapatan bruto, seorang Muslim tidak hanya memastikan bahwa hak orang lain terpenuhi, tetapi juga membuka pintu keberkahan yang lebih luas. Semoga Allah SWT memberikan kita semua kekuatan untuk menunaikan kewajiban ini dengan sebaik-baiknya. Aamiin.

Penulis: Qodrat SQ

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL