fbpx

Arti Wajib, Sunnah, Makruh, Mubah dan Haram dalam Islam

Islam mengatur seluruh urusan manusia dengan sangat lengkap dan sempurna. Dari mulai kita bangun tidur sampai kembali tidur di penghujung hari, Allah telah memberikan dan menjelaskan bagaimana cara manusia menjalani harinya. Dimulai dari bangun tidur, menyucikan diri, ibadah, memenuhi hak tubuh (makan, minum, istirahat), bekerja, belajar, bersilaturahim dengan sesama, berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, muda, atau sebaya, berwisata, berniaga, mengaji, dan banyak lagi aktivitas manusia lainnya sampai kita kembali tidur, semua telah ada aturan mainnya. Aturan-aturan main tersebut sangat erat kaitannya dengan hukum-hukum yang berlaku atas suatu perbuatan.

Di dalam Islam, kita mengenal ada enam hukum yang berdampak pada boleh atau tidaknya kita mengerjakan sebuah perbuatan. Keenam hukum tersebut adalah waji, sunah, halal, mubah, makruh, dan haram. Melalui Al-Qur’an, Allah telah menjelaskan sebuah perbuatan berhukum apa. Jika di dalam Al-Qur’an tidak ditemukan, Allah menjelaskannya melalui sabda Rasulullah yang termaktub di dalam Al-Hadits. Jika di dalam Al- dan Al-Hadits juga tidak ditemukan, maka hasil dari ijtima’ ulama yang dijadikan landasan hukum sebuah perkara. Mengapa demikian? Karena zaman semakin berkembang, maka hadir pula perkara-perkara yang di zaman Rasulullah belum dikenal. Para ulama akan tetap mencari dalil utama pada Al-Qur’an dan Al-hadits karena di dalam kedua sumber tersebut terdapat bahasan secara umumnya. Untuk mengetahui lebih lanjut apa pengertian dari keenam hukum dalam Islam, mari kita bahas satu persatu.

  1. Wajib

Hukum wajib biasa kita kenal dengan istilah fardhu dalam bahasa Arab. Secara istilah, wajib memiliki arti sebuah perintah yang harus dilakukan oleh setiap hamba yang jika tidak melakukannya ia akan mendapatkan dosa. Dilansir dari laman detiknews.com, hukum wajib sendiri terbagi ke dalam empat bagian, yakni wajib berdasarkan waktu pelaksanaannya, wajib berdasarkan orang yang melaksanakan perintah tersebut, ukuran dan kadar pelaksananya, serta kandungan kewajiban perintahnya.

Kewajiban berdasarkan waktu pelaksanaannya pun terbagi lagi menjadi;

  1. Wajib muthlaq yakni wajib yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya seperti meng-qadha puasa Ramadhan yang tertinggal atau membayar kafarah sumpah.
  2. Wajib muaqqad yakni wajib yang pelaksanaannya ditentukan dalam waktu tertentu dan tidak sah dilakukan di luar waktu yang ditentukan. Wajib muaqqad terbagi lagi dalam:

-wajib muwassa: wajib yang waktu disediakan untuk melakukannya melebihi waktu pelaksanaannya.
– wajib mudhayyaq: kewajiban yang sama waktu pelaksanaannya dengan waktu yang disediakan seperti puasa Ramadhan.
– Wajib dzu Syabhaini: gabungan antara wajib muwassa dengan wajib mudhayyaq, misalnya ibadah haji.

Kewajiban berdasarkan orang yang melaksanakannya:

  1. Wajib ‘ain: kewajiban secara pribadi yang tidak mungkin dilakukan atau diwakilkan orang lain misalnya puasa dan sholat.
  2. Wajib kafa’i/kifayah: kewajiban bersifat kelompok apabila tidak seorang pun melakukannya maka berdosa semuanya dan jika beberapa melakukannya maka gugur kewajibannya seperti sholat jenazah.

Kewajiban berdasarkan ukuran atau kadar pelaksanaannya:

a.Wajib muhaddad: wajib yang harus sesuai dengan kadar yang sesuai ketentuan seperti zakat.

  1. Wajib ghairu muhaddad: kewajiban yang tidak ditentukan kadarnya seperti menafkahi kerabat.

Kewajiban berdasarkan kewajiban perintahnya:

  1. Wajib Mu’ayyan: kewajiban yang telah ditentukan dan tidka ada pilihan lain seperti membayar zakat dan sholat lima waktu.
  2. Wajib mukhayyar: kewajiban yang objeknya boleh dipilih antara beberapa alternatif.

 

  1. Sunah

Sunah merupakan sebuah hukum yang apabila kita kerjakan maka akan mendapatkan pahala dan jika tidak mengerjakannya tidak berdosa. Sama seperti hukum wajib, sunah pun juga ada bagiannya.

  1. Sunah Mu’akkad adalah sunah yang sangat dianjurkan Nabi Muhammad SAW seperti shalat ied dan shalat tarawih.
  2. Sunah Ghairu Mu’akad yaitu adalah sunnah yang jarang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW seperti puasa senin kamis, dan lain-lain.
  3. Sunnah hajat: perkara di dalam salat yang sebaiknya dikerjakan, seperti mengangkat tangan ketika takbir.
  4. Sunnah abad: perkara dalam sholat yang harus dikerjakan ketika lupa, dan harus melakukan sujud sahwi.
  5. Sunnah hadyu: perbuatan yang dituntut melakukannya kareba begitu besar faidah yang didapat dan orang yang meninggalkannya tercela seperti azan, salat berjamaah, salat hari raya.
  6. Sunnah zaidah: sunnah yang apabila dilakukan oleh mukalaf dinyatakan baik tapi bila ditinggalkan tidak diberi sanksi apapun. Misalnya mengikuti yang biasa dilakukan nabi sehari-hari seperti makan, minum, dan tidur.
  7. Sunnah nafal: suatu perbuatan yang dituntut tambahan bagi perbuatan wajib seperti salat tahajud.

 

  1. Mubah

Mubah atau biasa yang kita kenal dengan istilah ‘boleh’ ialah hukum dari sebuah perbuatan yang apabila tidak kita kerjakan, kita tidak memperoleh dosa dan jika kita kerjakan tak juga mendapatkan pahala. Contohnya adalah bercanda, berbelanja, makan, minum.

  1. Makruh

Secara bahasa, makruh artinya mubghod (yang dibenci). Makruh merupakan sebuah hukum menganjurkan kita untuk tidak melakukan suatu perbuatan. Bila kita tidak melakukannya maka akan diganjar pahala oleh Allah. Namun, apabila kita memilih untuk melakukannya tidak berdosa.

Contoh perbuatan makruh adalah memakan makanan yang berbau menyengat, seperti jengkol, petai, bawang-bawangan mentah. Allah tak menyukai hal-hal seperti itu karena aromanya yang kuat akan menganggu orang lain pada saat berbicara sedangkan seorang Muslim selalu dituntut untuk memperhatikan penampilannya agar selalu bersih dan wangi.

Makruh terbagi menjadi dua, yaitu;

  • Makruh tahrim, yakni sesuatu yang dilarang oleh syariat secara pasti. Contohnya larangan memakai perhiasan emas bagi laki-laki.
  • Makruh tanzih, yaitu sesuatu yang dianjurkan oleh syariat untuk meninggalkannya, tetapi larangan tidak bersifat pasti. Contohnya memakan daging kuda saat sangat waktu perang.
  1. Haram

Seperti yang telah kita ketahui, haram merupakan kebalikannya dari wajib. Ketika kita melakukan sesuatu yang dilarang olehNya maka akan dihukumi dosa dan apabila kita meninggalkan larangan tersebut, maka Allah akan mengganjarnya dengan pahala.

Haram sendiri juga terbagi ke dalam dua bentuk;

  • Al Muharram li dzatihi: sesuatu yang diharamkan oleh syariat karena esensinya mengandung kemadharatan bagi kehidupan manusia seperti makan bangkai, minum khamr, berzinah.
  • Al Muharram li ghairihi: sesuatu yang dilarang bukan karena esensinya tetapi karena kondisi eksternal seperti jual beli barang secara riba.

Itulah pengertian hukum dalam Islam serta pembagiannya. Harus selalu kita ingat, bahwa setiap perintah, anjuran, dan larangan yang Allah sampaikan kepada hambaNya mengandung hikmah yang harus kita renungkan sendiri. Percayalah, Allah hanya menginginkan kita selamat dunia akhirat. Percayalah, hanya Allah-lah sebaik-baiknya Zat yang mampu mengurusi hidup kita dengan amat sempurna.

Penulis,
(Dessy Husnul Q)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL