fbpx

Allah Tergantung Prasangkamu

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6970 dan Muslim, no. 2675]

Keimanan terhadap Allah yang dimiliki oleh seorang Muslim akan terus mendapatkan ujian guna membuktikan kualitasnya dan meningkatkan kadar keimanannya. Keimanan menuntut seorang hamba untuk terus meyakini, mempercayai, menyadari bahwa semua yang terjadi adalah kehendak Allah. Namun, sebagai hamba, kita memiliki privilage untuk memanjatkan doa agar Allah memberikan apa yang kita minta. Rasulullah bersabda, “Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi)

Melalui hadits tersebut, Rasulullah menyuruh kita untuk berdoa. Namun, ada tuntutan yang harus kita patuhi ketika berdoa, yakni berdoa dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan mengabulkannya. Meyakini bahwa Allah akan mengabulkan semua doanya adalah bagian dari keimanan itu sendiri. Tentu ini masuk akal. Bagaimana bisa kita meminta sesuatu, tapi tidak yakin akan diberikan oleh Allah? Bukankah ketidakyakinan tersebut bagian dari prasangka buruk dan juga bentuk penghinaan yang sangat keji terhadap Allah?

Rasulullah sendiri menjelaskan bahwa Allah akan selalu mengabulkan doa seorang hamba dalam sebuah hadits yang artinya, “Sesungguhnya Rabb-mu (Allah) Maha Pemalu. Maha Dermawan. Maha Mulia, Dia malu terhadap hamba-Nya (yang berdoa dengan) mengangkat kedua tangannya kepada-Nya kemudian Dia menolaknya dengan hampa.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Allah yang Maha Kaya, Maha Kuasa, Maha Perkasa, Maha Kuat, Maha Pemberi tak akan mungkin tidak mengabulkan semua permohonan, permintaan, harapan, dan doa yang para hambaNya tujukan kepadaNya. Keengganan dan ketidakyakinan seseorang tentang apakah doanya akan dikabulkan Allah merupakan buah dari ketidaksabarannya sendiri ketika berdoa.

Mustahik bagi Allah untuk mengabaikan doa yang panjatkan ketika hambaNya sudah menaruh harapan penuh keyakinan bahwa doanya akan dikabulkan. Allah ingin mengajarkan kita bagaimana caranya bersabar dan tetap berprasangka baik terhadapNya. Rasulullah telah memberitahu kita tentang bagaimana cara Allah mengabulkan doa-doankita dalam sebuah hadits yang artinya,

Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan satu doa, melainkan pasti Allah memberikannya kepadanya, atau Allah menghindarkannya dari kejelekan yang sebanding dengan doanya, selama ia tidak mendoakan dosa atau memutuskan silaturahim.”

Lalu seseorang berkata, “Kalau begitu, kita akan memperbanyak doa.” Beliau bersabda, “Allah lebih banyak memberi (dari apa yang kalian minta).” (HR. Tirmidzi)

Diriwayatkan juga oleh Al-Hakim dari Abu Sa’id, dan ia menambahkan,

Atau Allah menyimpan untuknya berupa pahala yang sebanding dengan doa tersebut.” (HR. Ahmad)

Begitulah cara Allah mengabulkan doa-doa hambaNya. Jika kita berdoa dan tak kunjung terjadi apa yang kita inginkan, maka percayalah bahwa Allah mengganti permintaan kita tersebut dengan cara menghindarkan kita dari musibah yang setara nilainya dengan apa yang kita mohonkan atau memberikannya pahala yang sebanding dengan doa tersebut.

Melalui kedua cara Allah mengabulkan doa inilah keimanan kita sedang diuji. Apakah kita mampu meyakini dan menyadari bahwa Allah akan memberikan yang terbaik kepada hambaNya sekalipun yang terjadi kadang tak sesuai dengan harapan seorang hamba atau malah mengingkarinya? Apakah kita termasuk hamba Allah yang memahami hadits ini dengan sangat baik dan terus bertambah keyakinan kita terhadap Allah? Atau malah sebaliknya, apakah kita termasuk ke dalam golongan yang tidak sabar dan putus asa dari rahmatNya lalu berburuk sangka bahwa Allah tidak menyayangi dirinya karena doanya tak dikabulkan?

Pembaca yang budiman, bagaimana Allah akan mentreatment kita itu tergantung kepada bagaimana kita memperlakukan Allah. Bukankah kita pernah mendengar peribahasa yang mengatakan bahwa kita akan menuai apa yang kita tanam? Nah, hak yang serupa juga terjadi pada hubungan antara Sang Khalik dengan hambaNya.

Allah akan mengingat kita hanya jika kita selaku terus mengingat Allah. Entah dengan cara selalu membasahi lisan dengan kalimat-kalimat dzikir, selalu giat beribadah dengan niat hanya karena Allah semata, memuhasabah diri, mentafakuri, mentadabburi, dan mentasyakuri ciptaan Allah, membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya. Ketika kita menghadirkan Allah dalam setiap urusan, maka Allah akan hadir dan selalu ada untuk kita.

Ketika kita mengingat Allah dalam keadaan apapun, maka otomatis lisan, perbuatan, dan pikiran kita hanya tertuju pada Allah. Allah membuat hamba tersebut menjauhi hal-hal buruk. Perasaan pun akan jauh lebih tenang ketika kita meyakini dan menyadari bahwa Allah sedang memperhatikan kita.

Sebaliknya, saat seseorang melupakan kekuasaan Allah, maka Allah juga akan melupakannya. Alhasil, seluruh perkara yang dihadapi oleh orang tersebut hanyalah keburukan belaka. Apakah yang bisa dilakukan oleh seorang hamba yang lemah tanpa campur tangan kekuasaan Allah? Ketika orang itu berpikir bahwa Allah tak akan menolongnya, maka Allah akan mengabulkannya pikirannya tersebut. Maka jadilah ia hamba yang tak tertolong.

Begitu pula dengan persoalan niat. Rasulullah bersabda,  “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah juga memberikan apa yang diniatkan oleh hambaNya ketika sedang beramal sholeh. Apabila niat hambaNya adalah hanya demi mendapatkan dunia, maka Allah akan mengabulkannya; Dia beri ‘dunia’ sesuai dengan yang diniatkan hamba tersebut. Namun, sayangnya, hamba itu hanya akan benar-benar mendapat ‘dunia’ yang fana ini. Ia tak akan mendapatkan akhirat, kampung halaman abadinya kelak.

Allah benar-benar mengikuti apa yang diinginkan dan dikehendaki hambaNya. Allah Ta’ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi yang artinya, “Aku tergantung persangkaan hamba kepadaKu. Aku bersamanya kalau dia mengingat-Ku. Kalau dia mengingatku pada dirinya, maka Aku mengingatnya pada diriKu. Kalau dia mengingatKu di keramaian, maka Aku akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik dari mereka. Kalau dia mendekat sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Kalau dia mendekat kepada diri-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Kalau dia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (HR Bukhari, dan Muslim)

Dalam surah Al-Baqarah ayat 186 Allah berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Pembaca, sejatinya Allah itu dekat, hanya saja kita terkadang berlari menjauh demi menuruti ketidaksabaran kita dalam menunggu terkabulnya harapan yang panjatkan. Allah itu selalu ada untuk kita, hanya saja seringkali kita melupakanNya dan berlama-lama berada dalam kondisi bermaksiat. Allah itu memeluk semua doa yang kita alamatkan kepada Allah, hanya saja Allah menunggu saat yang tepat untuk mengabulkannya satu per satu. Sekarang, semua pilihan ada di tangan Anda; mau terus berbaik sangka kepada Allah atau memutuskan untuk menuruti hasutan syaitan untuk berburuk sangka kepada Allah dengan dalih kecewa terhadapNya? Sebelum memilih, ada satu hal yang perlu Anda pahami, bahwa tak akan ada kekecewaan bila kita menyandarkan diri dan berdoa hanya kepada Allah.

Penulis,
(Dessy Husnul Q)

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL