fbpx

Zakat: Antara Ibadah dan Muamalah

Zakat artinya tumbuh dan bertambah, disebut demikian karena menambah dan mengembangkan harta. Kewajiban zakatpun tidak dibebankan kepada setiap orang, hanya mereka yang memenuhi kriteria tertentu yang akan diberikan pembebanan zakat sehingga mendapat kehormatan berzakat. Syarat-syarat wajib zakat meliputi:

Pertama Islam, zakat adalah sebuah ibadah dan hanya wajib dilakukan setelah seseorang memeluk agama islam. Dengan islamnya seseorang maka ia menjadi seorang wajib zakat yang akan menghantarkannya mendapatkan penghormatan dari Allah SWT.

Kedua Merdeka, kemerdekaan seseorang dari perbudakan adalah nikmat Allah yang sangat besar, dengannya seseorang menjadi mulia dan hidup sebagaimana layaknya dapat memiliki banyak hal. Oleh karena itu, Allah membebankan kepada seseorang yang merdeka jika memiliki harta benda yang mencapai nishab untuk mengeluarkan zakatnya sebagai penghormatan untuk dirinya.

Ketiga Baligh, ulama berbeda pendapat untuk anak yang belum baligh  yang memiliki harta wajib zakat, sebagian ulama tidak mewajibkan anak yang belum baligh  untuk membayar zakat. Dengan berpedoman kepada sabda Rasulullah SAW, “Hukum itu di angkat dari tiga orang: anak-anak sampai ia baligh, orang yang tidur sampai ia bangun dan orang yang sakit ingatan sampai ia sembuh.”

Sebagian ulama yang lain mewajibkan anak yang belum baligh membayar zakat dengan berpedoman kepada sabda Rasulullah SAW, “Barang siapa yang di bawah tanggung jawabnya terdapat anak yatim yang memiliki harta, maka perdagangkanlah harta tersebut, agar tidak habis setiap tahun di keluarkan zakatnya” (HR. Turmudzi dan Daruquthni)

Dengan di perkuat oleh Dr. Yusuf Qardhawi beliau mewajibkan membayar zakat bagi nak balita yang memiliki harta wajib zakat, dengan alasan bahwa hadits yang mengangkat kewajiban bagi anak balita adalah umum untuk segala bentuk kewajiban ibadah.

Zakat juga termasuk dalam kategori ibadah karena merupakan salah satu dari rukun islam ketiga yang telah diatur berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Zakat juga mrupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia.

Dalam realitas fiqih, terdapat perbedaan pendapat fuqoha’ mengenai hukum zakat, apakah termasuk “ibadah mahdhoh” atau kewajiban yang berkaitan erat dengan harta. Dari perbedaan sudut pandang inilah, terdapat ikhtilaf fiqhiyah  di kalangan ulama dalam  sub-bahasan mengenai zakat.

Ibnu Rusd dalam Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa sebab perbedaan pendapat mengenai wajib atau tidaknya zakat atas harta anak kecil adalah disebabkan perbedaan pendapat mereka (ulama madzhab seperti Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad dan yang lainnya) mengenai disyariatkannya zakat, apakah termasuk ibadah mahdhoh  seperti shalat dan puasa, atau merupakan hak wajib bagi fakir miskin yang terdapat pada harta kaum aghniya (orang kaya). Dengan demikian, kelompok yang mengatakan bahwa zakat adalah ibadah mahdhoh, maka baligh menjadi sebuah persyaratan. Sedangkan kelompok yang mengatakan bahwa zakat merupakan hak wajib bagi fakir miskin atas harta kaum aghniya, maka baligh bukan merupakan persyaratan. Demikian juga halnya dengan perbedaan pendapat mengenai, apakah zakat harus dengan bendanya, atau boleh dengan nilainya.

Dr. Yusuf Qardhawi dalam Fiqih Zakat-nya berkesimpulan setelah berdiskusi dengan panjang lebar bahwa anak kecil dan orang gila wajib atas mereka zakat karena zakat merupakan hak yang berkaitan dengan harta. Keberadaanya sebagai anak kecil atau orang gila tidak dapat menggugurkan kewajiban tersebut. Pendapat tersebut senada dengan pendapat Ibnu al-Qoyyim yang beliau ungkap dalam kitab Zaadul Maad.

dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa zakat adalah merupakan ibadah yang sekaligus juga muamalah. Zakat oleh para ulama terdahulu selalu dibahas dalam bab Ibadah, maka oleh karena itu kita sebagai umat muslim wajib mengeluarkan zakat. (dah/hal).

RELATED ARTIKEL