fbpx

Sejarah Qurban 

Sejarah Qurban

Dikisahkan dalam Al-Qur’an surat Ash-Shafaat ayat 100-111 yang menceritakan mengenai sejarah qurban dan pengorbanan.

Ketika Nabi Ibrahim berusia 86 tahun (wallahu ‘alam), beliau belum juga dikaruniai putra oleh Allah dan beliau selalu berdoa: Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang saleh.” (Q.S 37:100)

Kemudian Allah memberikan kepadanya kabar gembira akan lahirnya seorang anak yang sabar. Dialah Ismail, yang dilahirkan oleh Hajar. Ia lahir di tengah-tengah padang pasir yang disebut -bahkan kemudian dikenal dengan- Mekkah.

Nabi Ibrahim kemudian membawa Hajar dan Ismail, yang waktu masih bayi dan menyusu pada ibunya ke Makkah. Pada saat itu di Makkah tidak ada seorang pun dan tidak ada air. Nabi Ibrahim meninggalkan mereka di sana beserta geribah yang di dalamnya terdapat kurma serta bejana kulit yang berisi air.

Setelah itu Nabi Ibrahim  berangkat dan diikuti oleh Hajar seraya berkata,
“Wahai Ibrahim, kemana engkau hendak pergi, apakah engkau akan meninggalkan kami sedang di lembah ini tidak terdapat seorang manusia pun dan tidak pula makanan apapun?”

Pertanyaan itu diucapkan berkali-kali, namun Nabi Ibrahim tidak menoleh sama sekali, hingga akhirnya Hajar berkata kepadanya: “Apakah Allah yang menyuruhmu melakukan ini?”

“Ya.” Jawab Nabi Ibrahim

“Kalau begitu kami tidak disia-siakan.”

Dan setelah itu Hajar pun kembali. Ibrahim pun berangkat sehingga ketika telah jauh sampai di Tsamiyah, beliau pun menghadapkan wajahnya ke Baitullah dan berdoa:

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim [14] : 37)

Pada waktu Siti Hajar kehabisan makanan dan air, ia melihat di sebelah timur ada air yang ternyata adalah fatamorgana yaitu di Bukit Sofa. Di situ Ismail ditinggalkan dan Siti Hajar naik Kebukit Marwah serta kembali ke Sofa sampai berulang tujuh kali, tapi tidak juga mendapatkan air sampai ia kembali ke Bukit Marwah yang terakhir. Ia merasa khawatir terhadap anaknya barangkali Ismail kehausan. Sesampainya di sana, ia melihat kaki Ismail bergerak-gerak
di atas tanah. Tiba-tiba air keluar dari dalam tanah. Siti Hajar berlari ke bawah sambil berteriak kegirangan. “Zami-zami?” Itulah kemudian menjadi sumur Zam-Zam. Di tempat itulah Allah menetapkan sebagai tempat ibadah haji.

Nabi Ismail ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim yang berada di Yerusalem sampai Nabi Ismail menjelang remaja. Kemudian di Yerusalem ternyata Siti
Sarah hamil yang melahirkan seorang putra yang diberi nama Ishak. Nabi Ibrahim diperintahkan lagi oleh Allah untuk kembali ke Mekkah menengok istri dan anaknya yang pertama yaitu Nabi Ismail, yang rupanya sudah mulai besar. Dalam suatu riwayat kira-kira berusia 6-7 tahun, sejak dilahirkan sampai besar itu Nabi Ismail menjadi kesayangan. Tiba-tiba Allah memberi ujian kepadanya, sebagaimana firman Allah dalam Quran Surat Ash Shaffaat : 102 :

“Maka tatkala sampai (pada usia sanggup atau cukup) berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku, aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pemdapatmu.” Ia menjawab: “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Asbabun Nujul atau latar belakang sejarahnya ketika nabi Ibrahim bermimpi (ruyal Haq). Dalam impiannya ia mendapat perintah dari Allah supaya menyembelih putranya Nabi Ismail dan sampai di Mina beliau menginap, beliau mimpi yang sama. Demikian juga ketika di Arafah malamnya di Mina, masih bermimpi yang sama juga. Betapa ujian berat kepada Nabi Ibrahim supaya menyembelih putra kesayangannya.

“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS Ash-Shafaat [37]: 102)

Nabi Ismail meminta ayahnya untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan. Dan beliau berjanji kepada ayahnya akan menjadi seorang yang sabar dalam menjalani perintah itu. Sungguh mulia sifat Nabi Ismail. Allah memujinya di dalam Al-Qur’an:

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.” (QS Maryam [19] : 54)

Akhirnya tibalah mereka di Jabal Qurban kira-kira 200 meter dari tempat tinggal Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, sebagaimana di firmankan oleh Allah didalam surat ASH-Shaffaat ayat 103-107: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang yang berbuat baik”. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”

Demikianlah Allah menguji Nabi Ibrahim dengan perintah untuk menyembelih anaknya tercinta, dan Nabi Ibrahim dan Ismail  pun menunjukkan keteguhan, ketaatan dan kesabaran mereka dalam menjalankan perintah itu. Lalu Allah menggantikan dengan sembelihan besar, yakni berupa domba jantan dari Surga, yang besar berwarna putih, bermata bagus, bertanduk serta diikat dengan rumput samurah. Wallahu a’lam.

Baca Juga: Sejarah Idul Adha

 

RELATED ARTIKEL