fbpx

Menengadahkan Tangan Saat Berdoa itu Bid’ah?

Pertanyaan :

Assalamu’alaikum…

Pak ustad ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan:

Bagaimana hukum menengadahkan tangan saat berdoa, soalnya ada yang mengatakan hadisnya lemah. Kapan kita boleh/dianjurkan menengadahkan tangan saat berdoa?

Terimakasih
Wassalamu’alaikum…

Jawaban :

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Wajar apabila sebagian ulama melarang kita untuk mengangkat tangan saat berdoa, karena memang ada dalil-dalil shahih yang menjadi dasar atas larangan itu. Sehingga sampai ada yang mengatakan bahwa hal itu bid’ah. Ini wajar dan masuk akal.

Namun jangan kaget dulu kalau ternyata larangan itu hanya merupakan pandangan sebagian ulama saja. Ternyata ada sebagian ulama lainnya justru mengatakan sebaliknya. Mereka menyebutkan bahwa mengangkat tangan saat berdoa bukan terlarang dan tidak merupakan bid’ah, tetapi malah disunnahkan atau dianjurkan.

Lho, kok bisa begitu?

Jawabnya memang bisa. Sebab ulama yang menganjurkan untuk mengangkat tangan saat berdoa, ternyata punya dalil juga yang tidak kalah kuatnya dengan dalil yang dikemukakan rekannya yang melarang.

Dan kejadian seperti ini sangat mungkin terjadi. Kita akan selalu menemukan banyak dalil yang sama-sama shahih dan sama-sama kuat, namun isinya saling berbeda, bahkan saling bertabrakan.

Mungkin Anda akan bertanya, mengapa kok bisa sampai begitu kejadiannya? Apakah karena adanya hadis palsu atau bagaimana?

Jawabnya tidak, tidak ada hadis palsu atau kebohongan. Semua hadis itu shahih kok. Semua bisa diterima dan jalur sanad-nya tidak bermasalah.

Yang membuat jadi beda adalah dalam mengambil kesimpulan hukumnya. Dan tugas ini bukan tugas ahli hadis, melainkan tugas para ahli fiqih. Para ahli fiqih akan melakukan analisa dari hulu hingga hilir sampai bisa ditarik kesimpulannya.

Hadits-hadits Yang ‘Bertentangan’ Itu
Hadits-hadits shahih yang saling bertentangan itu adalah hadits berikut ini:

Dari Abi Musa Al-Asy’ari ra berkata, “Nabi SAW berdoa kemudian mengangkat kedua tangannya, hingga aku melihat putih kedua ketiaknya.” (HR Bukhari)

Hadits ini shahih karena diriwayatkan oleh pakar kritik hadits nomor wahid di dunia, Al-Bukhari. Jelas dan tegas sekali isinya, beliau meriyawatkan dari Abi Musa Al-Asy’ari tentang penglihatan beliau atas diri Nabi SAW yang sedang berdoa dan mengangkat kedua tangannya. Bahkan sampai disebutkan bahwa saking tingginya beliau mengangkat tangan, sampai-sampai kedua ketiaknya tampak terlihat dan berwarna putih.

Sekilas membaca hadits ini, kita tahu bahwa mengangkat kedua tangan saat berdoa pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Hadits berikutnya masih menguatkan hadis di atas:

Dari Salman Al-Farisy ra bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya tuhan kalian Maha Hidup dan Maha Pemberi. Dia malu kepada hamba-Nya, bila hamba itu mengangkat kedua tangannya, namun mengembalikannya dengan tangan kosong.” (HR Abu Daud, Tirmizy dan Ibnu Majah)

Meski tidak tercantum di dalam shahih Bukhari atau shahih Muslim, namun para ulama menyatakan bahwa hadis ini tetap masih bisa diterima. Hadis ini bisa kita temukan di dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib jilid 2 halaman 195.

Isi hadis ini menyebutkan tentang teknis berdoanya seorang hamba, yaitu dengan mengangkat kedua tangannya. Jadi jelaslah bahwa mengangkat tangan saat berdoa didasari oleh dalil yang kuat.

Sekarang kita beranjak ke hadis berikutnya, kali ini hadis yang menyebutkan bahwa nabi SAW berdoa dengan mengangkat kedua tangannya, namun hal itu hanya dilakukan pada salat istisqa’ (maksudnya mungkin pada saat khutbahnya).

Bunyi hadisnya sebagai berikut:

Dari Anas bin Malik ra bahwa Nabi SAW tidak mengangkat kedua tangannya dalam doanya, kecuali dalam shalat istisqa’. Sesungguhnya beliau mengangkat kedua tanggannya hingga terlihat putih ketiaknya.”(HR Bukhari dan Muslim)

Atas dasar hadis inilah kemudian sebagian ulama mengatakan bahwa berdoa dengan mengangkat kedua tangan hukumnya terlarang atau bid’ah. Sebab Anas bin Malik mengatakan bahwa mengangkat kedua tangan itu hanya dilakukan pada shalat istisqa’ saja. Sehingga kalau dilakukan di luar itu, hukumnya tidak boleh. Untuk sementara kita terima dulu pendapat mereka dan jangan kita langsung salahkan.

Mari kita beralih ke hadis berikutnya lagi. Kali ini mungkin agak lebih ekstrim. Sebab isi hadis ini malah melarang mengangkat tangan saat berdoa, bahkan ketika shalat istisqa’ sekalipun. Bunyinya adalah sebagai berikut:

Dari Ammarah bin Ruwaibah melihat Bisyr bin Marwan di atas mimbar mengangkat kedua tangannya. Maka beliau berkata, “Semoga Allah memburukkan kedua tangan itu. Sebab aku melihat Rasulullah SAW tidak menambahkan kecuali berdoa dengan jari ini.” Beliau menujukkan jari untuk bertasbih.

Hadis ini kita temukan dalam kitab tafsir Al-Qurtubi jilid 7 halaman 255. Menurut Al-Qurtubi, hadis itu diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Jadi sekarang kita punya tiga pendapat yang saling berbeda, karena setidaknya ada tiga dalil yang berbeda.

  1. Pendapat Pertama: Mengangkat Tangan Hukumnya Sunnah
  2. Pendapat Kedua: Mengangkat Tangan Haram kecuali Dalam Shalat Istisqa’
  3. Pendapat Ketiga: Mengangkat Tangan Haram dalam Semua Doa

Lalu apa jawaban kelompok pertama? Dan apa hujjah mereka untuk menjawab pengharam dari kelompok kedua dan ketiga?

Mereka yang menyunnahkan untuk mengangkat tangan saat berdoa mengatakan bahwa hujjah kelompok kedua dan ketiga kurang kuat. Bukan karena hadisnya tidak shahih, namun karena bentuk istimbath-nya yang lemah.

Kelemahan istimbath-nya adalah bahwa larangan itu semata-mata berdasarkan penilaian Anas bin Malik ra seorang, bahwa Nabi SAW tidak mengangkat tangannya saat berdoa kecuali saat istisqa’. Penilaian ini kurang bisa dijadikan argumentasi, lantaran hanya klaim seseorang. Apakah Anas bin Malik telah bertanya langsung kepada Nabi SAW bahwa diri beliau tidak pernah mengangkat tangan saat berdoa di luar istisqa’? Apakah Anas ra selalu mendampingi Rasulullah SAW sepanjang hidupnya?

Yang bisa diterima adalah pernyataan yang bersifat istbat atau penetapan, bukan yang bersifat nafyi atau peniadaan.

Sebagai ilustrasi, misalnya seorang anak berkata tentang ayahnya, “Saya pernah melihat ayah minum dengan tangan kiri.” Kemungkinan besar pernyataan itu benar. Tetapi kalau anak itu berkata, “Saya belum pernah melihat ayah minum dengan tangan kanan”, kemungkinan besar pernyataan itu salah. Karena ayahnya hidup lebih dahulu dari anak itu. Lagi pula, tidak selamanya si anak selalu mendampingi ayahnya ke mana pun dan di mana pun. Sangat boleh jadi di luar sepengetahuan si anak, si ayah pernah minum dengan tangan kanan.

Demikian juga pernyataan Anas bin Malik, kalau beliau berkata pernah melihat Nabi berdoa dengan mengangkat tangan, kemungkinan besar pernyataan itu benar. Tapi kalau beliau mengatakan belum pernah melihat nabi SAW berdoa dengan mengangkat tangan, pernyataan itu benar untuk ukuran seorang Anas, tetapi tidak bisa diartikan bahwa memang Rasulullah SAW tidak pernah melakukannya di dalam hidupnya.

Apalagi ada hadis lainnya yang menjadi muqarin (pembanding), di mana secara tegas disebutkan bahwa beliau pernah melakukanya. Maka meski hadis itu shahih dan Anas ra pun juga tidak bohong, namun penyimpulan (istimbath) bahwa Nabi SAW tidak pernah berdoa dengan mengangkat kedua tangannya adalah penyimpulan yang kurang tepat.

Sebagai tambahan, klau kita cermati lagi lebih dalam pada teks hadis Anas, di sana disebutkan bahwa Anas tidak pernah melihat Nabi SAW berdoa dengan mengangkat tangan hingga ketiaknya terlihat. Titik tekannya pada kalimat ‘hingga ketiaknya terlihat.

Boleh jadi yang dimaksud oleh Anas bin Malik adalah beliau tidak pernah melihat Nabi SAW berdoa di luar istisqa‘, dengan cara mengangkat kedua tangan dengan tinggi ke atas hingga kedua ketiaknya terlihat. Tetapi kalau sekedar mengangkat tangan biasa, tidak tinggi yang menyebabkan ketiak sampai terlihat, tidak termasuk dalam hadis ini. Maka boleh jadi, hadis Anas ini tidak melarang mengangkat tangan yang biasa saja. Hadis ini hanya melarang bila mengangkat tangannya sampai tinggi hingga ketiaknya terlihat.

Kira-kira demikian alur berpikir masing-masing ulama. Setiap orang datang dengan hujjah-nya dan hati bersihnya sekalian. Sehingga ketika pendapatnya disanggah oleh saudaranya, hatinya tetap suci. Para ulama itu tidak pernah marah atau tersinggung ketika ada ulama lain yang pendapatnya kurang sejalan.

Sebaliknya, mereka justru saling menghargai, saling memuliakan dan saling belajar antara sesama mereka. Tidak saling menghujat atau memandang rendah. Sebab mereka adalah ulama yang sesuai dengan gelarnya, bukan sekedar merasa jadi ulama, tapi kemampuan terbatas.

Terakhir, mungkin anda penasaran. Siapa saja sih para ulama yang membolehkan berdoa dengan mengangkat kedua tangan?

Di antara mereka adalah Al-Hafidz Ibnu Hajar, ulama yang menulis Fathul Bari, sebuah kitab yang menjadi syarah (penjelasan) atas kitab Shahih Bukhari. Di dalam kitab yang tebalnya berjilid-jilid itu, beliau mengutip begitu banyak pendapat para ulama tentang kesunnahan mengangkat tangan saat berdoa.

Selain itu ada juga Al-Imam An-Nawawi rahimahullah. Beliau di dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab menyebutkan bahwa mengangkat kedua tangan saat berdoa (di luar istisqa’) hukumnya sunnah.

Satu lagi adalah Al-Imam Al-Qurthubi, ulama besar asal Cordova yang menulis kitab tafsir legendaris, al-Jami’ li ahkamil Quran. Beliau sebenarnya tidak mengharuskan mengangkat tangan, namun beliau membolehkannya.

Terakhir, marilah kita memandang masalah khilaf ini secara elegan dan dewasa serta luas wawasan. Sekarang ini sudah bukan zamannya lagi kita merasa benar sendiri dan mengklaim bahwa kebenaran itu hanya milik saya sendiri atau milik kelompok saya sendiri.

Semoga Allah SWT memberikan taufiq, hidayah dan ilmu yang luas kepada kita semua dan menyatukan hati kita dalam iman. Aamiin.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc dari Rumah Fikih

 

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL