fbpx

Hukum Berqurban Untuk Orang Yang Sudah Meninggal Dunia

 

Pertanyaan: Bolehkah Kita Berqurban Untuk Orang Yang Sudah Meninggal Dunia?

Pertanyaan ini menarik untuk dibahas, bolehkah kita berqurban yang diniatkan pahalanya untuk orang tua kita yang sudah wafat?

Masalah ini sudah lama menjadi ajang perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian dari para ulama membenarkan bahwa menyembelih hewan qurban untuk keluarganya yang telah itu boleh dilakukan, dan pahalanya akan disampaikan kepada yang dituju.

Namun sebagian dari pada ulama tidak membenarkan hal ini. Mereka menolak bila pahala penyembelihan hewan udhiyah ini bisa dikirim kepada almarhum di alam kubur.

  • Pendapat Al Imam Asy Syafi’I

Pendapat yang mengatakan tidak boleh adalah pendapat Al Imam Asy Syafi’I. Alasannya, bahwa tiap ibadah itu membutuhkan niat. Dan orang mati tidak bisa berniat. Sementara di sisi lain, pahala tidak bisa dikirimkan begitu saja kepada orang yang sudah wafat, kecuali bila memang ada wasiat atau wakaf dari mayit itu ketika masih hidup, termasuk pahala sembelihan hewan udhiyah.

Lain halnya bila almarhum sebelum wafat berwasiat atau berwakaf. Maka memang sejak masih hidup, almarhum telah menetapkan niat, bahkan harta yang digunakan adalah harta miliknya sendiri, yang disisihkan sebelum pembagian warisan.

Dalil yang digunakan adalah firman Allah subhanahu wata’ala di dalam Al Quran:

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS. An Najm: 39)

Sebenarnya pendapat Al Imam Asy Syafi’I ini justru bertentangan dengan perilaku umat Islam di negeri ini yang mengaku bermahzab Asy Syafi’iyah. Dan fenomena tahlilan atau mengirim pahala bacaan ayat Al Quran Al Kariem kepada ruh di dalam kubur justru menjadi ciri khas keagamaan bangsa ini. Sementara mazhab mereka dalam hal ini Imam Asy Syafi’I justru mengatakan bahwa pengiriman itu tidak akan sampai.

  • Mazhab Al Hanafiyah dan Al Hanabiyah

Sebaliknya, kalangan fuqaha dari Al Hanafiyah dan Al Hanabilah sepakat bahwa hal itu boleh hukumnya. Artinya tetap sah dan diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala sebagai pahala qurban.

Mereka membolehkan pengiriman pahala menyembelih hewan udhiyah  kepada orang yang sudah meninggal dunia. Dan bahwa pahala itu akan bisa bermanfaat disampaikan kepada mereka.

Dasar kebolehannya adalah bahwa dalil-dalil menunjukkan bahwa kematian itu tidak menghalangi seorang mayit bertaqarrub kepada Allah, sebagaimana dalam masalah sedekah dan haji.

Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Ibu saya telah bernazar untuk pergi haji, tapi belum sempat pergi hingga wafat, apakah saya harus berhaji untuknya?” Rasulullah menjawab, “Ya, pergilah haji untuknya. Tidakkah kamu tahu bila ibumu punya utang, apakah kamu akan membayarnya? Bayarkanlah utang kepada Allah karena utang kepada-Nya lebih berhak untuk dibayarkan.” (HR Al Bukhari)

Hadits ini menunjukkan bahwa pelaksanaan ibadah haji dengan dilakukan oleh orang lain memang jelas dasar hukumnya, oleh karena para sahabat dan fuqoha mendukung hal tersebut. Mereka di antaranya adalah Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah, Imam Asy Syafi’I rahimahullah dan lainnya.

Sedangkan Imam Malik mengatakan bahwa boleh melakukan haji untuk orang lain selama orang itu sewaktu hidupnya berwasiat untuk dihajikan.

Seorang wanita dari Khats’am bertanya, “Ya, Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan hamba-Nya untuk pergi haji, namun ayahku seorang tua lemah yang tidak mampu tegak di atas kendaraannya, bolehkah aku pergi haji untuknya?” Rasulullah menjawab, “Ya.” (HR Jamaah)

  •  Mazhab Al Malikiyah

Sedangkan mazhab Al Malikiyah mengatakan bahwa hal itu masih tetap boleh tapi dengan karahiyah (kurang disukai).

Baca Juga: Hukum Memakan Daging Qurban yang Dinadzarkan

 


 

 

 

 

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL