fbpx

Apakah Diwajibkan Zakat Bonus dan Berapa Persentase Zakatnya?

Oleh : Dr. M. Yusuf Siddik, MA

Zakat bonus sebenarnya masuk bagian dari Zakat Profesi atau yang diistilahkan oleh ulama dengan زكاة المهن الحرة. Definisi Zakat Profesi adalah zakat yang dibebankan terhadap penghasilan seseorang secara bebas, jika mencapai nishab (85 gram emas setahun) yang dikeluarkan setiap kali mereka menerima (misalnya sebulan sekali), atau ditunda hingga akhir tahun. Dari kata “penghasilan seseorang secara bebas” dapat disimpulkan, bahwa bonus masuk katagori zakat jenis ini.

Dinamakan dengan زكاة المهن الحرة  yang berarti “zakat profesi bebas” untuk mengeluarkan zakat dari harta simpanan yang syarat dan cara penghitungannya sudah jelas. Zakat profesi juga sering diistilahkan dengan زكاة الراتب (zakat rotib). Kata rotib berarti: apa yang didapatkan seorang pegawai secara rutin dari kerjanya. Dinamakan juga dengan rizq (rizki). Dulu dinamakan dengan أجور العمال/أعطيات (Ujûrul ‘Ummal/U’thoyyat). Diriwayatkan dari Al Qosim ibn Muhammad, bahwa Abu Bakar Shiddiq saat memberikan gaji pegawai (u’thoyyat) meminta mereka mengeluarkan zakatnya.

Diwajibkannya zakat bonus sebagai zakat penghasilan bebas, adalah berdasarkan dalil-dalil dari al Qur’an, Sunnah, Atsar dan Qiyas.

Adapun dalil dari Al Qur’an :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُواْ الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلاَّ أَن تُغْمِضُواْ فِيهِ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ. ﴿البقرة: ٢٦٧﴾.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah [2]: 267).

Dalam ayat tersebut Allah wajibkan zakat atas hasil usaha dan hasil pertanian. Bonus masuk katagori apa yang didapatkan dari usaha seseorang, maka wajib dizakati.

آمِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَأَنفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُم مُّسْتَخْلَفِينَ فِيهِ ۖ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَأَنفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ

Artinya : “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”. (QS. Al-Hadid [57]: 7).

Dalam ayat diatas, Allah wajibkan kita berinfaq (berzakat) dari harta yang telah kita kuasai, dan bonus termasuk harta yang kita kuasai, maka wajib dikeluarkan zakatnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ ۗ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al Baqarah [2]: 254).

Dari ayat diatas, disimpulkan, bahwa wajib zakat atas semua rizki, dan bonus termasuk rizki yang kita terima dari Allah, maka wajib dizakati.

Dalil dari Hadits

عن ابن عمر وعائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يأخذ من كل عشرين دينارا فصاعدا نصف دينار ومن الأربعين دينارا دينارا

Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW mengambil zakat dari setiap 20 dinar setengah dinar, dan setiap 40 dinar, (zakatnya) 1 dinar. (HR. Ibnu Majah).

Hadits ini tidak menyebutkan syarat haul, hanya menyebut kadar zakat yaitu 2,5%. Siapa yang memiliki harta yang mencapai 20 dinar (senilai 85 gram) maka wajib dizakati. Bonus adalah bagian dari harta yang kita miliki, maka wajib kita zakati. Adapun ketentuan mencapai nishobnya, digabungkan dengan penghasilan yang lain, baik yang rutin maupun yang non rutin.

Dalil dari Atsar

  1. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang seorang yang mendapatkan harta dari profesinya, jawab beliau: “dia keluarkan zakatnya pada hari ia dapatkan harta tersebut’. (HR. Ibnu Abi Syaibah, dishohihkan oleh Ibnu Hazm). Sumber kitab Al Mushonnaf 3/160). Atsar ini jelas sekali Ibnu Abbas berpendapat, zakat penghasilan dari profesi tidak menunggu haul (setahun). Dan diantara yang didapatkan dari profesi adalah bonus pegawai, baik tahunan atau bulanan.
  2. Diriwayatkan dari Hubairoh, ia berkata : “Abdullah Ibnu Mas’ud pernah membagikan jatah kepada kami dalam kantong-kantong kecil, dan ia ambil zakatnya”. (Al Amwal hal. 412). Dalam riwayat lain, juga dari Hubairoh, bahwa Ibnu Mas’ud saat membagikan jatah kepada warga, ia ambil zakatnya setiap 1000 (dirham), 25 (dirham)”. (HR. Ibnu Abi Syaibah dan Tobroni, disebutkan dalam kitab Mujma’ Zawaid 3/68, perawayatnya shohih). Riwayat ini tidak merinci, harta yang dibagikan oleh Ibnu Mas’ud tersebut dari jenis apa, ini menunjukkan, semua yang kita dapati, wajib dizakati, termasuk dari bonus.
  3. Imam Malik meriwayatkan dalam kitabnya Al Muwatto’ (2/95) dari Ibnu Syihab, ia berkata : “yang pertama kali memungut zakat penghasilan (dalam kapasitas sebagai khalifah/kepala negara) adalah Mu’awiyah ibn Abi Sufyan”. Berkata Dr. Yusuf Qordhowi (502) : apa yang dikatakan oleh Ibnu Syihab, bukan berarti Muawiyah yang pertama, karena telah disebutkan, bahwa sebelumnya ada banyak sahabat yang telah mewajibkan zakat penghasilan, seperti Ibnu Mas’ud. Diantara penghasilan kita adalah bonus yang kita dapatkan dari kerja kita.
  4. Berkata Abu Ubaid : “bahwa Umar Ibnu Abdil Aziz selalu mengambil zakat dari harta yang dibagikan kepada rakyat atau dari pengembalian hak”. (Al Amwaal : 432). Umar ibnu Abdil Aziz mengambil zakat dari :
  5. العمالة yaitu gaji
  6. المظالم yaitu harta sitaan yang dikembalikan kepada pemiliknya.
  7. الأعطيات yaitu santunan atau jatah yang diberikan pemerintah kepada warga, atau pasukan perang atau warga tertentu yang membutuhkan. Jenis ini, bisa dikatagorikan pemberian atau bonus-bonus di luar gaji.

Dalil dari Qiyas

Sebagaimana petani, wajib mengeluarkan zakatnya 5 atau 10% saat mendapatkan hasil panennya, begitu juga bonus yang didapatkan oleh pegawai atau lainnya yang didapat tanpa kerja berat sebagaimana petani, justru harusnya lebih diwajibkan, karena hampir tidak memiliki resiko sama sekali. Berkata syekh Muhammad Al Ghozali :

أن الإسلام لا يُتصور في حقِّه أن يفرض الزكاة على فلاح يملك خمسة أفدنة، ويترك صاحب عمارة تدرُّ عليه مقدار محصول خمسين فداناً، أو يترك طبيباً يكسب من عيادته في اليوم الواحد ما يكسبه الفلاح في عام طويل من أرضه، إذا أغلَّت بضعة أرادب من القمح، ضُربت عليه الزكاة يوم حصاده!!. لابد إذن من تقدير زكاة أولئك جميعاً، وما دامت العلة المشتركة التي يُناط بها الحكم موجودة في الطرفيْن؛ فلا ينبغي المراء في إمضاء القياس وقبول نتائجه [5، ص166 وما بعدها].

Artinya : “Tidak bisa dibayangkan, petani yang penghasilannya hanya seberat 575 kg diwajibkan zakat, sementara pemilik apartemen yang penghasilannya hingga 10 kali lipat dari petani dibiarkan tanpa bayar zakat, bahkan penghasilannya sehari bisa sebanding dengn penghasilan petani setahun, maka jika kondisi demikian, maka semua yang penghasilannya lebih dari petani lebih berhak diwajibkan zakat atas penghasilannya saat ia panen (gajian) sebagaimana petani”.

Dari dalil-dalil diatas, jelas bonus termasuk katagori zakat profesi yang wajib dikeluarkan saat diterima, dan dihitung bersama penghasilan lainnya, baik yang rutin (gaji) atau yang non rutin (bonus dll), dan zakatnya diqiyaskan kepada zakat emas dan perak yaitu 2,5%, walaupun sebagian ulama ada yang mewajibkan hingga 20%.

Contoh, seorang pegawai, memiliki gaji bulanan sebesar Rp. 10 juta, dan di akhir tahun (bulan Desember) pegawai tersebut menerima bonus tambahan sebulan gaji. Maka penghasilannya untuk bulan tersebut adalah Rp. 20 juta, zakatnya 2,5% dari Rp. 20 juta = Rp. 500 ribu.

Form Konsultasi

RELATED ARTIKEL